Sabtu, 29 Mei 2021

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Tanggung jawab (Skripsi & tesis)

pelaku usaha diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 19 yaitu: 1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. 2. Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dapat berupa pengambilan uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara lainnya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (Tujuh) hari setelah tanggal transaksi. 4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. Memperhatikan substansi pasal 19 ayat (1) dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha, meliputi: 1. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan; 2. Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran; dan 3. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen. Berdasarkan hal ini, maka adanya produk barang dan/atau jasa yang cacat bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggungjawaban pelaku  usaha. Tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang dialami konsumen. Ketentuan pasal 19 ayat (2) tersebut sesungguhnya memiliki kelemahan yang sifatnya merugikan konsumen, terutama dalam hal konsumen menderita suatu penyakit. Melalui pasal tersebut konsumen hanya mendapatkan salah satu bentuk penggantian kerugian yaitu ganti kerugian atas harga barang atau hanya berupa perawatan kesehatan. Untuk itu seharusnya pasal 19 ayat (2) menentukan bahwa pemberian ganti kerugian dapat berupa pengembalian uang dan/atau perawatan kessehatan dan/atau pemberian santunan dapat diberikan sekaligus kepada konsumen. Kelemahan yang juga sulit diterima karena sangat merugikan konsumen yaitu ketentuan pasal 19 ayat (3) yang menentukan bahwa pemberian ganti kerugian dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah transaksi. Apabila ketentuan ini dipertahankan, maka konsumen yang mengkonsumsi barang di hari yang kedelapan setelah transaksi tidak akan mendapatkan penggantian kerugian dari pelaku usaha, walaupun secara nyata konsumen yang bersangkutan telah menderita kerugian. Agar Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini dapat memberikan perlindungan yang maksimal tanpa mengabaikan kepentingan pelaku usaha, maka seharusnya pasal 19 ayat (3) menetukan bahwa tenggang waktu pemberian ganti kerugian kepada konsumen adalah 7 (tujuh) hari setelah terjadinya kerugian, bukan 7 (tujuh) hari setelah transaksi seperti rumusan yang ada sekarang 

Tidak ada komentar: