Hak Asasi Manusia, sebagaimana diketahui, adalah hak
dasar/mutlak/kudus/suci pemberian Tuhan yang dimiliki setiap manusia serta menempel atau melekat untuk selamanya. Di dalam
kehidupan masyarakat setiap orang wajib memperhatikan serta
menghormati hak orang lain. Oleh karena itu, demi terciptanya
hubungan baik antar warga masyarakat, setiap anggota masyarakat
merealisasikan hak dasar tersebut dengan penuh kearifan, artinya
ketika “menikmati” hak asasinya dibarengi/diimbangi pula dengan
kesadaran bahwa ada kewajiban asasi dan tanggung jawab asasi
(Effendi Masyhur, 2005:178).
Perlu juga diketahui bahwa ada prinsip-prinsip dalam HAM yang
bersifat universal dan telah diterima sebagai hukum internasional.
Indonesia sebagai salah satu anggota PBB turut pula mengadopsi
hukum internasional tersebut.
Prinsip-prinsip HAM (http://www.equitas.org/wp-content/uploads
2011) yaitu:
1. Universalitas
HAM bersifat universal. Semua orang dimana pun di dunia ini
berhak atasnya. Prinsip universal ini merujuk pada nilai-nilai
moral dan etika tertentu yang berlaku di semua wilayah di
dunia, dimana pemerintah dan masyarakat harus
menjunjungnya. Namun, universalitas hak-hak ini tidak berarti
bisa berubah atau dialami oleh semua orang secara sama.
Universalitas HAM tercakup dalam Artikel DUHAM yaitu semua manusia dilahirkan merdeka dan setara dalam martabat
dan hak.
2. Tidak dapat dicabut (inelienability)
HAM tidak dapat dicabut. Artinya bahwa hak yang dimiliki
oleh setiap orang tidak dapat diambil dan dicabut, diserahkan,
atau dialihkan.
3. Indivisibilitas (indivisibility)
HAM tidak dapat dibeda-bedakan atau dipisah-pisahkan. Ini
merujuk pada kesadaran bahwa semua hak sama pentingnya,
baik hak sipil, politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Semua
HAM memiliki status yang setara dan tidak dapat diposisikan
dalam urutan yang hirakis. Seorang manusia tidak dapat
ditolak haknya karena seseorang memutuskan bahwa hak
tersebut tidak begitu penting atau tidak esensial. Prinsip tidak
dapat dibeda-bedakan ini dipertegas dalam Deklarasi Vienna.
4. Saling tergantung (interdepency)
HAM saling tergantung satu sama lain. Ini merujuk pada
kerangka kerja hukum HAM yang saling melengkapi.
Pemenuhan satu hak sering kali bergantung, secara
keseluruhan maupun sebagian, kepada pemenuhan hak yang
lain. Contohnya, pemenuhan hak atas kesehatan bergantung
pada pemenuhan hak atas pembangunan, atas pendidikan, atau
23
atas informasi. Hal yang sama hilangnya satu hak bisa
mengurangi hak-hak yang lain.
5. Kesetaraan
Prinsip kesetaraan ini merujuk pada keyakinan bahwa semua
manusia memiliki hak asasi yang sama tanpa pembedaan.
Kesetaraan tidak harus berarti memperlakukan setiap orang
secara sama, tetapi lebih pada mengambil langkah-langkah
yang diperlukan untuk mempromosikan masyarakat yang adil
bagi semua orang.
6. Non diskriminasi
Prinsip ini mencakup keyakinan bahwa semua orang tidak
boleh diperlakukan secara berbeda berdasarkan kriteria yang
sewenang-wenang dan tidak bisa dibenarkan. Diskriminasi
berdasarkan ras, warna kulit, etnis, jenis kelamin, bahasa,
keterbatasan fisik, orientasi seksual, agama, opini politik, dan
opini lainnya, asal usul sosial dan geografis, harta kekayaan,
keturunan ataupun status lainnya yang ditetapkan oleh standar
HAM internasional adalah melanggar HAM.
7. Partisipasi dan inklusi
Setiap orang dan semua rakyat berhak untuk berpartisipasi
dalam dan mengakses informasi yang terkait dengan proses
pengambilan keputusan yang mempengaruhi hidup dan
kesejateraan mereka. Pendekatan berbasis hak mensyaratkan partisipasi tingkat tinggi dari komunitas, masyarakat sipil,
kelompok minoritas, perempuan, orang muda, masyarakat adat
dan kelompok-kelompok identitas lainnya.
8. Penghormatan atas perbedaan
Prinsip ini mengakui dan menghargai perbedaan individu
9. Akuntabilitas dan aturan hukum
Negara dan pemangku kewajiban yang lain bertanggung jawab
atas ketaatan pada HAM. Dalam hal ini, mereka harus
menjalankan semua norma dan standar hukum yang termuat
dalam instrumen-instrumen HAM, ketika mereka gagal
melakukannya.
Sifat yang universal menunjukan keberadaan HAM wajib
dihormati oleh setiap manusia di seluruh dunia, berdasarkan kodrat
lahiriah manusia. Kesetaraan (equality), adalah ekspresi dari konsep
untuk menghormati manusia sebagai umat yang merdeka dan sederajat
dalam harkat dan martabatnya. Non diskriminasi menunjukan bahwa
tidak seorang pun dapat ditiadakan eksistensinya karena latar belakang
perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan
politik/ideologi, dan kebangsaan/kewarganegaraan. Tak terbagi
(indivisibility), HAM adalah menyatu, tidak dapat dipisah-pisahkan
termaksud di dalamnya adalah hak sipil, politik, hak ekonomi, sosial
budaya, dan hak-hak kolektif.
Kesalingtergantungan (interdependence),
menunjukan bahwa HAM dalam pemenuhannya bergantung pada pemenuhan hak lainnya, baik separuh atau secara keseluruhan.
Pertanggungjawaban (responsibility), menegaskan setiap negara,
individu dan entitas lain (korporasi, organisasi-organisasi non
pemerintah dan lainnya) harus bertanggungjawab dalam perlindungan
dan pemenuhan HAM.
HAM lahir seiring dengan berkembangnya ide konstitusionalisme
yang salah satunya adalah yang memancangkan konsep rule of law
dengan menggusur tatanan lama rule of man (Philipus M. Hadjon,
1987:71).
Memperhatikan cakupan hak asasi yang cukup luas, serta adanya
“tuntutan” untuk memenuhinya secara terus-menerus, maka
implementasinya, selain harus seimbang antar warga masyarakat, juga
warga masyarakat harus mengetahui hak asasinya. Untuk tujuan
tersebut, diperlukan kesadaran bersama, terutama kesadaran para
penyelenggara negara menjadi mutlak. Lebih-lebih dalam
pelaksanaannya, sebagai akibat stratifikasi anggota masyarakat yang
beragam terdapat perbedaan/diskriminasi yang “menyakitkan” bagi
kelompok lainnya, termaksud di dalamnya kelompok narapidana yang
merasakan maraknya diskriminasi, sehinga sering kali menimbulkan
pertanyaan tentang sejauh mana hukum Indonesia telah melindungi
HAM dan hak-hak narapidana. Oleh sebab itu upaya pembenaan secara
umum tentang hak asasi manusia diatur sampai pada perlindungan bagi
hak narapidana itu sendiri.
Bagi bangsa Indonesia bentuk perlindungan
26
terhadap hak asasi manusia diatur dalam Pasal 28D ayat (2) Undangundang Dasar 1945, yang menentukan:
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”
Pasal 28I ayat (5) Undang-undang Dasar 1945, yang menentukan:
“Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai
dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak
asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan”
Adapun yang berkewajiban untuk melindungi hak-hak sipil dan
politik warga negara sesuai dengan Pasal 8 Undang-undang No. 39
tahun 1999 tentang HAM adalah Negara ditegaskan bahwa
perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM terutama
menjadi tanggung jawab pemerintah.
Berdasarkan pada ketentuan-ketentuan di atas, banyak regulasi
telah diupayakan oleh pemeritah untuk dapat melindungi HAM itu
sendiri, termasuk di dalamnya perlindungan terhadap hak narapidana
yang telah diatur dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Selain hak asasi, manusia juga
mempunyai kewajiban dasar antar manusia yang satu terhadap yang
lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Jadi konsep HAM di Indonesia bukan saja berkaitan dengan hakhak mendasar manusia, tetapi juga dengan kewajiban dasar manusiasebagai warga negara untuk mematuhi peraturan perundang-undangan,
hukum tak tertulis, menghormati HAM orang lain, moral, etika, dan
patuh pada hukum internasional. Sedangkan kewajiban pemerintah
adalah menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan HAM
yang telah diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
hukum internasional tentang HAM yang diterima oleh Indonesia
(Majda El-Muhtaj, 2005:6).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar