Minggu, 16 Januari 2022

Teori Keagenan (Agency Teori) (skripsi dan tesis)


Teori keagenan (agency theory) pertama kali dikemukakan oleh
Jehnsen dan Meckling (1976). Teori ini berawal dari adanya pemisahan
dan pengendalian perusahaan yang berdampak pada munculnya konflik
antara agen dan prinsipal. Hubungan keagenan didefinisikan sebagai
hubungan antara satu orang atau lebih prinsipal dengan agen untuk
melakukan tindakan atas nama prinsipal yang melibatkan pendelegasian
kewenangan pengambilan keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling,
1976).
Menurut teori keagenan (agency theory), adanya pemisahan antara
pemilik dan pengelola dapat menimbulkan masalah keagenan (agency
problems). Masalah tersebut yaitu ketidak sejajaran kepentingan antara
pemegang saham atau prinsipal (principal) dengan manajer atau agen
(agent). Jensen dan Meckling (1976) memandang baik prinsipal maupun
agen berusaha untuk memaksimalkan kesejahteraan diri sendiri, sehingga
ada kemungkinan besar agen tidak selalu bertindak demi kepentingan
terbaik prinsipal. Konflik ini tidak terlepas dari kecenderungan manajer
untuk mencari keuntungan sendiri dengan mengorbankan kepentingan
pihak lain. 
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan
adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal).
Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena
kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal,
sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Di dalam hubungan
keagenan terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal)
memerintah orang lain (agent) untuk melakukan suatu jasa atas nama
prinsipal dan memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan
yang terbaik bagi prinsipal.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa biaya keagenan dapat
dibedakan menjadi beberapa macam biaya, yaitu biaya pengawasan
(monitoring cost), biaya kewajiban (bonding cost), dan kerugian residu
(residual loss). Biaya pengawasan adalah biaya yang timbul dan
ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk
mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Sementara bonding
cost merupakan biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan
mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk
kepentingan prinsipal.
Menurut Wibowo (2016) perbedaan kepentingan antara principal
(pemegang saham) dan agent (manajer) dapat menimbulkan suatu
informasi asymetri (kesenjangan informasi). Masing-masing pihak akan
mementingkan dan memperbesar keuntungan sendiri. Masalah keagenan
dapat terjadi karena adanya asymmetric information antara pemilik dan 
manajer, yaitu kondisi saat salah satu pihak memiliki informasi yang tidak
dimiliki oleh pihak lainnya. Asymmetric information dibedakan menjadi
dua tipe yaitu adverse selection dan moral hazard. Adverse selection
adalah satu atau lebih pihak untuk transaksi bisnis atau transaksi potensial
mempunyai keuntungan informasi lebih dari pihak lain. Sedangkan moral
hazzard adalah satu atau lebih pihak pada transaksi bisnis atau transaksi
potensial dapat mengamati kegiatan mereka dalam pemenuhan transaksi
tapi pihak lain tidak dapat. Menurut Wibowo (2016), Masalah ini muncul
karena pemisahan kepemilikan dan pengendalian yang merupakan
karakteristik perusahaan-perusahaan besar.
Brigham dan Daves (2010) menyatakan bahwa salah satu tujuan
perusahaan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham
atau steakholders. Tujuan bisa dicapai apabila tanggung jawab pengelolaan
perusahaan diserahkan kepada para profesional, dikarenakan para pemilik
modal memiliki banyak keterbatasan, dengan menyerahkan pengelolaan
perusahaan tersebut kepada pada profesional, diharapkan mereka dapat
menutup keterbatasan yang ada. Para profesional ini disebut dengan
manajer atau agen. Manajer diberi kekuasaan oleh pemilik perusahaan,
yaitu pemegang saham untuk membuat keputusan, dalam hal ini
menciptakan konflik potensial atas kepentingan yang disebut dengan teori
agen (agency theory).

Tidak ada komentar: