Kamis, 03 Desember 2020

Teori Legitimasi (skripsi dan tesis)

 
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dowling dan Pfeffer (1975) terdapat
argumentasi mengenai fokus yang berdasarkan kepada pengalaman empiris mengenai usaha suatu organisasi untuk menjadi organisasi yang sah dan dapat membantu dalam menjelaskan dan menganalisis berbagai macam perilaku organisasi dengan rasa hormat terhadap lingkungan dan kedepannya dapat membuat pandangan konseptual dan langsung memberikan perhatian terhadap isu mengenai legitimasi organisasi. Legitimasi masyarakat merupakan faktor strategis bagi perusahaan dalam
rangka mengembangkan perusahaan ke depan. Hal itu, dapat dijadikan sebagai wahana untuk mengkonstruksi strategi perusahaan, terutama terkait dengan upaya memposisikan diri di tengah lingkungan masyarakat yang semakin maju kepentingannya (Hadi, 2011)
Legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan yang
ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial, dan reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan (Dowling dan Pfeffer, 1975). Menurut Gray, Kouhy dan Lavers (1994) (dalam Ghozali, dkk 2014), legitimasi dan teori stakeholder merupakan perspektif teori yang berada dalam kerangka teori ekonomi politik. Karena pengaruh masyarakat luas dapat menentukan alokasi sumber keuangan dan sumber ekonomi lainnya,
perusahaan cenderung menggunakan kinerja berbasis lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan untuk membenarkan atau melegitimasi aktivitas perusahaan di mata masyarakat.
Di dalam masyarakat yang dinamis, tidak ada sumber power institusional dan
kebutuhan terhadap pelayanan yang bersifat permanen. Oleh karena itu suatu institusi harus lolos uji legitimasi dan relevansi dengan cara menunjukkan bahwa masyarakat memang memerlukan jasa perusahaan dan kelompok tertentu yang memperoleh manfaat dari penghargaan yang diterimanya betul-betul mendapat persetujuan masyarakat. (Ghozali, dkk 2014).
Menurut Deegan (2000) (dalam Ghozali, dkk 2014) bentuk eksplisit dari
kontrak sosial adalah persyaratan legal, sementara bentuk implisitnya adalah harapan masyarakat yang tidak tercantum dalam peraturan legal (uncodified community expectation). Ada tiga alasan yang menyebabkan terjadinya korelasi yang tidak sempurna antara hukum dan norma / nilai sosial (Dowling dan Pfeffer, 1975). Pertama, meskipun hukum sering dianggap sebagai refleksi dari norma dan nilai sosial, sistem hukum formal mungkin terlalu lambat dalam mengadaptasi perubahaan norma dan nilai sosial di masyarakat. Kedua, sistem legal didasarkan pada konsistensi sedangkan norma mungkin kontradiktif (contradictory). Ketiga, masyarakat mungkin mentolerir perilaku tertentu tapi tidak menginginkan perilaku tersebut tercantum dalam aturan
hukum.
Ketika ada perbedaan antara nilai-nilai yang dianut perusahaan dengan nilai-
nilai masyarakat, legitimasi perusahaan akan berada pada posisi terancam (Lindblom, 1994 dalam Dowling dan Pfeffer, 1975). Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dengan nilai-nilai sosial masyarakat sering dinamakan “legitimacy Gap” dan dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melanjutkan kegiatan usahanya (Dowling dan Pfeffer, 1975). Legitimacy gap dapat terjadi karena tiga alasan:
a. Ada perubahan dalam kinerja perusahaan tetapi harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan tidak berubah.
b. Kinerja perusahaan tidak berubah tetapi harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan telah berubah.
c. Kinerja perusahaan dan harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan
berubah ke arah yang berbeda, atau ke arah yang sama tetapi waktunya
berbeda.
Namun demikian harus diingat bahwa keberadaan dan besarnya legitimacy gap bukanlah hal yang mudah ditentukan. Yang penting adalah bagaimana perusahaan berusaha memonitor nilai-nilai perusahaan dan nilai-nilai sosial masyarakat dan mengidentifikasi kemungkinan munculnya gap tersebut.

Tidak ada komentar: