Sabtu, 29 Mei 2021
Pengertian Pelaku Usaha (Skripsi & tesis)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen Pasal 1 Angka 3 menjelaskan pengertian bahwa pelaku usaha
adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.
Berdasarkan pengertian tersebut berarti termasuk perusahaan
(korporasi) dalam segala bentuk dan bidang usahanya, seperti BUMN,
koperasi, dan perusahaan swasta, baik berupa pabrikan, importir,
pedagang eceran, distributor, dan lain-lain. Pengertian pelaku usaha yang
terdapat dalam UUPK ini tidaklah mencakup eksportir atau pelaku usaha
di luar negeri, karena UUPK membatasi oramg perseorangan atau badan
usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha di
wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Sebagai penyelenggara dalam kegiatan usaha, pelaku usaha
merupakan pihak yang harus bertanggung jawab atas akibat-akibat negatif berupa kerugian yang ditimbulkan oleh usahanya terhadap pihak
ketiga yang dalam hal ini adalah konsumen. Pengertian pelaku usaha yang luas sebagaimana tercantum dalam
Pasal 1 angka 3 UUPK, akan memudahkan konsumen untuk menuntut
ganti kerugian dimana konsumen tidak begitu mengalami kesulitan
dalam menemukan kepada siapa tuntutan akan diajukan karena banyak
pihak yang dapat digugat. Sebaiknya, ditentukan urutan-urutan pelaku
usaha yang seharusnya digugat oleh konsumen jika dirugikan oleh pelaku
usaha, yakni dengan urutan-urutan sebagai berikut: 1. Yang pertama digugat adalah pelaku usaha yang membuat
produk tersebut jika berdomisili di dalam negeri dan
domisilinya diketahui oleh konsumen yang dirugikan.
2. Apabila produk yang merugikan konsumen tersebut
diproduksi di luar negeri, maka yang digugat adalah
importirnya, karena UUPK tidak mencakup pelaku usaha di
luar negeri.
3. Apabila produsen maupun importir dari suatu produk tidak
diketahui, maka yang digugat adalah penjual dari siapa
konsumen membeli barang tersebut.
Urutan-urutan di atas hanya diberlakukan jika suatu produk
mengalami cacat pada saat diproduksi. Urutan-urutan tersebut juga
mempertimbangkan tentang kompetensi pengadilan maupun Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), karena siapapun yang
digugat oleh konsumen, pengadilan atau BPSK yang kompeten adalah
pengadilan atau BPSK yang mewilayahi tempat tinggal konsumen,
sehingga tidak memberatkan konsumen
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar