Narapidana adalah orang yang secara hukum dirampas hak
kemerdekaannya, namun sah karena berdasarkan hukum dan aturan
undang-undang (UU). Meski dirampas kemerdekaannya, narapidana
tetap mempunyai hak minimal yang harus tetap dipenuhi. Misalnya, hak untuk memperoleh akses kesehatan, makanan, dan fasilitas yang
memadai. Juga, hak spiritual untuk beribadah dan berkomunikasi ke
luar pada waktu tertentu. Selain itu, ada hak lain yang merupakan
wujud dari edukasi sebagai perbaikan mentalitas dari para napi, yaitu
tentang pelatihan kerja agar memperoleh keterampilan kerja kelak
ketika mereka keluar dan membaur bersama masyarakat
(http://budisansblog.blogspot.com, Oc Kaligis,2013).
Secara umum hak-hak narapidana diatur dalam Pasal 14 (1)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan yang menentukan:
(1) Narapidana berhak:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau
kepercayaannya;
b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun
jasmani;
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang
layak;
e. Menyampaikan keluhan;
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media
massa lainya yang tidak dilarang;
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang
dilakukan;
h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau
orang tertentu lainnya;
i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti
mengunjungi keluarga;
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat;
l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dari hak-hak narapidana yang disebutkan dalam pasal 14 ayat( 1)
di atas, penelitian penulis hanya difokuskan pada salah satu hak yaitu
32
mendapatkan premi atas pekerjaan yang dilakukan oleh narapidana.
Hal ini sesuai dengan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1999 yang menentukan:
(1) “Setiap Narapidana yang bekerja berhak mendapatkan upah atau
premi
(2) Besarnya upah atau premi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Upah atau premi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) harus
dititipkan dan dicatat di LAPAS.
(4) Upah atau premi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (3)
diberikan kepada yang bersangkutan, apabila diperlukan untuk
memenuhi keperluan yang mendasar selama berada di LAPAS atau
untuk biaya pulang setelah selesai menjalani masa pidana.
(5) Ketentuan mengenai upah atau premi diatur lebih lanjut dengan
keputusan menteri”.
Perlu diketahui juga bahwa mengenai premi sendiri, terdapat
perbedaan pengertian/definisi yang sangat signifikan dengan premi
yang diberlakukan di dalam sistem pemasyarakatan (LP).
Premi sebagaimana yang dipahami dalam rana ketenagakerjaan
adalah hadiah (uang dsb) yang diberikan sebagai perangsang untuk
meningkatkan prestasi kerja; hadiah (undian, perlombaan, pembelian);
dan jumlah uang yang harus dibayarkan pada waktu tertentu kepada
asuransi sosial (http://artikata.com/arti-345949-premi.html,2014).
Dalam ranah asuransi, premi mempunyai makna sejumlah uang yang
harus dibayarkan setiap bulannya sebagai kewajiban dari tertanggung
atas keikutsertaannya pada asuransi. Besar premi atas keikutsertaan
pada asuransi yang harus dibayarkan telah ditetapkan oleh perusahaan
asuransi, dengan memperhatikan keadaan-keadaandari tertanggung
(http://ilmihandayanip.blogspot.com, 2013).
Dalam Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, tidak disebutkan secara eksplisit tentang definisi
premi, dan lebih ditekankan pada definisi pengupahan serta macammacam pengupahan. Namun dalam praktek kita sering dengar tentang
pemberian imbalan oleh pemberi kerja bagi para pekerja yang kita kenal
dengan sistem upah premi. Sistem ini merupakan kombinasi sistem
upah prestasi yang ditambah dengan senjumlah premi tertentu.
Contonya, jika Elya sebagai pekerja menyelesaikan 200 potong pakaian
dalam 1 jam, maka dibayar Rp 5.000,00 dan jika terdapat kelebihan dari
200 potong, maka diberikan premi. Misalnya prestasi kerjanya 210
potong per jam, maka Elya akan mendapatkan Rp 5.000,00 ditambah
(10/200x Rp 5.000,00) = Rp5.250,00 dan seterusnya ( http://erlanabuhanifa.blogspot, 2009).
Dari definisi premi yang telah diuraikan di atas tentunya berbeda
dengan premi sebagaimana diberlakukan dalam sistem pemasyarakatan.
Berdasarkan penjelasan Pasal 29 ayat (1) Peraturan Pemerintan Nomor
32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
Binaan, premi adalah imbalan jasa yang diberikan kepada narapidana
yang mengikuti latihan kerja sambil produksi. Penulisan tesis ini akan
difokuskan pada premi yang diatur dalam sistem pemasyarakatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar