Tims, dkk (2012) mengkonseptualisasikan job crafting dalam kerangka
teoritis dari relasi job demands–job resources (JD-R). Berdasarkan paradigma
JD-R, job crafting dapat dikategorikan dalam empat aspek yang berbeda, yakni;
a. Increasing structural job resources
Yakni optimalisasi sumber daya struktural dari pekerjaan, dengan
menekankan hal-hal atau atribut yang dianggap menjadi karakter inti dari
sebuah pekerjaan, misalnya kapasitas teknis, profesionalitas, kemauan belajar atau kemampuan mengambil keputusan. Tujuan dari sumber
peningkatan struktur pekerjaan adalah untuk mengembangkan kemampuan
(khusus) karyawan, mendorong karyawan memelajari hal-hal baru, serta
menggunakan otonomi mereka dalam proses kerja. Tims, dkk (2012)
meyakini bahwa peningkatan sumber daya struktural pekerjaan akan
menghasilkan nilai-nilai individual yang berharga, seperti keterlibatan
ataupun kepuasan kerja.
b. Increasing social job resources.
Yakni optimalisasi sumber daya sosial, atau relasi-relasi yang
terbangun dalam ruang lingkup pekerjaan. Adanya relasi dan jejaring
menyediakan level support kepada karyawan, baik dalam mendapatkan
informasi baru, ataupun dalam mengevaluasi pencapaian personal.
Ketersediaan sumber daya sosial akan memfasilitasi dan mendorong
karyawan ketika mencari masukan dan saran dari rekan kerja maupun
supervisor
c. Challenging job demands
Keberadaan tantangan akan menghadirkan upaya-upaya khusus dari
karyawan untuk menyelesaikannya. Tuntutan pekerjaan yang menantang
merangsang karyawan untuk mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan mereka untuk mencapai tujuan yang lebih sulit, sekaligus
menawarkan pengalaman dalam mengendalikan situasi. Tujuan
meningkatkan tuntutan pekerjaan yang menantang, adalah untuk
mendorong karyawan mengambil peran-peran ekstra tanpa meminta
kompensasi tambahan, serta secara sukarela bersedia terlibat dalam proyek-
proyek baru. Sebaliknya, tanpa adanya tantangan, sebuah pekerjaan bisa
menyebabkan kebosanan, yang pada gilirannya dapat menyebabkan absensi
ataupun ketidakpuasan kerja.
d. Decreasing hindering job demands
Karyawan secara proaktif dapat menurunkan tuntutan pekerjaan mereka
ketika mereka merasa bahwa tuntutan pekerjaannya sudah terlampau berat.
Aspek ini mengarah pada perilaku karyawan untuk menghindari proses
pengambilan keputusan yang sulit, mereduksi potensi beban kerja
berlebihan, ataupun meminimalisir kontak atau relasi dengan individu
bermasalah. Prediksi atau potensi tuntutan kerja berlebih ketika menghadapi
tugas-tugas tertentu, dapat menjadi motif proaktif karyawan untuk
mengurangi tuntutan atau rintangan kerja tersebut.
Wrzesniewski dan Dutton (2001) menyusun model perilaku job crafting,
dan menguraikan tiga aspek perilaku job crafting, yakni;
a. Task Crafting
Karyawan (job crafter) dapat mengubah batas-batas fisik atau
jasmani dari sebuah tugas, yang dianggap sebagai bagian dari pekerjaannya.
Perilaku ini diwujudkan dalam upaya untuk menambahkan atau mengurangi
tugas, menyesuaikan waktu atau usaha yang dihabiskan untuk
menyelesaikan berbagai tugas, mengubah cara mereka melakukan tugas
atau dengan mendesain ulang aspek tugas. Wrzesniewski dkk (2013)
memberi contoh seorang guru yang menghabiskan waktu untuk
mempelajari aplikasi teknologi baru, untuk memenuhi semangat-nya dalam
hal teknologi informasi.
b. Relational crafting
Karyawan (job crafter) dapat mendefinisikan ulang batas-batas
relasional dalam melakukan pekerjaan, dengan mengkaji kembali interaksi
interpersonal apa yang diperlukan atau dibutuhkan dalam pekerjaan. Hal
tersebut dapat diwujudkan dalam upaya menciptakan atau mempertahankan
hubungan dengan orang lain di tempat kerja, menghabiskan lebih banyak
waktu dengan orang yang disukai, mengubah jumlah dan intensitas interaksi
dengan orang lain, baik dalam lingkup pekerjaan, ataupun di luar organisasi
(perusahaan). Contoh yang diajukan misalnya, seorang analis pemasaran
yang sengaja menjalin relasi interpersonal dengan karyawan bagian
penjualan, supaya lebih memahami dampak analisisnya terhadap tenaga
penjual (Wrzesniewski dkk, 2013).
c. Cognitive Crafting
Karyawan (job crafter) dapat membingkai ulang batas-batas kognitif
terhadap makna atau tujuan dari tugas dan hubungan yang membentuk
pekerjaan mereka. Diwujudkan dalam upaya karyawan untuk menafsirkan
tugas, hubungan atau pekerjaan secara keseluruhan serta merumuskan
dampak pekerjaan mereka memiliki pada diri mereka sendiri atau terhadap
orang lain, yang pada akhirnya merubah signifikansi dari pekerjaannya.
Wrzesniewski dkk (2013) memberikan contoh bagaimana seorang tenaga
pendidik yang menilai pentingnya kelas yang bersih dan bebas gangguan
untuk siswa, demi memaksimalkan pemberdayaan pendidikan itu sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar