Kamis, 30 Desember 2021

Peran Rekam Medis dalam Manajemen Risiko(skripsi dan tesis)


Menurut R.Hatta (2013:319) pendokumentasian rekam medis yang
lengkap dan akurat menjadi landasan yang efektif dalam manajemen
risiko. Hal ini disebabkan karena rekam medis merupakan sumber
informasi yang paling baik untuk menunjukan apakah pelayanan yang
diberikan sudah sesuai dengan standar pelayanan klinis / kesehatan. Para
manajer informasi kesehatan harus memperhatikan teknik manajemen
risiko. Misalnya, penyaringa terhadap berbagai kejadian (occurence
screening) dengan cara menelaah rekam medis saat ini dan data pasien
pulang untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya kejadian yang
memerlukan ganti rugi. Untuk itu bagian manajemen informasi
kesehatan perlu menegakkan pedoman pendokumentasian yang
mencakup unsur kerahasiaan dan keamanan serta lengkap, akurat dan 
bisa dibaca. Dokumentasi ini akan berguna sebagai alat untuk
memperoleh keluaran pelayanan kesehatan yang positif, oleh karena
pendokumentasian yang tidak lengkapdapat menghasilkan kesalahan
medis (medical eror), keterlambatan pengobatan dan kerugian pasien.
Menurut Siswati (2017:112) kesehatan dan keselamatan kerja tidak
hanya penting bagi petugas rekam medis tetapi juga dapat menunjang
produktivitas kerja. Kesehatan dan keselamatan kerja petugas rekam
medis yang baik akan berdampak positif terhadap produktivitas kerja
petugas rekam medis sehingga akan meningkatkan pelayanan kesehatan
dan menguntungkan bagi rumah sakit. Risiko kecelakaan kerja dapat
menimbulkan turunnya produktivitas kerja, sehingga perlu dilakukan
usaha untuk meminimalisasi terjadinya dampak risiko kecelakaan kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja dimaksudkan untuk mencegah,
mengurangi, melindungi bahkan menghilangkan risiko kecelakaan kerja
(zero accident). Perilaku petugas rekam medis bagian filing dalam
bekerja merupakan salah satu penyebab risiko terjadinya kecelakaan
kerja, yaitu unsafe action dan unsafe condition.
Menurut Keiger dalam Skurka (2003:212) manajemen risiko adalah
proses mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengeliminasi atau
mengelola risiko yang menunjukkan ancaman keamanan kepada pasien
atau ancaman finansial pada fasilitas kesehatan. Program manajemen
risiko pada faskes harus berhubungan dekat pada program manajemen
kualitas (quality management/ QM). Beberapa faskes membuat
departemen manajemen risiko secara terpisah; sisanya memasukkan
kegiatan manajemen risiko ke tugas pihak lain, seperti departemen
manajemen informasi kesehatan. Di manajemen risiko, pendekatan
finansial dan statistik digunakan untuk memfokuskan pada pasien,
perawat, dokter, profesional pelayanan kesehatan lainnya, serta pegawai
tambahan. Faskes sering mempekerjakan seorang manajer manajemen
risiko yang mengevaluasi interaksi komponen risiko dan mengasesmen
risiko pada faskes.
Menurut Keiger dalam Skurka (2003:212) program manajemen
risiko yang sukses bergantung pada komitmen dengan administrasi
faskes. Hanya dengan dukungan administrasi tingkat tinggi manajer MR
bisa terlibat pada seluruh area faskes yang mungkin mengandung atau
menghasilkan risiko. Manajer MR juga harus punya akses ke laporan
insiden, data insiden pegawai, dan seterusnya.
Menurut Keiger dalam Skurka (2003:212) profesional manajemen
informasi kesehatan membantu manajer MR dalam mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan mengeliminasi atau mengelola risiko. Rekam
kesehatan merupakan alat skrining yang penting untuk mengidentifikasi
informasi yang berhubungan dengan risiko pada faskes. Faskes bisa
memilih antara skrining secara umum/ generic screening atau skrining
saat kejadian/occurrence screening untuk mengidentifikasi risiko.
Skirining saat kejadian melibatkan identifikasi konkuren atau
retrospektif pada dokter serta adanya kerugian pasien yang berhubungan
dengan faskes. Istilah skirining secara umum/ generic screening kadang
digunakan karena kriteria yang digunakan diterapkan pada seluruh
pasien dan tidak terikat pada satu diagnosa/ prosedur. Contohnya,
ketidakcocokan reaksi saat pengobatan, transfusi, dan anestesi dapat
direview.
Tiap-tiap rumah sakit mengharuskan untuk menetapkan standar
kode diagnosis, kode prosedur/tindakan, simbol, singkatan, dan artinya
yang telah ditetapkan di SNARS edisi satu di bagian MIRM 12. Maksud
dan Tujuan MIRM 12 adalah dengan menggolongkan terminologi, arti,
kamus, serta nomenklatur memudahkan untuk membandingkan data dan
informasi di dalam rumah sakit dan membandingkan antar rumah sakit.
Standardisasi berguna untuk mencegah terjadi salah komunikasi dan
potensi kesalahan. Penggunaan singkatan yang digunakan rumah sakit
secara seragam kode diagnosis dan prosedur memudahkan
pengumpulan data serta analisisnya sesuai dengan peraturan perundangundangan. 
Singkatan dapat menjadi masalah dan mungkin berbahaya, terutama
berkaitan dengan penulisan resep obat. Sebagai tambahan, jika satu
singkatan dipakai untuk bermacam- macam istilah medik akan terjadi
kebingungan dan dapat menghasilkan kesalahan medik. Singkatan dan
simbol juga digunakan termasuk daftar “jangan digunakan” (do-notuse). Ketentuan ini harus sesuai dengan standar lokal dan nasional yang
diakui.
Elemen Penilaian MIRM 12 adalah terdapat regulasi standardisasi
kode diagnosis, kode prosedur/tindakan, definisi, simbol yang
digunakan dan yang tidak boleh digunakan, singkatan yang digunakan
dan yang tidak boleh digunakan, serta dimonitor pelaksanaannya.
Ketentuan tersebut dilaksanakan dan dievaluasi agar mutu manajemen
informasi rekam medis terlaksana khususnya dalam mengkode
diagnosis penyakit di berkas rekam medis.

Tidak ada komentar: