Istilah Partispasi masyarakat mendominasi obrolan disegala bidang kehidupan masyarakat. Tidak hanya kalangan Lembaga Swadaya Masyrakat (LSM) dan aktivis-aktivis sosial lainnya, lembaga-lembaga internasional dan pemerintah Indonesia sendiri membicarakan dan menganalisis Partispasi masyarakat, yang tidak jarang dengan bahasa dan versi yang masing-masing berbeda. Begitu luasnya pengertian dan pemahaman Partispasi masyarakat, sehingga menimbulkan beraneka ragam penafsiran, yang sering kali penafsiran pihak yang kuatlah yang timbul dan mereduksi Partispasi yang bermakna (meaningfull participation).
Hoofsteede (dalam KHairudin, 1992) menyebutkan bahwa Partispasi adalah ambil bagian dari austu tahap atau lebih dalam satu proses. Proses yang dimaksud disini adalah pembangunan. Sutrisno (1997) mengemukakan bahwa Partispasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam seluruh tahapan pembangunan.
Dari sudut terminologi Partispasi msyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok; Kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan (non-elite) dan kelompok yang selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite). Bahasan yang lebih khusus lagi, Partispasi masyarakat sesungguhnya merupakan suatu cara untuk membahas incentive material yang mereka butuhkan (Goulet, 1989). Dengan perkataan lain, Partispasi masyarakat merupakan insentif moral sebagai "paspor" mereka untuk mempengaruhi lingkup-makro yang lebih tinggi, tempat dibuatnya suatu keputusan-keputusan yang sangat menetukan kesejahteraan mereka.
Cormick (1979) membedakan Partispasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan sifatnya, yaitu yang bersifat konsultatif dan bersifat kemitraan. Dalam Partispasi masyarakat dengan pola hubungan konsultatif antara pihak pejabat pengambil keputusan dengan kelompok masyarakat yang berkepentingan, anggota-anggota masyarakatnya mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan untuk diberi tahu, dimana keputusan terakhir tetap berada di tangan pejabat pembuat keputusan tersebut. Sedang dalam konteks Partispasi masyarakat yang bersifat kemitraan, pejabat pembuat keputusan dan anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukannya. Mereka bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif pemecahan masalah danmembahas keputusan.
Ternyata masih banyak yang memandang Partispasi masyarakat semata-mata sebagai penyampaian informasi (public information), penyuluhan, bahkan sekedar alat public relation agar proyek tersebut dapat berjalan tanpa hambatan. Karenanya, Partispasi masyarakat tidak saja digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, tetapi juga digunakan sebagai tujuan (participation is an end itself).
Disamping persepsi yang dikemukakan Canter (1977), Cormick (1979), Goulet (1989) dan Wingert (1979) merinci Partispasi masyarakat sebagai berukut :
- Partispasi Masyarakat sebagai suatu Kebijakan
Penganut paham ini berpendapat bahwa Partispasi masyarakat merupakan suatu kebijaksanaan yang tepat dan baik untuk dilaksanakan. Paham ini dilandasi oleh suatu pemahaman bahwa masyarakat yang potensial dikorbankan atau terkorbankan oleh suatu proyek pembangunan memiliki hak untuk dikonsultasikan (right to be consulted).
- Partispasi Masyarakat sebagai Strategi
Penganut paham ini mendalilkan bahwa Partispasi masyarakat merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakt (ppublic support). Pendapat ini didasarkan kepada suatu paham bahwa bila masyarakat merasa memiliki akses terhadap pengambilan keputusan dan kepedulian masyarakat kepada pada tiap tingkatan pengambilan keputusan didokumentasikan dengan baik, maka keputusan tersebut akan memiliki kredibilitas.
- Partispasi Masyarakat sebagai Alat Komunikasi
Partispasi masyarakat didayagunakan sebagai alat untuk mendapatkan masukan berupa informasi dalam proses pengambilan keputusan. Persepsi ini dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa pemerintah dirancang untuk melayani masyarakat, sehingga pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut adalah masukan yang bernilai guna mewujudkan keputusan yang responsif.
- Partispasi Masyarakat sebagai Alat Penyelesaian Sengketa
Dalam konteks ini Partispasi masyarakat didayagunakan sebagai suatu cara untuk mengurangi atau meredakan konflik melalui usaha pencapaian konsensus dari pendapat-pendapat yang ada. Asumsi yang melandasi persepsi ini adalah bertukar pikiran dan pandangan dapat menigkatkan pengertian dan toleransi serta mengurangi rasa ketidakpercayaan (misstrust) dan kerancuan (biasess).
- Partispasi Masyarakat sebagai Terapi
Menurut persepsi ini, Partispasi masyarakat dilakukan sebagai upaya untuk "mengobati" masalah-masalah psikologis masyarakat seperti halnya perasaan ketidak berdayaan (sense of powerlessness), tidak percaya diri dan perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting dalam masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar