Menurut klasifikasi Crossman sebagaimana dikutip Budhi
Masthuri, bentuk-bentuk tindakan yang dapat dikategorikan sebagai
maladministrasi adalah: berprasangka, kelalaian, kurang peduli,
keterlambatan, bukan kewenangan, tindakan tidak layak, jahat, kejam, dan
semena-mena. Sedangkan Ombudsman sendiri membuat kategori tindakan
maladministrasi sebagai:
a. Tindakan yang dirasakan janggal (inapproriate) karena dilakukan tidak
sebagaimana mestinya;
b. Tindakan yang menyimpang (deviate);
c. Tindakan yang melanggar ketentuan (irregular/illegilimate);
d. Tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse of power);
e. Tindakan penundaan yang mengakibatkan keterlambatan yang tidak
perlu (undue delay); dan
f. Tindakan yang tidak patut (inequity).
Bentuk maladministrasi yang lebih rinci dapat ditemukan dalam
buku Panduan Investigasi untuk Ombudsman Indonesia terdiri dari 20 (dua
puluh) kategori. Dalam hal ini dapat diklasifikasikan menjadi 6 (enam)
kelompok berdasarkan kedekatan karakteristik, yakni:Kelompok pertama adalah bentuk-bentuk maladministrasi yang
terkait dengan ketepatan waktu dalam proses pemberian pelayanan umum,
terdiri dari:
a. Penundaan Berlarut
Dalam proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, seorang
pejabat publik secara berkali-kali menunda atau mengulur-ulur waktu
tanpa alasan yang jelas dan masuk akal sehingga proses administrasi
yang sedang dikerjakan menjadi tidak tepat waktu sebagaimana
ditentukan (secara patut) mengakibatkan pelayanan umum yang tidak
ada kepastian.
b. Tidak Menangani
Seorang pejabat publik sama sekali tidak melakukan tindakan yang
semestinya wajib dilakukan dalam rangka memberikan pelayanan
umum kepada masyarakat.
c. Melalaikan Kewajiban
Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik
bertindak kurang hati-hati dan tidak mengindahkan apa yang
semestinya menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya.
Kelompok kedua adalah bentuk-bentuk maladministrasi yang
mencerminkan keberpihakan sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan
dan diskriminasi.
Kelompok ini terdiri dari:
a. Persekongkolan
Beberapa pejabat publik yang bersekutu dan turut serta melakukan
kejahatan, kecurangan, melawan hukum sehingga masyarakat merasa
tidak memperoleh pelayanan secara baik.
b. Kolusi dan Nepotisme
Dalam proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, seorang
pejabat publik melakukan tindakan tertentu untuk mengutamakan
keluarga/sanak famili, teman dan kolega sendiri tanpa kriteria objektif
dan tidak dapat dipertanggungjawabkan (tidak akuntabel), baik dalam pemberian pelayanan umum maupun untuk dapat duduk di jabatan
atau posisi dalam lingkungan pemerintahan.
c. Bertindak Tidak Adil
Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik
melakukan tindakan memihak, melebihi atau mengurangi dari yang
sewajarnya sehingga masyarakat memperoleh pelayanan umum tidak
sebagaimana mestinya.
d. Nyata-nyata Berpihak
Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik
bertindak berat sebelah dan lebih mementingkan salah satu pihak tanpa
memperhatikan ketentuan berlaku sehingga keputusan yang diambil
merugikan pihak lainnya.
Kelompok ketiga adalah bentuk-bentuk maladministrasi yang lebih
mencerminkan sebagai bentuk pelanggaran terhadap hukum dan per-aturan
perundangan, terdiri dari :
a. Pemalsuan
Dalam proses pemberian pelayanan umum seorang pejabat publik
meniru sesuatu secara tidak sah atau melawan hukum untuk
kepentingan menguntungkan diri sendiri, orang lain dan/atau kelompok
sehingga menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan
secara baik.
b. Pelanggaran Undang-undang
Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik
secara sengaja melakukan tindakan menyalahi atau tidak mematuhi
ketentuan perundangan yang berlaku sehingga masyarakat tidak
memperoleh pelayanan secara baik.
c. Perbuatan Melawan Hukum
Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik
melakukan perbuatan bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan kepatutan sehingga merugikan masyarakat yang semestinya
memperoleh pelayanan umum.
Kelompok keempat adalah bentuk-bentuk maladministrasi yang
terkait dengan kewenangan/kompetensi atau ketentuan yang berdampak
pada kualitas pelayanan umum pejabat publik kepada masyarakat.
Kelompok ini terdiri dari:
a. Di Luar Kompetensi
Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik
memutuskan sesuatu yang bukan menjadi wewenangnya sehingga
masyarakat tidak memperoleh pelayanan secara baik.
b. Tidak Kompeten
Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik
tidak mampu atau tidak cakap dalam memutuskan sesuatu sehingga
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat menjadi tidak memadai
(tidak cukup baik).
c. Intervensi
Seorang pejabat publik melakukan campur tangan terhadap kegiatan
yang bukan menjadi tugas dan kewenangannya sehingga
mempengaruhi proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat.
d. Penyimpangan Prosedur
Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik
tidak mematuhi tahapan kegiatan yang telah ditentukan dan secara
patut sehingga masyarakat tidak memperoleh pelayanan umum secara
baik.
Kelompok kelima adalah bentuk-bentuk maladministrasi yang
mencerminkan sikap arogansi seorang pejabat publik dalam proses
pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Kelompok ini terdiri
dari:.
a. Bertindak Sewenang-wenang
Seorang pejabat publik menggunakan wewenangnya (hak dan
kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan
sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan yang
berlaku, menjadikan pelayanan umum tidak dapat diterima secara baik
oleh masyarakat.
b. Penyalahgunaan Wewenang
Seorang pejabat publik menggunakan wewenangnya (hak dan
kekuasaan untuk bertindak) untuk keperluan yang tidak saepatutnya
sehingga menjadikan pelayanan umum yang diberikan tidak
sebagaimana mestinya.
c. Bertindak Tidak Layak/Tidak Patut
Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik
melakukan sesuatu yang tidak wajar, tidak patut, dan tidak pantas
sehingga masyarakat tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana
mestinya.
Kelompok keenam adalah bentuk-bentuk maladministrasi yang
mencerminkan tindakan korupsi secara aktif, terdiri dari:
a. Permintaan Imbalan Uang/Korupsi
1) Dalam proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat,
seorang pejabat publik meminta imbalan uang dan sebagainya atas
pekerjaan yang sudah semestinya dia lakukan (secara cuma-cuma)
karena merupakan tanggung jawabnya.
2) Seorang pejabat publik menggelapkan uang negara, perusahaan
(negara), dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau orang lain
sehingga menyebabkan pelayanan umum tidak dapat diberikan
secara baik kepada masyarakat yang memerlukan.
b. Penguasaan Tanpa Hak
Seorang pejabat publik menguasai sesuatu (yang bukan milik atau
kepunyaannya) secara melawan hak, padahal semestinya sesuatu tersebut menjadi bagian dari kewajiban pelayanan umum yang harus
diberikan kepada masyarakat.
c. Penggelapan Barang Bukti
Seorang pejabat publik terkait dengan proses penegakan hukum telah
menggunakan barang, uang dan sebagainya secara tidak sah, yang
menjadi bukti suatu perkara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar