Keselamatan pasien (patient safety) adalah prinsip fundamental pada pelayanan kesehatan. Setiap titik dalam proses pelayanan memiliki tingkatan ketidakamanan tertentu. Efek samping (adverse effect) dapat terjadi akibat masalah dalam praktek , produk , prosedur atau sistem. Perbaikan keselamatan pasien menuntut upaya kompleks seluruh sistem melibatkan berbagai tindakan dalam peningkatan kinerja, keamanan lingkungan dan manajemen risiko, termasuk pengendalian infeksi, keamanan penggunaan obat-obatan, keamanan penggunaan peralatan, praktek klinis yang aman dan lingkungan perawatan yang aman. (WHO, 2014).
Patient Safety terdiri dari 3 komponen, yaitu prinsip-prinsip dasar, pengetahuan, dan peralatan. Prinsip-prinsip tersebut adalah kecenderungan untuk terjadinya ketidakberesan adalah alami dan normal, bukan menjadi kesempatan untuk menemukan seseorang untuk dipersalahkan; keselamatan dapat ditingkatkan dengan menganalisis kesalahan dari kejadian penting, daripada berpura-pura tidak terjadi; dan manusia , mesin dan peralatan adalah bagian dari sistem, bagian-bagian komponen tersebut berinteraksi untuk membuat sistem aman atau tidak aman. Pengetahuan sebagian besar mencontoh bidang-bidang berteknologi tinggi seperti transportasi massal dan instalasi tenaga nuklir, dan termasuk pemahaman tentang bagaimana kecelakaan terjadi dan bagaimana mencegahnya. Peralatan termasuk pelaporan kasus kritis, checklist, desain sistem yang aman, protokol komunikasi dan analisis sistematis risiko (Mellin-Olsen et al., 2010).
Patient Safety juga merupakan salah satu dimensi mutu yang saat ini menjadi pusat perhatian para praktisi pelayanan kesehatan dalam skala nasional maupun global. World Health Organization (WHO) memperkirakan sedikitnya ada setengah juta kematian akibat pembedahan yang sebenarnya bisa dicegah. Program Safe Surgery Saves Lives memperkenalkan dan melakukan uji coba surgical safety checklist sebagai upaya untuk keselamatan pasien dan mengurangi jumlah angka kematian di seluruh dunia. Tujuan utama dari surgical safety checklist untuk menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan di kamar operasi (Siagian, 2011).
Kebijakan di Indonesia belum ada yang khusus mengenai keselamatan pasien, walaupun sudah ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga pelayanan kesehatan pada umumnya yang juga memberikan efek dalam menjaga keselamatan pasien, seperti telah dikeluarkan UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 TentangKesehatan, walaupun isinya masih general namun memberikan arahan agar pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus prima.
Kemudian UU No 44 tahun 2009 mengenai Rumah Sakit yang didalamnya sudah mengatur mengenai keselamatan pasien yaitu pada pasal 2 yang berisi Rumah Sakit menekankan nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Kemudian pada pasal 13 juga menuntut bahwa setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Kemudian pada pasal 43 yang secara khusus menekankan peran rumah sakit dalam keselamatan pasien.
Selain itu ada pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Sedangkan dalam Undang - Undang No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, juga memperlihatkan pentingnya untuk menjaga keselamatan manusia secara umum.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup; memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian. Kemudian upaya kesejahteraan sosial diantaranya dengan rehabilitasi sosial yang bertujuan memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
Kemudian upaya-upaya konkrit lainnya yang khusus mengatur mengenai keselamatan pasien sudah dilakukan oleh organisasi profesi/perkumpulan yaitu Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang telah membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS), kemudian komite ini telah menyusun Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien bagi staf RS untuk mengimplementasikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Kemudian KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Depatemen Kesehatan RI telah menyusun Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi salah satu Standar Akreditasi Rumah Sakit. Hal ini mendorong rumah sakit untuk lebih memfokuskan ada keselamatan pasien itu sendiri, selama pasien itu masih menerima pelayanan kesehatan. Namun bagi pasien, peraturan mengenai keselamatan pasien bukan menjadi prioritas untuk diketahui. Kesembuhan dari penyakit yang dideritanya menjadi tujuan utama bagi pasien, maka dari itu pelayanan yangdiharapkan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memberikan kesembuhan bagi pasien. Maka peraturan yang sudah disusun oleh pemerintah seharusnya dapat disosialisasikan secara operasional seperti peraturan di rumah sakit atau klinik yang telah disusun oleh KKP-RS (Apsari, Nulhaqim & Pancasilawan, 2010).
Program sasaran keselamatan pasien wajib dikomunikasikan dan diinformasikan untuk tercapainya hal-hal sebagai berikut:
- ketepatan identifikasi pasien,
- peningkatan komunikasi yang efektif,
- peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai,
- kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi,
- pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan,
- pengurangan risiko pasien jatuh (Kars, 2011, JCI, 2010).
Kesalahan yang terjadi di kamar bedah yaitu salah lokasi operasi, salah prosedur operasi, salah pasien operasi, akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antar anggota tim bedah. Kurang melibatkan pasien dalam penandaan area operasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi, asesmen pasien tidak adekuat, telaah catatan medis juga tidak adekuat (Sumadi, 2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar