Katz dan Green (2009) mendefinisikan etika sebagai suatu sistem nilai yang
digunakan orang secara personal dalam menentukan apakah suatu tindakan benar
atau salah, demikian halnya dalam pembuatan keputusan yang berhubungan
36
dengan sesuatu yang buruk atau baik. Etika lebih mengarah pada sistem nilai yang
dimiliki oleh seseorang secara personal yang dipergunakan dalam membuat
keputusan.
Sehubungan dengan itu, perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban
kepada para pemengang saham (shareholder), tetapi perusahaan juga mempunyai
kewajiban kepada pihak lain yang berkepentingan (stakeholder) yang
jangkauannya lebih luas daripada kewajiban kepada para pemegang saham, inilah
yang seringkali menjadi dasar pemikiran bahwa TJSP merupakan bagian inti dari
etika bisnis (Arifian, 2011). Namun, perlu untuk diingat kembali bahwa etika
memang merupakan salah satu bagian dari bisnis yang bertanggung jawab sosial,
tetapi munculnya tanggung jawab sosial dalam dunia bisnis ini dikarenakan
permintaan yang timbul dari etika itu sendiri (Velasquez, 2012).
Etika bisnis pada dasarnya adalah mengetahui tentang mana yang benar dan
mana yang salah dalam konteks area kerja dan mengambil tindakan yang benar
atau melakukan apa yang benar (Adeboye dan Olawale, 2012). Dengan kata lain,
memilih untuk melakukan tindakan yang benar merupakan bentuk pertanggung
jawaban dari pelaksanaan etika bisnis. Etika bisnis maupun etika pada umumnya
tidaklah berbeda, hanya saja etika pada umumnya dapat diterapkan secara utuh
oleh seseorang dimanapun, sedangkan etika bisnis diterapkan dalam lingkup dunia
kerja.
Untuk dapat menjalankan bisnis yang etis serta bertanggung jawab sosial
maka semuanya itu tidak lepas dari nilai-nilai personal yang dipegang oleh tiap
pelaku bisnis, karena keputusan yang berhubungan dengan etika dihadapi sehari-
37
hari oleh para pelaku bisnis. Scarborough dan Zimmerer (2009) mengemukakan
tiga level standar etika adalah sebagai berikut:
1) Hukum, yang mengatur masyarakat secara keseluruhan sehubungan
dengan tindakan yang diperbolehkan dan yang tidak. Beberapa
permasalahan etika dapat ditangani dengan mengacu pada hukum sebagai
bentuk pengujian kedisiplinan, dalam membuat keputusan. Adanya hukum
yang diterapkan pada tiap negara, berlaku untuk mengatur serta
melindungi rakyatnya.
2) Kebijakan dan prosedur organisasi, yang dapat digunakan sebagai
pedoman khusus bagi anggotanya dalam membuat keputusan sehari-hari
terkait organisasi. Seperti kebijakan khusus menyangkut perekrutan,
kesepakatan kerja maupun kebijakan-kebijakan lainnya yang diterapkan
oleh tiap organisasi.
3) Sikap moral, yang berhubungan dengan nilai-nilai yang dipelajari sejak
awal dalam hidup, baik di rumah, di tempat ibadah, maupun di lembaga
pendidikan merupakan unsur pokok pada level ini. Nilai yang ditanam
sejak dini membentuk karakter pribadi seseorang dan berbagai sumber
pengetahuan lainnya juga berperan dalam proses terbentuknya pemahaman
seseorang mengenai mana yang baik dan buruk, mana yang benar dan
salah.
Solihin (2009) menyatakan bahwa apabila kejujuran dipandang etis dan
bermoral, maka individu (manajer ataupun karyawan) yang tidak jujur didalam
38
kegiatan usaha/bisnis akan dipandang telah berperilaku tidak etis dan tidak
bermoral. Kemudian apabila perilaku mencegah pihak lain dari kerugian
dipandang sebagai perilaku yang etis, maka perusahaan yang melakukan
penarikan kembali produk yang memiliki cacat produksi yang dapat
membahayakan konsumen, dipandang berperilaku etis dan bermoral.
Para pemilik bisnis dan para manajer seharusnya mengingat bahwa mereka
adalah panutan bagi para karyawan dalam bersikap etis dan bertanggung jawab
sosial. Karena apapun yang dikatakan oleh para pimpinan perusahaan adalah hal
yang penting, akan tetapi apa yang mereka lakukan adalah hal yang jauh lebih
penting (Scarborough dan Zimmerer, 2009). Dengan demikian, komunikasi
adalah hal penting, tetapi perbuatan jauh lebih berarti daripada hanya sekedar
mengeluarkan kata-kata tanpa adanya wujud nyata dalam tindakan. Tentu saja
nilai-nilai dasar menjadi tolak ukur etika bisnis, termasuk tingkah laku para
pengusaha dalam menjalankan bisnis yang penuh persaingan dengan tetap
berjalan pada jalur yang etis, adil (fair), dan transparan (Fajar, 2013).
Melihat dari sudut pandang/perspektif SDM, inisiatif tanggung jawab sosial
perusahaan memiliki dampak positif secara langsung pada peningkatan
perekrutan, retensi para pemimpin puncak dan peningkatan produktivitas.
Berkaitan dengan itu, terdapat survei yang menemukan bahwa karyawan lebih
suka bekerja untuk sebuah perusahaan yang memiliki reputasi yang baik untuk
tanggung jawab sosial dan profesional muda yang mencari pekerjaan lebih
memilih organisasi yang memiliki dampak positif pada lingkungan (Mello, 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar