Dzikir berasal dari bahasa Arab, adz-dzikr yang berarti mengingat, mengucap
atau menyebut, dan berbuat baik. Jika kata dzikir dikaitkan dengan Islam, maka
memiliki pengertian :
a. Dzikir berarti mengingat dan menyebut asma Allah SWT. Misalnya dengan
membaca: tahlil/tauhid, tasbih, istighfar, atau sholawat, dan juga berdoa kepada
Allah SWT. Doa membuat manusia menyadari bahwa alam semesta dan seluruh
isinya ini milik Allah SWT, oleh karena itu untuk mewujudkan segala keinginan,
dan cita-citanya, manusia butuh pertolongan-Nya.
b. Dzikir berarti berbuat baik (beramal saleh) dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah SWT sesuai dengan yang telah diajarkan oleh Rosulullah SAW.
Beberapa di antaranya adalah: berbakti kepada orangtua; berlaku jujur; objektif;
dan adil; menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, sekalipun
tidak mengenalnya dengan baik; serta mengajak kepada kebaikan, dan melarang
terjadinya kemungkaran;
c. Dzikir merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam. Sesuai dengan surat Al – Ahzab ayat 41-42 yang artinya
"Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah kepada Allah dengan mengingat
(nama- Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu
pagi dan petang." (QS. 33/Al-Ahzab: 41-42)” Menurut Al Munawir (2002), dzikir dari segi bahasa berasal dari kata “dzakara- yadzkurudzikran” yang berarti menyebut, mengingat dan memberi nasihat. Dalam arti
umum, dzikrullah adalah perbuatan mengingat Allah dan keagungan-Nya yang meliputi
hampir semua bentuk ibadah dan perbuatan baik seperti tasbih, tahmid, shalat,
membaca Al-Qur’an, berdoa, melakukan perbuatan baik dan menghindarkan diri dari
kejahatan. Dalam arti khusus, dzikrullah adalah menyebut nama Allah sebanyak- banyaknya dengan memenuhi tata tertib, metode, rukun dan syarat-syaratnya (Syafi’i,
2005). Dalam pernyataan Hawari (2002), maka dzikir adalah mengingat Allah dengan
segala sifat-sifatNya, pengertian dzikir tidak terbatas pada bacaan dzikir itu sendiri
(dalam arti sempit), melainkan meliputi segala bacaan, shalat, ataupun perilaku
kebaikan lainnya sebagaimana yang diperintahkan dalam agama.
Menurut Askat (2002), dzikir adalah segala sesuatu atau tindakan dalam rangka
mengingat Allah SWT, mengagungkan asma-Nya dengan lafal-lafal tertentu, baik yang
dilafalkan dengan lisan atau hanya diucapkan dalam hati saja yang dapat dilakukan di
mana saja tidak terbatas pada ruang dan waktu. Djubair (2003) menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan dzikir itu adalah semua ketaatan yang diniatkan karena Allah
SWT, hal ini berarti tidak terbatas masalah tasbih, tahlil, tahmid dan takbir, tapi semua
aktifitas manusia yang diniatkan kepada Allah SWT. Nawawi (2005), dalam kitab al- Adzkar berpendapat bahwa sesungguhnya keutamaan dzikir tidak terhingga, baik
tasbih, tahmid, tahlil, takbir maupun kalimat yang lain, bahkan semua amal dalam
rangka taat kepada Allah termasuk aktivitas dzikrullah.
Haryanto (Sangkan,2010) menyatakan bahwa, dzikir sebenarnya merupakan salah
satu bentuk meditasi transendental, ketika seseorang khusuk, objek pikir atau stimulasi
tertuju pada Allah. Menurut Zohar (Sangkan, 2010) Transenden merupakan sesuatu
yang membawa individu mengatasi masa kini, mengatasi rasa suka atau duka, bahkan
mengatasi rasa diri individu saat ini. Dzikir ialah mengingat nikmat-nikmat Tuhan.
Lebih jauh, berdzikir meliputi pengertian menyebut lafal-lafal dzikir dan mengingat
Allah dalam setiap waktu, takut dan berharap hanya kepada-Nya, merasa yakin bahwa
diri manusia selalu berada di bawah kehendak Allah dalam segala hal dan urusannya
(Shiddieqy, 2014).
Menurut Hawari (2003) dalam Surat al-Ra’d ayat 28, yang artinya
“Mengingat (dzkir) kepada Allah maka hati menjadi tenteram”. Dzikir sebagai metode mencapai ketenangan hati dilakukan dengan tata-cara tertentu.
Dzikir dipahami dan di ajarkan dengan mengucapkan kalimat-kalimat thayyibah secara
keras (dzikir jahr) maupun dengan suara yang lembur( dzikir shir) , dan dengan
kalimat-kalimat thayyibah yang memfokus, dari kalimat syahadat La ilaha illa Allah
ke lafazh Allah dan sampai ke lafazh hu.
Terapi dzikir adalah salah satu bentuk psikoterapi yang mengandung unsur
spritual, kerohanian, keagamaan, yang dapat membangkitkan harapan, kepercayaan
dalam diri hingga terciptanya kestabilan jiwa (Hawari, 2013). Kondisi spiritualitas
dalam suatu kehidupan memiliki peranan penting dalam mengatasi kecemasan
menghadapi tantangan hidup. Spiritualitas tidak selalu terikat dengan denominasi
agama, tetapi digambarkan sebagai pencarian makna kepercayaan pada kekuatan yang
maha besar, atau perasaan yang berhubungan dengan segala hal tentang cinta,
kedamaian serta kenyamanan(Leasy,M.2016). Dengan berdzikir, manusia akan
menyadari bahwa ada kekuasaan dari segala yang ada di dunia ini, yaitu Allah SWT.
Oleh karena itu, dalam mewujudkan segala yang diinginkan dan diharapkan, manusia
membutuhkan pertolongan-Nya. Dzikir dapat pula berarti berbuat baik atau beramal
saleh guna mendekatkan diri kepada Allah SWT sesuai dengan yang telah diajarkan
oleh Rasullullah saw, misalnya dengan berbakti kepada orang tua, berlaku jujur,
melakukan kebaikan dan menghindari kemungkaran. Kekuatan dzikir sangat dahsyat
bagi kehidupan. Dzikir merupakan salah satu bentuk komitmen keberagamaan
seseorang. Dzikir juga merupakan kunci ketenangan jiwa, karena menyadari bahwa
semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan akan kembali pada Allah.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dzikir
merupakan suatu bentuk ibadah (sholat, doa, membaca Alqur’an) dan perbuatan baik
yang diniatkan hanya kepada Allah, sedangkan terapi dzikir adalah salah satu
psikoterapi yang mengandung unsur spiritual yang dapat membangkitkan harapan,
kepercayaan dalam diri hingga terciptaanya kestabilan jiwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar