Freud (dalam Alwisol, 2011:19) menjelaskan narsisme adalah cinta kepada diri
sendiri, sehingga cinta yang dibarengi kecenderungan narsisme menjadi
mementingkan diri sendiri. Sedangkan menurut Freud (dalam Gunawan, 2010: 35)
mengungkapkan narcissism atau fase cinta pada diri sendiri atau fase ego formation
(fase perhatian terhadap diri sendiri ), orang yang narsis kagum terhadap dirinya
sendiri, ia sering berdiri di depan kaca untuk memperhatikan kecantikannya atau
kecakapannya.
Santrock (2011:437) menjelaskan narsisme adalah pendekatan terhadap
oranglain yang berpusat pada diri (self-centered) dan memikirkan diri sendiri (selfconcerned). Biasanya pelaku narsisme tidak menyadari keadaan aktual diri sendiri
dan bagaimana orang lain memandangnya. Ketidaktahuan ini menimbulkan masalah
penyesuaian pada mereka. Pelaku narsisme sangat berpusat pada dirinya, selalu
menekankan bahwa dirinya sempurna (self-congratulatory), serta memandang
keinginan dan harapannya adalah hal yang penting.
18
Lebih lanjut Nevid, J, Rathus, S. & Greene B (2005:283) menjelaskan orang
dengan gangguan kepribadian narsistik (narscissistic personality disorder) memiliki
rasa bangga atau keyakinan yang berlebihan terhadap diri mereka sendiri dan
kebutuhan yang ekstreem akan pemujaan. Mereka membesar-besarkan prestasi
mereka dan berharap orang lain menghujani mereka dengan pujian. Mereka
mengharapkan orang lain melihat kualitas khusus mereka, bahkan saat prestasi
mereka biasa saja. Dan mereka menikmai bersantai dibawah sinar pemujaan, mereka
kurang memiliki empati pada orang lain, ingin menjadi pusat perhatian, dan mereka
memiliki pandangan yang jauh lebih membanggakan tentang diri mereka sendiri.
Kartono (2000:64-65) narsisme adalah cinta diri yang ekstrim, menganggap diri
sendiri sangat superior dan sangat penting, ada extreem self importancy. Perhatian
yang sangat berlebihan kepada diri sendiri, dan kurang adanya perhatian pada orang
lain. Jadi, menganggap diri sendiri paling pandai, paling cantik, paling hebat, paling
berkuasa, paling bagus, dan paling segalanya.
Menurut Kaplan, dkk (1997: 260) orang dengan gangguan kepribadian narsisme
ditandai oleh meningkatnya rasa kepentingan diri dan perasaan kebesaran yang unik.
Orang dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki perasaan kebesaran akan
kepentingan dirinya. Mereka menganggap dirinya sendiri sebagai orang yang khusus.
Mereka menangaapi kritik secara buruk dan menjadi marah sekali jika ada orang
yang berani mengkritik mereka, atau mereka mungkin tampak sama sekali acuh tak
acuh terhadap kritik. Mereka tidak mampu menunjukkan empati, dan mereka
berpura-pura simpati hanya untuk mencapai kepentingan mereka sendiri. Mereka
19
senang memanfa’atkan orang lain. Memiliki harga diri yang rapuh dan rentan
terhadap depresi. Kesulitan dalam hubungan interpersonal.
Menurut Davison, dkk (2006:586-587) orang-orang dengan gangguan
kepribadian narsistik memiliki pandangan berlebihan mengenai keunikan dan
kemampuan mereka, mereka terfokus dengan berbagai fantasi mengenai
keberhasilan, mereka menghendaki perhatian dan pemujaan berlebihan dan yakin
bahwa mereka adalah orang-orang yang istimewa, hubungan interpersonal mereka
terhambat karena kurangnya empati, mempunyai perasaan iri dan arogansi serta
memanfa’atkan orang lain, merasa berhak mendapatkan segala sesuatu, tidak pernah
berhenti mencari perhatian dan pemujaan, sangat sensitif terhadap kritik dan sangat
takut pada kegagalan. Terkadang mereka mencari orang yang dapat mereka idealkan
karena mereka merasa kecewa pada diri sendiri, namun secara umum mereka tidak
mengizinkan siapa pun memiliki hubungan dekat yang tulus dengan mereka dan
hubungan pribadi mereka hanya sedikit dan dangkal.
Jadi, yang di maksud dengan narsisme adalah mencintai dan berpusat kepada diri
sendiri, mementingkan diri sendiri kemudian bermanifestasi pada tingkaah lakunya.
Orang yang narsisme meminta pengaguman dan pemujaan mengenai kehebatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar