Sabtu, 24 Oktober 2020

Teori Legitimasi (skripsi dan tesis)

 Teori legitimasi merupakan teori berbasis sistem yang telah berkembang selama tiga dekade terakhir ini (Conway dan Patricia, 2008). Hal ini didasarkan pada konsep bahwa suatu organisasi diasumsikan memiliki pengaruh dan dipengaruhi oleh masyarakat di mana organisasi tersebut beroperasi (Deegan, 26 2001). Dalam konsep tersebut ditegaskan bahwa organisasi berusaha untuk beroperasi dalam batas dan norma yang ada dan ingin memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan mendapat legitimasi dari masyarakat (Conway dan Patricia, 2008). Legitimasi mempengaruhi seseorang dalam memahami dan bertindak terhadap suatu organisasi. Organisasi yang dianggap sah atau legitimate, lebih dipandang sebagai organisasi yang dipercaya, layak, bermakna dan memiliki prediksi. Selain itu, organisasi dianggap lebih legitimate bilamana organisasi tersebut mudah untuk dimengerti, bukan hanya sekedar diinginkan. Lebih lanjut, Suchman (1995) mendefinisikan legitimasi sebagai persepsi atau asumsi umum di mana tindakan sebuah entitas merupakan tindakan yang diinginkan, layak/pantas, atau sesuai dengan beberapa sistem yang dibangun secara sosial berupa norma, nilai, kepercayaan dan ketentuan-ketentuan. a generalised perception or assumption that the actions of an entity are desirable, proper, or appropriate within some socially constructed system of norms, values, beliefs and definitions (Suchman, 1995:574). 
Gardner and Martinko (1988) mengatakan bahwa suatu perusahaan akan secara aktif mencari image (melakukan pencitraan) yang positif dan menghindari image yang negatif. Pencitraan ini dapat dilakukan melalui “impression management” (Marcus and Goodman 1991) baik yang bersifat symbolic (melakukan sesuatu yang baik hanya secara simbolis) maupun substantive (melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak sekedar simbolisme) (Fitriany, 2009). Hal ini berkaitan dengan usaha perusahaan dalam memperoleh legitimasi dari masyarakat. Oleh karena itu, teori legitimasi benar-benar memberikan saran bagi perusahaan untuk membangun kesesuaian nilai sosial yang diterapkan oleh  perusahaan dengan norma yang berlaku di masyarakat (Lindblom, 1983 dalam Chariri dan Nugroho 2009). Namun demikian, ketika ada perbedaan antara nilai-nilai yang dianut perusahaan dengan nilai-nilai masyarakat, legitimasi perusahaan akan berada pada posisi terancam (Lindblom 1994; Dowling dan Pfeffer 1975 dalam Chariri 2006). Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dengan nilai-nilai sosial masyarakat tersebut dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melanjutkan kegiatan usahanya. Hal ini yang sering dinamakan legitimacy gap atau kesenjangan legitimasi. O‟Donovann (dikutip oleh Conway dan Patricia, 2008) mendefinisikan legitimacy gap sebagai “perincian dari kontrak sosial yang terjadi ketika tindakan dan aktivitas organisasi berbeda dari harapan masyarakat dan persepsi bagaimana organisasi harus menjalankan usahanya.” “A legitimacy gap is a breakdown of the “social contract” which occurs when the actions and activities of the organisation differ from society’s expectations and perceptions of how the organisation should conduct its business.” (O‟Donovan, 2002). Legitimasi dapat diperoleh melalui strategi komunikasi dengan mengirimkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya (Shockley-Zalabak, et. Al, 2003). Narrative text pada annual report merupakan media yang tepat digunakan perusahaan dalam hal memperoleh legitimasi. Hal ini diperkuat oleh Aerts (1994) yang mengatakan bahwa narrative text merupakan salah satu alat yang dapat digunakan manajemen perusahaan untuk membuat aktivitas dan hasil dari perusahaan tersebut terlihat legitimate

Tidak ada komentar: