Diener, Lucas dan Oishi (2002) berpendapat bahwa happiness merupakan bagian dari subjective well being. Istilah happines dan subjective well being ini juga sering digunakan baergantian sehingga orang sering salah menafsirkan, namun sebenarnya happines adalah bagian dari subjective well being. Mereka juga menyebutkan subjective well being berarti pemikiran seseorang dan perasaan seseorang mengenai hidupnya. Subjective well being merupakan evaluasi subjektif seseorang mengenai kehidupan , termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, kebahagiaan, fulfilment, kepuasan terhadap area-area tertentu seperti pernikahan dan pekerjaan, termasuk di dalamnya emosi yang menyenangkan psikis seorang individu, yang artinya tingkat emosi yang tidak menyenangkan dalam diri seseorang rendah. Subjective well being adalah payung istilah yang digunakan untuk menggambarkan tingkat well-being individu menurut evaluasi subjektif dari kehidupannya (RyandanDiener, 2008). Veenhouven (Diener, 1994) menjelaskan bahwa subjective well being merupakan tingkat dimana seseorang menilai kualitas kehidupanya sebagai suatu yang diharapkan dan merasakan emosi yang menyenangkan.
Subjective well being memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor genetik, faktor kepribadian, faktor demografis, dukungan sosial, kognitif dan tujuan (goals) (Rohmad, 2014). Subjective well being menunjukkan kepuasan hidup dan evaluasi terhadap prioritas kehidupan seperti: pekerjaan, kesehatan dan sebuah hubungan. Emosi mereka juga dapat menilai sesuatu, seperti keceriaan, kelerlibatan, dan pengalaman emosi negatif (kemarahan, kesedihan, dan ketakutan) yang rendah. Dengan kata lain, kenyamanan adalah nama yang diberikan untuk pikiran dan perasaan yang positif terhadap hidup seseorang (Diener, 2008). Andrew dan Withey (Diener, 1994) mengatakan bahwa subjective well being merupakan evaluasi kognitif dan sejumlah tingkatan perasaan positif atau negatif seseorang. Dalam penelitian ini subjective well being dijeaskan sebagai evaluasi subjektif seseorang mengenai kehidupannya, yang mencakup kepuasan terhadap hidupnya, tingginya afek positif dan rendahnya afek negatif.
Subjective well being memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor genetik, faktor kepribadian, faktor demografis, dukungan sosial, kognitif dan tujuan (goals) (Rohmad, 2014). Subjective well being menunjukkan kepuasan hidup dan evaluasi terhadap prioritas kehidupan seperti: pekerjaan, kesehatan dan sebuah hubungan. Emosi mereka juga dapat menilai sesuatu, seperti keceriaan, kelerlibatan, dan pengalaman emosi negatif (kemarahan, kesedihan, dan ketakutan) yang rendah. Dengan kata lain, kenyamanan adalah nama yang diberikan untuk pikiran dan perasaan yang positif terhadap hidup seseorang (Diener, 2008). Andrew dan Withey (Diener, 1994) mengatakan bahwa subjective well being merupakan evaluasi kognitif dan sejumlah tingkatan perasaan positif atau negatif seseorang. Dalam penelitian ini subjective well being dijeaskan sebagai evaluasi subjektif seseorang mengenai kehidupannya, yang mencakup kepuasan terhadap hidupnya, tingginya afek positif dan rendahnya afek negatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar