Pada awalnya orang berpendapat bahwa budaya organisasi yang sudah
ditanamkan oleh pendiri dan sekaligus pemimpin tidak dapat atau sulit untuk
berubah. Namun, perkembangan menunjukan bahwa perubahan budaya
bukannlah suatu hal yang tidak mungkin. Bahkan apabila terjadi perubahan
lingkungan, melakukan perubahan adalah suatu keharusan apabila tidak ingin
tertinggal dalam perkembangan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa kinerja
organisasi akan meningkat karena adanya perubahan budaya organisasi.
Perubahan budaya organisasi di suatu sisi dapat meningkatkan kinerja,
namun di sisi lain dapat pula mengalami kegagalan apabila tidak dipersiapkan dan
dikelola dengan benar. Namun, apabila tidak dilakukan perubahan budaya
organisasi, sedangkan lingkungan berubah, dapat dipastikan mengalami
kegagalan. Paling tidak perubahan harus dilakukan untuk dapat mempertahankan
diri dari tekanan persaingan.
Adappun Terrence E. Deal dan Allan A. Kennedy dalam Wibowo
(2010:229) mengemukakan adanya situasi di mana manajemen puncak harus
mempertimbangkan perlunya membentuk kembali budayanya, yaitu :
1. “Ketika lingkungan sedang mengalami perubahan fundamental dan
perusahaan sangat didorong oleh nilai-nilai. Nilai-nilai tradisional
akan dibawa pada penurunan serius.
2. Ketika industri sangat kompetitif dan lingkungan berubah cepat.
Perusahaan harus membangun budaya yang memberikan perhatian
besar pada perubahan.
3. Ketika perusahaan sedang-sedang saja atau menjadi lebih buruk.
Perusahaan harus membangun kembali komitmen bersama pada
kesejahteraan perusahaan, dikaitkan dengan keberatan orientasi
terhadap pelayanan pelanggan.
4. Ketika perusahaan benar-benar diambang menjadi perusahaan besar.
Budaya dan nilai-nilai asli yang menyokongnya secara serius perlu
dilengkapi apabila mereka mempertahankan transisi pada lingkungan
perusahaan besar.”
Apabila perusahaan ingin berhasil menjalankan perubahan budaya
korporasi, maka diperlukan langkah bertahap sebagai berikut (Jerome Want dalam
Wibowo, 2010:235-239) :
1. “Develope a Systematic Change Plan (mengembangkan Rencana
Perubahan Sistematis)
2. Indentifying Change Leader (mengidentifikasi pemimpin
perubahan)
3. Openess to New Ideas (keterbukaan pada gagasan baru)
4. Building a Board Concensus for Change (membangun konsensus
luas untuk perubahan)
5. Eliminate Bias From The Change Process (menghilangkan bias
dari proses perubahan)
6. Individualize Change Strategies (strategi perubahan sendiri)
7. Commit Your Best People (komitmen dengan orang terbaik anda)
8. A Never-Ending Process (suatu proses tidak pernah berakhir)”
Dari langkah-langkah diatas dapat dijelaskan lebih jauh sebagai berikut :
28
1. Develope a Systematic Change Plan (mengembangkan Rencana
Perubahan Sistematis)
Ketika sebuah perusahaan melakukan perubahan budayanya, mereka
sering kali gagal menggelar rencana yang sistematis dan dapat
diperhitungkan. Sering kali mereka sekedar melompat pada
kelompok fokus tertutup atau survei dengan samar-samar tentang
apa yang telah dilakukan atau bagaimana mereka akan
melakukannya.
Rencana perubahan harus menggambarkan sasaran, jangka waktu,
orang yang perlu disertakan dalam proses, taktik untuk mengatasi
hambatan, sumberdaya yang diperlukan, persyaratan kepemimpinan
yang diperlukan, dan ukuran yang dipergunakan untuk menandai
kemajuan.
2. Indentifying Change Leader (mengidentifikasi pemimpin perubahan)
Pemimpin perubahan mungkin saja orang bijak, pekerja lama yang
mempunyai persaan tentang sejarah perusahaan maupun pengakuan
bahwa perusahaan perlu mengubah budayanya. Pemimpin perubahan
ini bisa datang dari seluruh organisasi dan mempunyai kepedulian
tinggi terhadap implikasi proses perubahan bagi organisasi.
Perusahaan harus membangun komitmen dengan orang terbaiknya
untuk memimpin perubahan. 3. Openess to New Ideas (keterbukaan pada gagasan baru)
Tim perubahan maupun organisasi yang lebih besar perlu bersikap
terbuka untuk mendengarkan gagasan baru, gagasan tersebut dapat
berupa perubahan teknologi, sistem informasi, prosedur kerja, serta
inovasi yang baru, tidak peduli berapapun besar perbedaan yang
terjadi. Karakteristik umum budaya yang menuju pada kegagalan
adalah mereka tidak terbuka pada gagasan baru, organisasi yang
menolak gagasan baru adalah merupakan pertanda sebagai organisasi
yang bersikap resisten terhadap perubahan.
4. Building a Board Concensus for Change (membangun konsensus
luas untuk perubahan)
Membangun konsensus bukan hanya sekedar kompromi untuk
mendapatkan orang melalui rapat dan yang sudah pasti bukan
kelompok fokus. Membangun konsensus memberi kesempatan orang
berbagi pandangan berbeda dan sesudah itu membawa pandangan
tersebut bersama menempa keyakinan konsensus kuat sekitar isu
budaya utama.
5. Eliminate Bias From The Change Process (menghilangkan bias dari
proses perubahan)
Bias adalah hambatan utama kinerja bisnis tetapi hanya sedikit yang
mengenal adanya perangkap dari bias. Adalah wajar bagi orang
untuk melewatkan biasnya sendiri dan menganggapnya sah.
Akibatnya, bisnis sering membuat keputusan kritis dengan
30
konsekuensi jangka panjang berdasar informasi dan sistem
keyakinan yang bias.
6. Individualize Change Strategies (strategi perubahan sendiri)
Perusahaan sering meniru perusahaan lain walaupun apa yang
mereka tiru tidak berjalan. Ini adalah addictive behavior (perilaku
kecanduan) dunia bisnis. Perilaku ini menjadi atribut kurangnya
kreativitas, takut mengambil resiko, atau kepemimpinan yang kurang
suka kebebasan.
Apa yang diperlukan adalah strategi yang bersifat individual.
Prosesnya memperhitungkan di mana perusahaan berdiri dalam
siklus perubahan bisnis, kondisi kompetitif eksternal, umur dan
sejarah perusahaan, kepemimpinan dan gaya manajemen, tujuan
masa depan, masalah dan tantangan yang dihadapi dan terutama
budaya sekarang.
7. Commit Your Best People (komitmen dengan orang terbaik anda)
Hasil terbaik hanya dapat diperoleh apabila perusahaan mendapatkan
komitmen dari orang terbaiknya terhadap proses. Kredibilitas proses
terletak terbesar pada reputasi dan kompetensi orang yang
memimpin proses pembangunan budaya.
8. A Never-Ending Process (suatu proses tidak pernah berakhir)
Pembangunan budaya bukan program sekali jadi, dengan titk akhir
definitif. Merupakan proses yang sedang berjalan dan harus dijaga
teteap bergerak dengan perubahan eksternal di pasar. Terlalu banyak
31
perusahaan takut melakukan proses perubahan budaya karena tidak
memahami tentang arti pentingnya, di samping usaha yang tidak
pernah berakhir di banyak bidang di mana perusahaan berfungsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar