Sementara etika lebih fokus pada perilaku dan pengambilan keputusan,
tanggung jawab sosial perusahaan lebih terfokus pada interaksi dan pengaruh dari
operasional organisasi dengan masyarakat luas dan dunia (Mello, 2011).
Penelitian tesis Dan (2010) menyimpulkan bahwa persepsi karyawan tentang
TJSP berpengaruh pada hasil pekerjaannya, dengan mengingat bahwa
bagaimanapun juga, karyawan memiliki peran penting dalam organisasinya dan
persepsi mereka tentang TJSP akan mempengaruhi hasil kerjanya serta hasil kerja
yang berikutnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa persepsi seseorang akan
tercemin dalam sikap dan perilaku, secara sadar ataupun tidak, hal tersebut akan
mempengaruhi hasil kerja.
Disamping itu, McManus (2008) mengungkapkan bahwa TJSP merupakan
salah satu dari lingkup pengetahuan dan ide, seperti strategi bisnis, TJSP juga
berbicara mengenai kekuatan, mengenai alokasi dari sumber daya, baik itu sumber
daya yang langka maupun yang berlimpah, kemudian mengenai nilai-nilai,
41
mengenai organisasi dan hubungan antar organisasi, yang mana hampir semuanya
itu menyangkut manusia sebagai individu. Sementara itu sebagai seorang
individu, para pemimpin harus terus memandu perusahaannya sambil tetap
berfokus menemukan cara untuk menjadikan TJSP benar-benar bagian dari
organisasi, dengan merangkul strategi bisnis dan TJSP dalam suatu kombinasi
kemudian terus berkembang dan berinovasi dalam parameter-parameter baru
lainnya. Sebab, TJSP dalam perkembangannya telah menjadi trend yang sangat
penting dan hal ini telah ditanggapi dengan sangat serius oleh perusahaanperusahaan yang terkelola dengan baik. Penelitian tersebut memperjelas tentang
kesamaan TJSP dan strategi bisnis, yang dalam penerapannya membutuhkan
peran pemimpin sebagai individu yang bertanggung jawab memandu perusahaan
serta terus memodifikasi strategi bisnis dan TJSP dalam kombinasi-kombinasi
yang bermanfaat (membawa perubahan).
Berbicara mengenai para pemimpin, Pedersen (2010) telah melakukan
penelitian atas 1.000 manajer dalam lingkup delapan perusahaan Internasional
yang besar. Penelitian tersebut dilakukan dalam rangka mengeksplorasi
pandangan manajer akan tanggung jawab bisnis terhadap masyarakat dalam
penerapan unit bisnis sehari-hari. Penelitian terhadap responden yang dijalankan
dalam kurun waktu antara tahun 2005 dan 2007 ini kemudian menyimpulkan
bahwa model tanggung jawab sosial yang dijalankan oleh para praktisi bisnis
(manajer) dalam beberapa hal ternyata berbeda dari model utama TJSP yang ada
pada literatur TJSP dan sastra etika bisnis. Analisis dalam penelitian menunjukkan
bahwa para manajer masih memiliki persepsi yang relatif sempit mengenai
42
tanggung jawab sosial, yang intinya hanya melingkupi tanggung jawab atas para
pekerja dan menghasilkan produk maupun jasa yang diinginkan pelanggan
melalui cara yang ramah lingkungan. Penelitian ini juga menemukan bahwa
meskipun para manajer mengekspresikan berbagai perbedaan level ambisi saat
membicarakan tanggung jawab bisnis terhadap masyarakat, namun para manager
tidak percaya bahwa tanggung jawab mereka terhadap masyarakat dapat
menangani persoalan sosial seperti pengucilan sosial ataupun mengurangi angka
kemiskinan.
Pandangan terhadap peran etika dan tanggung jawab sosial, baik itu persepsi
para karyawan maupun persepsi para manager, pada intinya berbicara mengenai
masing-masing individu, seperti yang dibahas sebelumnya mengenai penelitian
Dan (2010), McManus (2008), maupun Pedersen (2010). Individu tersebut adalah
para praktisi bisnis, SDM dari sebuah organisasi. Terlepas dari apapun kedudukan
yang diembannya dalam organisasi, pandangannya akan tercermin dalam bersikap
dan berperilaku.
Mengingat adanya perbedaan dalam memandang peran etika dan tanggung
jawab sosial pada tiap individu, beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa
TJSP dalam bisnis digerakkan oleh karakteristik sifat pribadi, baik keyakinan
pribadi maupun nilai-nilai yang dipegang oleh para pelaku bisnisnya, termasuk
para pemilik perusahaan dan para manajer (Jenkins, 2004; Perrini et al., 2007;
Vyakarnam et al., 1997). Ini menegaskan bahwa dalam menjalankan etika dan
TJSP, perilaku dari para pelaku bisnis akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
dipegang oleh tiap individunya. Nilai personal merujuk pada sikap yang muncul
43
dari apa yang dipercaya penting dalam hidup ini dan apa yang dipercaya sebagai
yang terbaik untuk menjalani hidup (Katz dan Green, 2009). Namun, tidak dapat
dipungkiri bahwa nilai-nilai pribadi tersebut, terkadang bisa saja terbentur dengan
aturan-aturan maupun tuntutan yang berlaku dalam organisasi.
Solihin (2009) mengungkapkan bahwa premis dasar mengenai tanggung
jawab sosial telah dikemukakan oleh H.R. Bowen pada tahun 1953.
Premis
tersebut adalah keselarasan dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Atau dengan
kata lain, premis pertama mengarah pada tujuan perusahaan yang dapat terwujud
dalam suatu masyarakat apabila ada dukungan dari masyarakat. Maka dari itu
sebagaimana pemerintah, perusahaan juga memiliki kontrak sosial yang memuat
sejumlah hak dan kewajiban. Kontrak sosial tersebut dapat berubah sejalan
dengan perubahan pada kondisi masyarakat dan tanggung jawab sosial adalah
salah satunya. Sementara itu, premis kedua mengarah pada tindakan pelaku bisnis
yang dipandang sebagai agen moral dalam masyarakat. Tindakan yang dimaksud
adalah pengambilan keputusan yang dibuat oleh para pelaku bisnis. Agar terwujud
keselarasan antara nilai yang dimiliki oleh perusahaan dengan nilai yang dimiliki
oleh masyarakat, maka perusahaan haruslah berusaha memposisikan perilakunya
sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Dengan demikian nilai-nilai yang telah
dimiliki oleh tiap individu (SDM perusahaan) haruslah mengadopsi nilai-nilai
yang dimiliki oleh perusahaan, selanjutnya nilai-nilai tersebut diselaraskan dengan
nilai-nilai yang dimiliki masyarakat dan semua itu diwujudkan dalam tindakan
etis yang bertanggung jawab sosial.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara demografi dengan
TJSP, diantaranya penelitian Sukserm dan Takahashi (2011) mengenai karakter
individu (Jenis kelamin, Usia, Pendidikan, Masa kerja dengan perusahaan, dan
Masa kerja dengan perusahaan lain) dalam pengaruhnya lewat pembelajaran
Human Resource Development (HRD) atas aktivitas TJSP pada karyawan dari
empat perusahaan di Thailand. Penelitian ini menemukan bahwa hanya tiga
karakter (Usia, Masa kerja dengan perusahaan, dan Masa kerja dengan perusahaan
lain) yang secara signifikan memiliki pengaruh dalam pembelajaran lewat HRD
(pengetahuan, ketrampilan, dan sikap) terhadap aktivitas TJSP. Selanjutnya
penelitian Tian et al. (2011) menemukan bahwa demografi (Usia, Jenis kelamin,
Pendapatan dan Pendidikan) dari konsumen di China tidak memiliki hubungan
linier dengan tanggapannya terhadap TJSP dilihat dari hasil analisis yang
menunjukkan bahwa hubungan antara demografi dan variabel responsif CSR
semuanya tidak signifikan, namun konsumen pada rentang usia menengah (40-55
tahun) dan pendapatan menengah (2000-3000 Yuan) akan lebih positif
menanggapi TJSP.
Oleh karena luasnya konteks mengenai pandangan terhadap etika dan TJSP,
maka penelitian ini akan memandang tiga dimensi PRESOR dari Singhapakdi et
al. (1996) yakni tanggung jawab sosial dan profitabilitas, keuntungan jangka
panjang, serta keuntungan jangka pendek sebagai suatu kesatuan dari peran etika
dan tanggung jawab sosial perusahaan (TJSP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar