Membudayakan perubahan berarti memanfaatkan seluruh sumberdaya dan
potensi organisasi untuk menghadapi perubahan lingkungan yang dinamis atau
menjadikan organisasi memiliki bargaining power sehingga memiliki kekuatan untuk
proactive to change. Membudayakan perubahan berarti rnenjadikan setiap individu
dalam organisasi bernilai dan menjadikannya sebagai sumber perubahan yang penting,
membudayakan perubahan juga berarti menanamkan paradigma bahwa setiap orang
adalah agen perubah dan memiliki peran yang strategis untuk pertumbuhan dan
perkembangan organisasi. Budaya organisasi yang di dalamnya terdapat nilai-nilai
perubahan akan lebih mudah untuk menghadapi dinamisasi lingkungan dengan
menghasilkan kreativitas dan inovativitas yang barn. Pada intinya membudayakan
perubahan adalah menanamkan spirit of the change pada setiap individu dalam
organisasi. Semangat perubahan dapat dilakukan dengan melakukan sharing knowledge,
memberikan penghargaan kepada setiap individu (appreciating capabilities), dan
melakukan setiap aktivitas untuk kepentingan organisasi.
1. Sharing knowledge
Pengetahuan merupakan informasi yang relevan, dapat diaplikasikan dan
sebagian didapatkan melalui pengalaman (Leonard dan Sensiper), pengetahuan dapat
berbentuk nyata (explicit) dan abstrak (implicit). Pengetahuan yang berbentuk abstrak
dinamakan tacit knowledge yaitu pengetahuan atau informasi yang sukar untuk
diartikulasikan atau dinyatakan secara verbal, biasanya didapatkan melalui
pengalaman (Lubit, 2001; Berman et.al, 2002). Berman et.al (2002) menyatakan
bahwa tacit knowledge merupakan sumberdaya penting bagi banyak organisasi
untuk mencapai keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Organisasi harus memiliki
knowledge yang bersifat khusus dan sukar untuk ditiru oleh organisasi lain dan dalam
waktu yang bersamaan harus menghasilkan pengetahuan yang baru agar dapat
unggul dari para pesaingnya (lubit, 2001).
Tacit knowledge memiliki karakter yang sulit ditiru karena terbentuk dari
pengalaman individu. Tacit knowledge hanya dapat dirasakan rnanfaatnya
dengan melakukan interaksi (sharing) antar individu dalam waktu yang tidak pendek.
Interaksi antar individu penting untuk dilakukan karena masing-masing orang
merniliki tacit knowledge yang berbeda-beda, hal ini bisa menjadi sebuah keunggulan
organisasi bila tacit knowledge mampu dijadikan kompetensi inti sebuah organisasi. Lubit
129
(2001) menyebutkan tiga cara untuk mengubah tacit knowledge menjadi kompetensi inti
sebuah organisasi yaitu dengan melakukan kerjasama dengan para pakar dan pe1atih
dalam pekerjaan, membangun jaringan dalam organisasi dan bekerja berdasarkan
tim atau kelompok, dan melakukan pencatatan terhadap tacit knowledge yang telah
terjadi pada masa sebelumnya.
Knowledge merupakan salah satu sumberdaya perubahan yang melekat
pada ciri seseorang dan dapat dijadikan alat untuk membudayakan perubahan dalam
organisasi karena knowledge dapat melahirkan inovasi dan kreativitas baru yang
dapat mendorong organisasi untuk berubah. Sharing knowledge mendorong individu untuk
selalu berinteraksi satu sama lain sehingga masing-masing individu dapat meningkatkan
knowledge-nya. Setiap individu harus memainkan perannya sebagai knowledge
broker yang mampu memberikan informasi dan pengetahuan pada pihak-pihak
yang belum mendapatkannya. Sharing knowledge merupakan interaksi antar individu yang
dapat merubah cara pandang seseorang tentang pentingnya perubahan dan
menumbuhkembangkan semangat untuk berubah. Sarana yang paling tepat untuk
sharing knowledge adalah dengan membentuk tim dalam organisasi, sehingga sharing
knowledge bisa terjadi antara individu atau antara tim. Tim merupakan sarana yang
tepat karena terdiri dari berbagai individu dengan knowledge yang berbeda dan
diharapkan dari interaksi di dalam tim tersebut tercipta ide-ide baru yang dapat
digunakan untuk memenuhi tuntutan perubahan lingkungan ekstemal. Hitt (2000)
menyebutkan bahwa multicultural work teams merupakan sarana yang sesuai untuk
menciptakan budaya yang inovatif karena tim ini terdiri dari individu dengan
pendekatan pemecahan masalah yang beragam.
Metode pengajaran (teaching) dilakukan oleh Ford Motor Company dibawah
kepemimpinan Jacques Nasser sebagai sarana untuk sharing knowledge (Wetlaufer, 1999).
Setiap individu dapat menjadi teacher dengan menuangkan segala ide dan gagasan yang
dapat memajukan organisasinya, karena pada dasarnya setiap individu memiliki potensi
untuk memberikan masukan kepada organisasi tentang bagaimana organisasi harus
berubah dan melakukan perubahan. Tentu saja ide dan gagasan yang diberikan dicurahkan
tersebut sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas masing-masing individu. Pengalaman
adalah guru pada masing-masing individu dan akan bermanfaat bila diajarkan kepada
orang lain sehingga menjadi sebuah pengalaman baru yang lama- kelamaan akan
terakumulasi menjadi knowledge yang bernilai.
2. Memberikan penghargaan kepada individu
Perusahaan mobil BMW merupakan salah satu organisasi dengan tingkat
inovativitas yang tinggi karena setiap orang dituntut untuk terus berkreasi. Pekerja di
BMW memiliki semangat yang tinggi untuk menghasilkan inovasi karena mereka
merasa bahwa setiap bagian dari mobil BMW merupakan hasil dari karyanya.
Appreciating, itulah kuncinya sehingga inovasi yang dihasilkan tidak pemah berhenti.
Setiap individu terus berusaha untuk menghasilkan sesuatu yang baru, mereka terbiasa
dengan perubahan karena tanpa berubah mereka akan kalah oleh pesaingnya. Kreativitas
dapat lahir bila organisasi memberikan tantangan kepada individu, selain itu organisasi
juga harus memberikan kebebasan, mendukung dengan sumberdaya yang dimiliki, dan
melibatkannya dalam sebuah tim (Amabile, 1998).
Appreciating berarti manajemen tingkat atas harus melakukan interaksi
130
dengan pekerja di tingkat bawah. Pimpinan harus menyadari bahwa sumber perubahan
bisa berasal dari setiap lapis an organisasi. Menanyakan sesuatu kepada individu
sesuai dengan kapasitas dan keahliannya merupakan salah satu cara untuk
menghargai keberadaannya dan langkah yang efektif untuk membudayakan perubahan.
Ide-ide yang berasal dari setiap individu dalam organisasi merupakan sumber perubahan
yang sangat berharga, karena ide-ide tersebut berasal dari kalangan bawah yang
biasanya menggambarkan keadaan organisasi sesungguhnya. Memberikan penghargaan
kepada individu karena kontribusinya terhadap organisasi berarti juga memberikan
motivasi untuk bekerja lebih baik lagi sehingga dapat menghasilkan kreativitas baru.
3. Melakukan aktivitas untuk kepentingan organisasi
Membudayakan perubahan dapat dilakukan dengan merubah cara pandang
setiap individu dalam melakukan aktivitasnya. Rasa kepemilikan organisasi harus
ditanamkan dalam setiap pikiran orang (sense of belonging for organization), bahwa
setiap aktivitas yang dilakukan adalah untuk kepentingan dan kemajuan organisasi.
Penanaman paradigma ini sangat penting untuk menghindari kecenderungan status quo
yang dapat menghinggapi pikiran setiap individu. Rasa kepemilikan yang besar terhadap
organisasi akan menciptakan individu yang cerdas dan kreatif karena mereka akan
berusaha sesuai dengan peran dan kemampuannya untuk menghasilkan ide dan
gagasan yang dapat menjadikan organisasi tumbuh dan berkembang. Selain itu
mereka juga akan mempersiapkan generasi penerus yang dapat melanjutkan
kehidupan organisasi pada masa mendatang.
Rasa kepemilikan yang tinggi terhadap organisasi akan melahirkan toxic
handler yaitu individu yang mampu dan bersedia berkorban untuk menyelesaikan
permasalahan yang terjadi dalam organisasi (Frost dan Robinson, 1999). Toxic handler
selalu berusaha untuk meringankan permasalahan yang terjadi dalam organisasi dengan
mendengarkan secara empati, memberikan solusi, memberikan kepercayaan diri pada
orang lain dan mampu untuk mempermudah permasalahan dengan bahasa yang
sederhana. Toxic handler memainkan peran yang penting pada proses perubahan
yang dilakukan, terutama untuk menghadapi pihak-pihak yang menolak perubahan.
Membudayakan perubahan berarti menciptakan toxic handler agar dampak dari
perubahan tidak terlalu menyakitkan bagi organisasi. Selain itu, rasa kepemilikan terhadap
organisasi juga akan menghasilkan perilaku politik yang dimaksudkan untuk
kepentingan bersama, bukan semata untuk kepentingan individu. Political skill merupakan
keahlian individu yang mengkombinasikan kesadaran sosial dengan kemampuan
berkomunikasi dengan baik. Individu dengan political skill yang tinggi akan mampu
mengendalikan emosinya dan mudah melakukan penyesuaian dengan lingkungan sosial
yang berbeda (Ferris et.al, 2000). Political skill berkaitan dengan kebanggaan individu
terhadap nilai-nilai yang ada dalam organisasi dan kepekaan sosial dari interaksi yang
dilakukan antar individu. Hal ini menunjukan bahwa membangun budaya perubahan
dapat dilakukan bila aktivitas politik yang dilakukan setiap individu dilakukan untuk
kepentingan organisasi dan mempertimbangkan interaksi dengan individu lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar