Maslach (1977) dalam (Rosidah (2013) mendefinisikan burnout sebagai respon individu terhadap tekanan antar diri sendiri dan emosional yang berkepanjangan terhadap suatu pekerjaan yang terdiri dari tiga tahapan yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, dan merasa gagal. Definisi tersebut mengartikan bahwa burnout merupakan keadaan karyawan yang tertekan secara psikologis terhadap pekerjaan mereka. Moore (2000) dalam (Sani, 2011) mengatakan bahwa konsep born-out meliputi salah satunya konsep tedium yang merupakan sebuah kondisi atau keadaan, fisik, emosi dan kelelahan mental dalam jangka panjang yang disebabkan tingginya tuntutan tugas dan tanggung jawab yang tidak sepadan dengan pemberian penghargaan materi dari perusahaan. Berawal dari teori keadilan (Adams, 1963 dalam Kristanto, et. al., 2014) yang menyatakan bahwa orang akan melihat rasio antara hasil dari pekerjaan yang mereka lakukan dengan input yang mereka berikan dibandingkan rasio yang sama dari orang lain. Jika karyawan merasa bahwa imbalan dan input mereka tidak sebanding dengan imbalan dan input milik karyawan lain maka akan terjadi persepsi ketidakadilan. Persepsi ketidakadilan itu merupakan stressor yang dapat memicu terjadinya kelelahan kerja secara mental. Jika karyawan mengalami stress dalam jangka waktu yang panjang dengan intensitas yang tinggi maka akan mendorong karyawan mengalami kondisi burnout. S
eperti pernyataan (Perry & Potter, 2005) mengatakan bahwa burnout merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan kondisi penurunan energi mental atau fisik setelah periode stres berkepanjangan yang berkaitan dengan pekerjaan. Setiap individu memiliki masing-masing impian karir sebelum memutuskan untuk bergabung dengan sebuah perusahaan, karena karir memiliki kedudukan yang tinggi dalam praktik SDM. Karir merupakan gambaran kesuksesan seseorang pada pekerjaannya yang menjadi jaminan kehidupan karyawan dalam jangka panjang maka itu praktik karir itu sendiri sangat kritikal bagi karyawan dalam berorganisasi. Untuk merealisasikan impian karir tersebut individu akan berupaya menjadi karyawan yang didambakan oleh perusahaan dengan cara karyawan akan menginvestasikan segala usaha dan tenaganya dalam bekerja. Ketika tingkat kontribusi kerja karyawan terhadap perusahaannya tidak sebanding dengan karir yang didapatkan maka akan mematikan harapan karir karyawan itu sendiri. Hal tersebut akan menyebabkan psikologis karyawan tertekan secara mental dan akan memberatkan karyawan dalam bekerja. Kondisi tersebut jika dibiarkan dalam jangka waktu yang panjang maka dapat berkembang menjadi burnout. Hal ini menandakan bahwa keadilan distributif karir berpengaruh terhadap laju burnout. Ketika karyawan memiliki persepsi adil dalam hal distributif karir terhadap perusahaan maka dapat mengurangi laju burnout. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rosidah (2013) yang menyimpulkan bahwa keadilan distributif berpengaruh secara langsung terhadap burnout
eperti pernyataan (Perry & Potter, 2005) mengatakan bahwa burnout merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan kondisi penurunan energi mental atau fisik setelah periode stres berkepanjangan yang berkaitan dengan pekerjaan. Setiap individu memiliki masing-masing impian karir sebelum memutuskan untuk bergabung dengan sebuah perusahaan, karena karir memiliki kedudukan yang tinggi dalam praktik SDM. Karir merupakan gambaran kesuksesan seseorang pada pekerjaannya yang menjadi jaminan kehidupan karyawan dalam jangka panjang maka itu praktik karir itu sendiri sangat kritikal bagi karyawan dalam berorganisasi. Untuk merealisasikan impian karir tersebut individu akan berupaya menjadi karyawan yang didambakan oleh perusahaan dengan cara karyawan akan menginvestasikan segala usaha dan tenaganya dalam bekerja. Ketika tingkat kontribusi kerja karyawan terhadap perusahaannya tidak sebanding dengan karir yang didapatkan maka akan mematikan harapan karir karyawan itu sendiri. Hal tersebut akan menyebabkan psikologis karyawan tertekan secara mental dan akan memberatkan karyawan dalam bekerja. Kondisi tersebut jika dibiarkan dalam jangka waktu yang panjang maka dapat berkembang menjadi burnout. Hal ini menandakan bahwa keadilan distributif karir berpengaruh terhadap laju burnout. Ketika karyawan memiliki persepsi adil dalam hal distributif karir terhadap perusahaan maka dapat mengurangi laju burnout. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rosidah (2013) yang menyimpulkan bahwa keadilan distributif berpengaruh secara langsung terhadap burnout
Tidak ada komentar:
Posting Komentar