Perusahaan dapat dikatakan memiliki hubungan politik apabila paling tidak salah satu dari
pimpinan perusahaan, pemegang saham mayoritas atau kerabat mereka pernah atau sedang
menjabat sebagai pejabat tinggi negara, anggota parlemen, atau pengurus partai yang berkuasa (Faccio 2006).
Penelitian awal mengenai hubungan
politik ialah mengenai hubungan kedekatan
antara perusahaan dengan penguasa, salah
satunya ialah oleh Fisman (2001) yang meneliti
tentang nilai dari koneksi politik. Dalam penelitian tersebut subjek penelitiannya ialah perusahaan terbuka di Indonesia pada masa
Suharto yang memiliki kedekatan politik
dengan Suharto kala itu. Penelitian tersebut
menunjukkan adanya pengaruh terhadap volatilitas harga saham perusahaan yang memiliki
kedekatan politik ketika ada isu yang menggoyang Presiden Suharto.
Carney dan Child
(2013) menyatakan bahwa hubungan politik
perusahaan dengan kroni Suharto telah menurun semenjak reformasi, hubungan politik perusahaan di Indonesia pada tahun 2008 pun
turun sampai 51% (dari tahun 1996). Contoh
lain mengenai pengaruh hubungan politik
antara perusahaan dengan partai penguasa juga
tercermin di Amerika, perusahaan dengan hubungan politik memiliki nilai perusahaan yang
lebih tinggi (Goldman, Rocholl, dan So 2009)
Pengaruh lain dari hubungan politik
perusahaan ialah dapat meningkatkan nilai
perusahaan jika melalui koneksi politik dapat
menghapus rente ekonomi yang tidak adil. Hal
ini perlu juga didukung dengan tata kelola
yang baik agar nilai perusahaan tidak hanya
diperuntukkan kepentingan pemilik dan politisi yang memiliki hubungan saja. Jika indikator hubungan politik juga menjadi penentu
investasi maka dengan adanya hubungan politik nilai perusahaan juga akan meningkat
(Faccio 2006).
Hubungan politik perusahaan
juga dapat menjadi substitusi atas pembiayaan
dari luar negeri, dan dapat dimanfaatkan untuk
mempermudah perusahaan dalam memperoleh
pinjaman dalam negeri sehingga tidak perlu
mencari pembiayaan dari investor luar negeri.
Bagi perusahaan yang memiliki hubungan
politik keuntungan lainnya ialah perusahaan
dengan hubungan politik memiliki akses yang
lebih terhadap pembiayaan hutang, pajak yang
lebih rendah, dan kekuatan pasar yang kuat
(Leuz dan Gee 2006).
Di Indonesia penelitian mengenai
hubungan politik perusahaan dimulai pada era
Suharto oleh Fisman (2001) yang menghasilkan bahwa ada pengaruh dari kedekatan politik perusahaan dengan penguasa terhadap
harga saham perusahaan. Penelitian lain di
Indonesia terkait dengan hubungan politik
perusahaan ialah oleh Wulandari (2012) yang
membahas mengenai pengaruh koneksi politik
dan struktur kepemilikan terhadap kinerja perusahaan. Hasil penelitiannya membuktikan
bahwa perusahaan yang memiliki hubungan
politik memiliki kinerja yang lebih buruk
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak
memiliki hubungan politik.
Purwoto (2011) juga melakukan penelitian atas hubungan politik dan keburaman
laporan keuangan dengan kesinkronan dan
risiko crash harga saham. Proksi untuk
hubungan politik menggunakan tiga pendekatan yaitu anggota dewan komisaris dan
direksi yang pernah atau sedang menjabat di
pemerintahan, CAR (cumulative abnormal
return) ketika ada peristiwa politik, dan juga
pinjaman dari bank pemerintah. Hasilnya ialah
hubungan politik akan memiliki dampak terhadap ketersediaan informasi spesifik terhadap
perusahaan tersebut, perusahaan cenderung
mengaburkan informasi spesifik melalui pelaporan yang kurang berkualitas.
Haque, Arun, dan Kirkpatrick (2011),
dalam penelitiannya di Bangladesh sebagai
salah satu negara berkembang menemukan
bahwa pengusaha atau pemegang saham
pengendali atau keluarga memiliki kepentingan
ekonominya dan memanfaatkan proses politik
untuk kepentingan ekonominya tersebut. Pemegang saham pengendali memanfaatkan celah
pada sistem politik di negara berkembang yang
banyak mengaitkan hubungan kroni dan tingkat
korupsi yang masih tinggi untuk kepentingan
ekonomi dirinya dan perusahaanya. Selain itu
dengan hak pengendaliannya terhadap perusahaannya yang sangat kuat dari pemegang saham
pengendali dan tidak adanya penegakan aturan
ketat atas praktek tata kelola yang baik sehingga
berdampak pada implementasi tata kelola
perusahaan yang buruk. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Haque, Arun, dan Kirkpatrick
(2011), menjelaskan adanya pengaruh negatif
dari kepemilikan yang terkonsentrasi, susunan
direksi yang terkoneksi dengan keluarga, serta
hubungan politik dari perusahaan terhadap
kualitas dari tata kelola perusahaanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar