Teori self-efficacy memperkenalkan gagasan bahwa persepsi dari
kemampuan individu dipengaruhi oleh empat factor: mastery experience,
vicarious experience, verbal persuasion, dan somatic and emotional state
(Bandura, 1994, 1997; Pajares, 2002).
1. Mastery experience.
Kita semua memiliki mastery experiences, yakni
suatu pengalaman yang didapatkan ketika kita melakukan sesuatu dan
berhasil, maka artinya kita telah ahli/ master dalam suatu hal tersebut.
2. Vicarious experience.
Faktor lain adalah vicarious experience atau
observasi mengenai keberhasilan dan kegagalan yang dicapai diri sendiri.
Ketika seorang individu melihat individu lain dengan banyak kesamaan
telah mencapai suatu keberhasilan dalam melakukan sesuatu, maka itu
dapat meningkatkan self-efficacy.
3. Verbal persuasion.
Faktor ketiga adalah verbal or social persuasion.
Ketika orang meyakini secara verbal bahwa dirinya bisa melakukan suatu
hal, maka dia akan benar-benar dapat melakukannya. Mendapatkan
dukungan verbal akan membuat seseorang merasa yakin pada dirinya
sendiri.
4. Somatic and emotional state.
Keadaan psikologis dan emosional seseorang
ketika melakukan sesuatu hal akan berdampak pada keberhasilan dan
kegagalannya. Stress, kecemasan, kekhawatiran, dan rasa takut adalah
perasaan negatif yang dapat mempengaruhi self-efficacy dan menuntun
individu dalam kegagalan dan ketidakmampuan untuk perform dalam
tugas-tugasnya (Pajares, 2002). Situasi stress membangun gairah emosi,
yang mana hal tersebut berpengaruh pada self-efficacy individu dalam
mengatasi situasi tersebut (Bandura dan Adams, 1977). Berbicara
mengenai emosi negative yang dapat mempengaruhi self-efficacy,
terkadang ada pula emosional yang bersifat positif.
Secara singkat, dalam teori self-efficacy, verbal persuasion, mastery
experiences,vicarious experiences, dan somatic and emotional states
mempengaruhi self-efficacy, dan kemudian mempengaruhi kebiasaan (dapat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar