Menurut O’brien JJ (1976), bahwa dampak keterlambatan proyek akan menimbulkan kerugian pada pihak kontraktor, konsultan, dan owner. Kerugian tersebut antara lain :
- Pihak kontraktor
Keterlambatan penyelesaian proyek berarti naiknya overhead karena bertambah panjangnya waktu pelaksanaan, berarti pula rugi akibat kemungkinan naiknya harga akibat inflasi, naiknya upah buruh serta bunga yang harus dibayarkan. Selain itu akan tertahan pula model kontraktor yang dapat digunakan proyek lain.
- Pihak konsultan
Konsultan akan mengalami kerugian waktu serta akan terlambat dalam mengerjakan proyek yang lainnya, jika proyek mengalami keterlambatan.
- Pihak pemilik
Keterlambatan proyek pada pihak pemilik berarti kehilangan penghasilan dari bangunan yang seharusnya sudah dapat digunakan atau dapat disewakan. Apabila pihak pemilik adalah pemerintah, untuk fasilitas umum, misalnya rumah sakit, tentunya keterlambatan akan merugikan pelayanan kesehatan masyarakat, atau merugikan program pelayanan yang telah disusun. Kerugian ini tidak dapat dinilai dengan uang dan tidak dapat dibayar kembali. Sedangkan apabila pihak pemilik adalah non-pemerintah, misalnya pembangunan gedung, pertokoan, atau hotel, tentu jadwal pemakaian gedung tersebut akan mundur dari waktu yang direncanakan, sehingga ada waktu kosong tanpa mendapatkan uang.
Menurut Lewis dan Atherey (1996), keterlambatan akan berdampak pada perencanaan semula serta pada masalah keuangan. Keterlambatan dalam suatu proyek konstruksi akan memeperpanjang durasi proyek atau meningkatkan biaya maupun keduanya. Adapun dampak keterlambatan pada owner adalah hilangnya kesempatan untuk menempatkan sumber dayanya ke proyek lain, meningkatnya biaya tiak langsung (indirect cost), karena bertambahnya biaya pengeluaran untuk gaji karyawan, sewa peralatan serta mengurangi keuntungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar