Kamis, 30 April 2020

Menjadi Proaktif Terhadap Perubahan (skripsi dan tesis)

 Ada dua teori perubahan dalam organisasi yaitu teori E (economic value) dan teori 0 (organizational capabilities), teori E bersifat top-down sedangkan teori 0 bersifat bottom-up (Beer dan Nohria, 2000 dalam Beer, 2001). Tujuan utama dari teori E adalah untuk memaksimalkan nilai ekonomis organisasi dengan perencanaan yang terprogram dan memfokuskan pada struktur dan sistem. Oleh karena itu, peran pimpinan atau manajer tingkat atas memainkan peran sebagai pengendali utama. Teori ini menunjukan bahwa proses perubahan dilakukan berdasarkan rencana yang telah disusun oleh manajer tingkat atas tanpa melibatkan manajer tingkat bawah atau pekerja. Tentu saja proses perubahan berdasarkan teori ini sangat berpotensi melahirkan penolakan terhadap perubahan karena sifatnya yang sentralistik. Teori 0 memandang bahwa proses perubahan dilakukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kapabilitas organisasi dengan melibatkan seluruh lapisan organisasi sehingga fokus utamanya adalah budaya organisasi. Perencanaan disusun lebih fleksibel sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan internal maupun eksternal organisasi. Perubahan yang dilakukan berdasarkan teori ini cenderung sedikit melahirkan penolakan karena sifatnya yang partisipatif. Pimpinan organisasi harus memperhatikan suara atau aspirasi bawahannya tentang proses perubahan yang akan dilakukan dan melakukan sosialisasi tentang visi dan misi perubahan yang akan dilakukan. Teori 0 yang bersifat partisipatif ini mendorong setiap orang dalam organisasi untuk: berperan dalam setiap proses perubahan, hal ini berarti setiap orang adalah agen perubahan yang memiliki karakter proactive to change. Implikasinya adalah proses perubahan bisa berawal dari individu. Perubahan yang dilakukan pada lingkup yang luas seperti budaya organisasi cenderung untuk menghasilkan penolakan dan biaya yang dikeluarkan akan relatif sangat besar, karena perubahan pada level budaya akan mengakibatkan perubahan pada sistem, struktur, proses, dan kebijakan secara simultan. Terlebih lagi bila perubahan tersebut tidak didukung oleh perencanaan yang matang dan sumberdaya yang menunjang, akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Argumentasi ini bukan berarti menyalahkan atau menolak proses perubahan yang diawali dari budaya organisasi, hanya saja perIu pertimbangan yang mendalam untuk melakukan proses perubahan secara revolutif. Namun demikian, perubahan secara revolutif dapat dilakukan pada level individu atau iklim dalam organisasi yaitu dengan melakukan interaksi antar individu untuk memotong rutinitas pekerjaan yang menjadi salah satu sumber resistensi perubahan organisasi. Revolusi iklim pekerjaan dapat dilakukan dengan inisiatif untuk melakukan peran yang lebih besar (extrarole) sehingga perubahan dapat tercipta. Salah satu peran tambahan yang dapat dilakukan adalah taking charge yang memiliki orientasi perubahan dan berfokus pada kemajuan organisasi (Morrison dan Phelps, 1999). Taking charge adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh seorang pekerja diluar peran formalnya yang dilakukan secara sukarela dengan usaha konstruktif dan berkaitan dengan pekerjaan di lingkup unit organisasinya. Orang-orang yang bersedia untuk mengambil peran tambahan bagi pekerjaanya memiliki tanggung jawab yang besar terhadap organisasi dan memiliki self efficacy yang tinggi (Morrison dan Phelps, 1999). Relevansinya dengan proses perubahan pada level iklim organisasi adalah bahwa setiap individu memiliki potensi untuk mengambil peran tarnbaban yang dibutuhkan organisasi untuk memulai proses perubahan dengan memotong rutinitas pekerjaan sehingga akan 128 tertanam dalam diri setiap individu rasa tanggung jawab untuk memajukan organisasinya. Hal ini akan mendorong setiap pekerja untuk selalu melakukan perubahan (proactive to change) agar aktivitas yang dilakukannya dapat sesuai dengan tuntutan organisasi dan lingkungan eksternalnya. Iklim perubahan yang tercipta pada level individu atau unit ini merupakan langkah awal bagi organisasi untuk menciptakan budaya perubahan dalam lingkup yang lebih luas lagi. Membudayakan perubahan (culturing the change), itulah sasaran utama organisasi seharusnya agar selalu dapat segera menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang terjadi. Perubahan yang efektif akan tercapai bila organisasi mampu menciptakan dan mempertahankan iklim dan budaya yang baru (Sclmeider et.al, 1996), yaitu budaya untuk berubah

Tidak ada komentar: