Nilai perusahaan seringkali dikaitkan dengan nilai saham perusahaan. Sebuah
perusahaan dapat dikatakan baik jika memiliki nilai yang baik juga termasuk
kinerja perusahaan tersebut. Ketika nilai saham perusahaan tinggi, maka dapat
disinyalir perusahaan tersebut memiliki nilai baik. Tujuan perusahaan adalah
meningkatkan kemakmuran para pemegang saham. Nilai perusahaan juga dapat
didefinisikan sebagai nilai wajar perusahaan yang menggambarkan persepsi para
investor terhadap emiten yang bersangkutan. Jika nilai saham perusahaan tinggi
maka persepsi para investor akan perusahaan itu akan tinggi pula, dan tidak ragu
untuk menginvestasikan dananya di perusahaan tersebut dengan pertimbanganpertimbangannya. Tetapi jika nilai saham perusahaan rendah maka persepsi para
invesor akan negatif dan kemungkinan untuk menarik investasinya akan sangat
mungkin untuk terjadi. Nilai saham yang tinggi mengindikasikan bahwa
perusahaan tersebut memiliki keuntungan yang tinggi dan kinerja yang baik.
Menurut Harmono (2009 : 233) nilai perusahaan adalah kinerja perusahaan
yang dicerminkan oleh harga saham yang dibentuk oleh permintaan dan
penawaran di pasar modal yang merefleksikan penilaian masyarakat terhadap
kinerja perusahaan. Menurut Harmono (2009 : 50) nilai perusahaan dapat diukur
19
melalui nilai harga saham di pasar, berdasarkan terbentuknya harga saham
perusahaan di pasar, yang merupakan refleksi penilaian oleh publik terhadap
kinerja perusahaan secara riil. Dikatakan secara riil karena terbentuknya harga
saham di pasar merupakan titik bertemunya kesepakatan antara permintaan dan
penawaran harga yang secara riil terjadi transaksi jual beli surat berharga di pasar
modal antara emiten dan para investor.
Menurut Van Horne (2007 : 243-245) pihak manajemen dapat dianggap
sebagai agen dari para pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham. Para
pemegang saham akan mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan ke pihak
manajemen. Agar pihak manajemen dapat membuat keputusan yang optimal atas
nama para pemegang saham, mereka tidak hanya mendapat insentif yang tepat,
tetapi mereka akan diawasi juga. Pengawasan dapat dilakukan melalui berbagai
metode seperti pengikatan agen, audit laporan keuangan, dan secara eksplisit
membatasi keputusan pihak manajemen. Para kreditor mengawasi perilaku pihak
manajemen dan pemegang saham dengan membebankan perjanjian jaminan
dalam kesepakatan pinjaman antara pihak peminjam dan pemberi pinjaman.
Teori ini dikembangkan oleh Jensen dan Meckling yang menunjukkan
bahwa siapapun yang mengeluarkan biaya pengawasan, biaya tersebut pada
akhirnya ditanggung oleh para pemegang saham. Contohnya, para pemilik hutang,
untuk mengantisipasi biaya pengawasan, akan membebankan biaya bunga yang
lebih tinggi. Semakin besar kemungkinan biaya pengawasan maka semakin tinggi
biaya bunga dan semakin rendah nilai perusahaan bagi para pemegang sahamnya,
jika yang lain dianggap tetap. Keberadaan biaya pengawasan akan berlaku sebagai
20
penerbitan hutang, terutama jika diatas jumlah yang moderat. Jumlah pengawasan
yang disyaratkan oleh pemilik hutang akan naik sejalan dengan jumlah hutang
yang belum dilunasi. Jika hanya sedikit hutang maka pemberi hutang dapat
melakukan pengawasan terbatas, namun jika banyak hutang maka mereka dapat
mendesak pengawasan yang ekstensif. Biaya pengawasan akan meningkat sejalan
dengan leverage keuangan.
Berikut ini beberapa penjelasan tentang indikator-indikator yang
mempengaruhi nilai perusahaan diantaranya adalah :
1. Price Earning Ratio (PER)
Menurut Putri Prihatin Ningsih, PER yaitu rasio yang mengukur seberapa besar
perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang
diperoleh para pemegang saham. Faktor-faktor yang mempengaruhi PER
adalah :
a. Tingkat pertumbuhan laba
b. Dividen Payout Ratio (DPR)
c. Tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal
2. Price Book Value (PBV)
Menurut Mohamad Samsul (2006 : 171) PBV yaitu suatu metode estimasi
harga saham yang menggunakan variabel nilai buku per saham dan suatu rasio.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar