Kematian perinatal (perinatal loss) adalah kematian janin dalam rahim pada usia
kehamilan > 20 minggu dan berat janin > 500 gram (kamus kebidanan, 2014). Menurut
Manuaba (2007) perinatal loss adalah kematian janin sejak berumur di atas 20 minggu
dalam uterus, kematian bayi baru lahir serta kematian bayi yang berumur 7 hari di luar
kandungan. Menurut American Academy of Family Physician (2007) mengemukakan
bahwa perinatal loss merupakan kehamilan yang berakhir secara tiba-tiba ditandai
dengan kematian fetus.
Kematian perinatal (perinatal loss) dibagi atas 4 macam penyebab secara etiologi
yaitu (a) Fetal, penyebabnya 25-40% seperti anomali atau malformasi kongenital
mayor, kelainan kromosom, janin yang hiperaktif, serta adanya infeksi akibat virus
maupun bakteri; (b) Placental, penyebabnya 25-35% seperti abruption, kerusakan tali
pusat, infeksi plasenta serta selaput ketuban, plasenta previa, pendarahan janin ke ibu;
(c) Maternal, penyebab 5-10%nya seperti diabetes melitus, hypertensi, ruptus uterus
dan adanya trauma pada ibu, epelepsi, anemia berat; (d) Sekitar 10 % kematian janin
tetap tidak dapat dijelaskan.
Krakovsky (2006) mengemukan bahwa kehamilan tidak berhasil sampai ke
persalinan hampir selalu menimbulkan shock. Peristiwa tersebut dapat menimbulkan
trauma fisik maupun psikologis. Menurut Khon &Moffit (2002) , perinatal loss dapat
membuat individu shock, denail, stres, cemas, grief serta depresi . Ibu dengan kasus
perinatal loss akan mengalami fase grief. Grief merupakan istilah yang
mengindikasikan reaksi alamiah yang terjadi pada individu akibat kehilangan (baik
berupa primary losses/actual losses maupun secondary losses/symbolic losses) yang
meliputi reaksi fisik, psikologis (emosi dan kognisi), perilaku, sosial dan spiritual
(Harvey dalam Fahransha, 2008). Kondisi objektif individu yang mengalami
kehilangan seseorang yang berharga bagi individu tersebut dikenal dengan istilah
bereavement sedangkan mourning/grief work adalah respon kehilangan dan duka cita
sebagai usaha mengatasinya dan respon untuk belajar hidup dengan apa yang telah
terjadi (Nabe & Corr, 2009).
Dalam pernyataan lain disebutkan bahwa grief atau rasa berduka cita merupakan
reaksi terhadap kehilangan seseorang dimana individu tersebut mengalami penderitaan
emosional akibat sesuatu atau seseorang yang dicintai atau memiliki harapan besar
telah menghilang (Smith dalam Lim, 2013). Konsep grief telah seringkali dibahas pada
berbagai literatur yang berhubungan dengan berbagai peristiwa kehilangan dalam hidup
seseorang, seperti kematian dan pemutusan ikatan emosional yang penting. Menurut
Santrock (2007), duka cita (grief) adalah kelumpuhan emosional, tidak percaya,
kecemasan akan berpisah, putus asa, sedih, dan kesepian yang menyertai disaat
individu kehilangan orang yang dicintai. Grief, menurut Papalia dkk (2008) ialah
kehilangan, karena kematian seseorang yang dirasakan dekat dengan yang sedang
berduka dan proses penyesuaian diri kepada kehilangan. Grief menurut Chaplin (2014)
adalah suatu keadaan emosi yang tidak menyenangkan disertai rasa menderita, dikutin
dengan sedu sedan serta tangisan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar