Selasa, 15 Februari 2022

Derajat Otonomi Fiskal (skripsi tesis)

 

Desentralisasi pada dasarnya ditujukan untuk lebih memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hakekat semangat otonomi harus tercermin dalam pengelolaan keuangan daerah (otonomi fiskal daerah) melalui perncanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi seluruh fungsi-fungsi pemerintahan yang telah disentralisasikan, dengan kata lain, daerah harus mempunyai kewenangan untuk merencanakan, menggunakan dan mempertanggung jawabkan pengelolaan seluruh sumber penerimaan daerah kepada masyarakat melalui DPRD tanpa adanya intervensi pemerintah pusat seperti dimasa lalu (Turtiantoro, 2000:29-30). Hal-hal yang mendasar dalam azas desentralisdasi adalah komitmen untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat, pengembangan dan fungsi dewan perwakilan rakayat.

Salah satu aspek yang dapat menetukan keberhasilan otonomi daerah adalah kemandirian pemerintah daerah (Radianto,1999:42) dengan demikian implikasi pengembangan otonomi daerah tidak semata-mata merupakan penambahan ururasan yang diserahkan, melainkan juga seberapa besar wewenang yang diserahkan tersebut memberikan kemampuan mengambil prakarsa dalam pengelolaan keuangan daerah, termasuk desentralisasi fiskal sehingga daerah dapat mengurangi derajat ketergantungannya kepada pusat dan dapat membiayai kegiatan pembangunan daerah,  adapun sumber-sumber pendapatan dalam rangka pelaksanaan otonomi dan desentralisasi, yakni terdiri atas :

  1. pendapatan asli daerah (PAD) mencakup hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah;
  2. dana perimbangan meliputi bagian daerah dari PBB, BPHTB, dan penerimaan dari SDA, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK);
  3. Pinjaman daerah; dan
  4. Lain-lain penerimaan yang sah.

 Hal tersebut di atas juga dipertegas oleh Bird dan Vaillancourt (2000 : 167 –169) bahwa sistem fiskal yang sangat sentralistis merupakan penyebab kemampuan pemerintah daerah untuk menjalankan fungsi-fungsinya yang tergantung pusat, sehingga telah mengakibatkan kecilnya porsi penerimaan sendiri dalam struktur pengeluaran daerah. Demikian pula, dengan ketergantungan yang tinggi terhadap transfer pemerintah pusat telah menyebabkan kurangnya insentif pencarian sumber-sumber untuk menutupi biaya daerah (fiscal needs). Dalam merencanakan berbagai peraturan tentang keseimbangan fiskal, Alisyahbana (2000:7), mengatakan bahwa beberapa permasalahan penting yang harus diperhatikan. Masalah yang penting tersebut yaitu desentralisasi fiskal dan hubungan antara pusat dan daerah.

Penelitian tentang keuangan daerah di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa orang, antara lain Devas, dkk (1989:46), mengungkapkan bahwa pemerintah daerah sangat tergantung dari pemerintah pusat. Dalam garis besarnya, penerimaan daerah (termasuk pajak yang diserahkan) hanya menutup seperlima dari pengeluaran pemerintah daerah. Meskipun banyak pula negara lain dengan keadaan yang sama atau lebih buruk lagi. Namun demikian, pemerintah daerah tidak harus berdiri sendiri dari segi keuangan agar dapat memiliki tingkat otonomi yang berarti, yang penting adalah “wewenang di tepi” atau wewenang pangkal, artinya memiliki penerimaan daerah sendiri yang cukup sehingga dapat mengadakan perubahan di sana sini pada tingkat jasa layanan yang disediakan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah tersebut tergantung kepada 2 (dua) faktor yaitu :

  1. kemampuan daerah tersebut untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri seperti pajak daerah, retribusi daerah, BUMD dan usaha-usaha lainnya;
  2. bentuk perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara provinsi dan kabupaten/kota.

            Dari kedua faktor tersebut, faktor kemampuan daerah untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri tentunya menjadi faktor yang sangat penting, mengingat keterbatasan dan bahkan semakin terbatasnya keuangan pemerintah pusat itu sendiri, sehingga tepat apabila dikatakan bahwa indikator kemampuan keuangan suatu daerah dalam melaksanakan otonomi dapat dilihat dari persentase  PAD terhadap total APBDnya. 

Tidak ada komentar: