Manajemen perubahan (Management of Change) adalah suatu proses secara
sistematis dalam menerapkan pengetahuan sarana dan sumberdaya yang diperlukan
untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang terkena dampak proses tersebut
(Potts dan LaMarsh 2004 : 16) dalam (Wibowo 2005 : 241). Management of Change
adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena
terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan dapat terjadi karena sebab-sebab
yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut. Management of Change
adalah suatu proses yang sistematis dengan menerapkan pengetahuan, sarana dan
sumber daya yang diperlukan organisasi untuk bergeser dari kondisi sekarang menuju
kondisi yang diinginkan, yaitu menuju ke arah kinerja yang lebih baik dan untuk
mengelola individu yang akan terkena dampak dari proses perubahan tersebut.
Manajemen perubahan ditunjuukan untuk memberikan solusi bisnis yang diperlukan
dengan sukses dengan cara yang terorganisasi dan denga metode melalui pengelolaan
dampak perubahan pada orang yang terlibat didalamnya. Sementara itu perubahan
selalu dimulai dengan inisiatif pandangan pada hasil positif. Hambatan paling umum
untuk keberhasilan perubahan adalah resistensi manusia.
Menurut Wibowo (2005 : 242) pendekatan dalam management of change adalah,
pertama : mengidentifikasi siapa, di antara mereka yang terkrna dampak perubahan,
yang mungkin menolak perubahan; kedua, menelusuri sumber, tipe dan tingkat
resistensi perubahan yang mungkin ditemukan; ketiga, mendesain strategi yang
efektif untuk mengurangi resistensi tersebut. Dengan manajemen perubahan, dapat
memperkirakan jumlah resistensi yang mungkin terjadi dan waktu serta uang yang
diperlukan berkaitan dengan resistensi. Hal ini memungkinkan orang yang harus
melakukan perubahan mengukur faktor penting, sperti apakah perubahan berharga
utuk dilakukan dan seberapa kemungkinan keberhasilan yang diperoleh. Memahami
mengapa orang menolak perubahan dan bagaimana mengatasi resistensi itu
merupakan inti dari manajemen perubahan.
Terdapat dua pedekatan utama untuk manajemen perubahan, yang dinamakan
planned change (perubahan terncana) dan emergent change (perubahan darurat).
Pendekatan yang dipergunakan tergantung pada kondisi lingkungan yang dihadapi.
Pada situasi tertentu planned change lebih tepat dan pada kondisi lainnya, mungkin
emergent change lebih cocok. Bullock dan Butten (2000: 271) dalam Wibowo (2005 :
246), mengatakan bahwa untuk melakukan perubahan terencana perlu dilakukan
empat fase tindakan, yaitu sebagai berikut :
1. Exploration phase (fase eksplorasi)
Dalam tahap ini organisasi menggali dan memutuskan apakah ingin membuat
perubahan spesifik dalam operasi, dan jika demikian, mempunyai komitmen
terhadap sumber daya untuk merencanakan perubahan.
2. Planning phase (fase perencanaan)
Sekali konsultan dan organisasi membuat kontrak, tahap brikutnya adalah
pemahaman masalah dan kepentingan organisasi. Proses perubahan
menyangkut pengumpulan informasi dengan maksud menciptakan diagnosis
yang tepat tentang masalahnya ; menciptakan tujuan perubahan dan
mendesain tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Action phase (fase tindakan)
Organisasi mengimplementasikan perubahan yang ditarik dari perencanaan.
4. Integration phase (fase integrasi)
Tahapan ini dimulai begitu perubahan telah sukses diimplementasikan. Hal ini
berkaitan dengan mengonsolidasi dan menstabilisasi perubahan sehingga
mereka menjadi bagian yang normal, operasi sehari-hari berjalan dan tidak
memerlukan aturan khusus atau mendorong memelihara mereka.
Selain manajemen terencana, terdapat pula pendekatan manjemen darurat
(emergent approach) yang memberikan arahan dengan melakukan penekanan pada
lima gambaran organisasi yang dapat mengembangkan atau menghalangi
keberhasilan perubahan, yaitu sebagai berikut.
1. Struktur Organisasi
2. Budaya Organisasi
3. Organisasi Pembelajar
4. Perilaku manajerial
5. Kekuatan dan politik
Pada dasarnya, perubahan darurat tidak menginginkan kelima faktor tersebut
berjalan sendiri-sendiri, tetapi memerlukan kerjasama secara sinergis dari semuanya.
Management of Change dalam organisasi publik merupakan suatu proses untuk
mengubah proses dan prosedur birokrasi publik, dan sikap serta tingkah laku birokrat
untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional atau bisa
dikatakan pengelolaan sumber daya dalam rangka mencapai tujuan organisasi dengan
kinerja yang lebih baik.
Dengan demikian Management of Change akan menjadi
panduan dasar bagi organisasi dalam menjalani masa transisi dari kondisi saat ini
menjadi kondisi yang diharapkan. Management of Change ini juga akan mengenali
persoalan yang berpotensi muncul dalam setiap proses perubahan tersebut, serta akan
menyediakan alternatif penyelesaiannya.
Perubahan yang terjadi dalam suatu organisasi biasanya seringkali direncanakan
oleh para stakeholder yang terdapat dalam organisasi tersebut yang bertujuan untuk
mengembangkan organisasi seperti yang dikemukakan oleh J. Winardi (2005:82)
bahwa suatu organisasi yang menginginkan keberhasilan harus terus-menerus
melakukan perubahan sabagai bentuk reaksi dari perkembangan-perkembangan yang
sifatnya penting, seperti kebutuhan para pelanggan, penemuan teknologikal baru dan
peraturan-peraturan pemerintah. Selain itu masih menurut J.Winardi (2005:93) yang
mengutip pernyataan Sweeney, McFarlin bahwa terdapat tipe perubahan yang
berguna bagi perkembangan suatu organaisasi, yaitu berupa perubahan strategik yang
mencakup pada postur pertumbuhan, pendekatan berbalik arah, penarikan diri dan
stabilisasi.
Dalam rangka proses perubahan tersebut, maka disusunlah strategi perubahan
yang memuat rencana dan alokasi sumber daya berdasarkan kebutuhan untuk setiap
proses perubahan. Program Management of Change menjadi salah satu faktor
suksesnya pelaksanaan reformasi birokrasi, dan dimaksudkan untuk membantu
meningkatkan capaian keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi secara efektif
dan efisien.
Menurut Wibowo (2005 :36) manajemen perubahan merupakan suatu
proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya
yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena
dampak dari perubahan tesebut.
Dapat disimpulkan bahwa Management of Change adalah proses penyejajaran
dengan perubahan, adapun tiga kondisi yang diperlukan dalam mewujudkan
perubahan yang efektif adalah :
1. Kesadaran : para stakeholders memahami dan meyakini visi, strategi dan rencana
implementasi.
2. Kapabilitas : para stakeholders meyakini bahwa mereka mampu meraih
ketrampilan yang dibutuhkan serta mampu menangani dan mengambil
keuntungan dari perubahan tersebut.
3. Keikutsertaan : para stakeholders bisa menghargai tugas dan pekerjaan baru serta
peluang untuk berperilaku dengan cara-cara baru ( sikap, ketrampilan, dan cara
kerja baru).
Pada masa awal perubahan suatu organisasi tentunya dibarengi dengan adanya
perubahan budaya yang dilakukan oleh manajemen atau bentuk pimpinan yang baru
dalam mengambil langkah-langkah untuk melembagakan budaya baru dengan
menciptakan pola-pola baru dengan berupa simbol-simbol, keyakinan-keyakinan dan
struktur-struktur.
Menurut Moh. Pabundu Tika (2010 : 77) diperlukan peran
pemimpin dalam proses perubahan budaya organisasi yang ada karena mampu
menciptakan sebuah tim yang melahirkan suatu visi baru dan strategi dalam mengikat
individu-individu yang ada serta memberikan energi yang positif untuk mencapai visi
yang ditetapkan meskipun terdapat banyak tantangan dan rintangan yang akan
dihadapi.
Dalam Management of Change terdapat pula tahapan yang dapat digambarkan
sebagai berikut, pada awalnya organisasi harus mampu mengidentifikasikan
perubahan yang terjadi, setelah itu membuat perencanaan strategis dalam menghadapi
perubahan yang selanjutanya dari perencanaan strategis yang ada dimplementasikan
oleh organisasi perusahaan, setelah itu organisasi harus melakukan evaluasi dari
strategi yang telah diimplementasikan dan melakukan perbaikan untuk menjalankan
langkah selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar