Istilah engagement pertama kali dikenalkan oleh (Kahn, 1990 dalam Susanto, et.al., 2016) menyatakan bahwa engagement merupakan pemanfaatan diri anggota suatu organisasi untuk peran pekerjaan masing-masing dengan menggunakan dan mengekspresikan diri, baik secara fisik, kognitif dan emosional selama menjalankan perannya didalam organisasi. work engagement dipahami sebagai kondisi yang diinginkan yang mana kondisi tersebut mencakup tujuan dari organisasi serta komitmen, keterlibatan, antusiasme, passion, fokus pada usaha dan energy (Moretti dan Postruznik, 2011 dalam susanto, et.al., 2016). Selanjutnya, (Shimazu et al., 2008) dalam (Wulandari, et. al., 2013) mendefinisikan work engagement merupakan suatu komitmen, keterlibatan, dan kegiatan untuk berkontribusi dan rasa memiliki terhadap pekerjaan dan perusahaan. Menurut Schmidt (2004) dalam (Mujiasih & Ratnaningsih, 2012) mengatakan bahwa work engagement sebagai hasil dari antara kepuasan dan komitmen, yang mana kepuasan tersebut mengacu lebih kepada elemen emosional atau sikap, sedangkan komitmen lebih menuju kepada elemen motivasi dan fisik.
Menurut Hiriyappa (2009) dalam (Sembiring, et. al., 2017) ada tiga aspek keterlibatan kerja yang memiliki keterkaitan satu sama lain yaitu aspek kognitif, emosional, dan afektif. Aspek kognitif merupakan keterlibatan kerja karyawan yang berfokus pada keyakinan seorang karyawan terhadap perusahaan, atasan dan kondisi pekerjaan yang dialami. Aspek emosional adalah keterlibatan kerja karyawan yang lebih mengacu pada perasaan karyawan serta perilaku positif maupun negatif karyawan terhadap perusahaan, atasan dan kondisi pekerjaan yang dialami. Robbins (2003) dalam Mujiasih dan Ratnaningsih (2012). mendefinisikan work engagement yaitu karyawan yang engagement dalam pekerjaannya adalah karyawan yang dapat mengidentifikasikan diri secara psikologis terhadap pekerjaannya, dan menganggap kinerjanya memiliki manfaat untuk dirinya, selain untuk perusahaan. Adapun teori dari (Perrin, 2003 dalam Mujiasih & Ratnaningsih, 2012) memberikan definisi mengenai work engagement sebagai pusat kerja afektif diri yang menggambarkan kepuasan pribadi karyawan dan afirmasi yang mereka peroleh dari bekerja dan menjadi bagian dari suatu organisasi. Sebagian peneliti menggunakan istilah employee engagement dan sebagian lainnya menggunakan istilah work engagement atau job engagement. Seperti Bakker dan Demerouti, (2008) yang dalam penelitiannya menyajikan overview dari konsep work engagement (Haifani, 2017).
Penelitian Hakanen, et. al., (2016) dan Langelaan, et. al., (2006) juga menggunakan istilah work engagement dalam menggambarkan adanya hubungan antara dimensi burnout dan dimensi engagement. Isitilah Job Engagement digunakan dalam penelitian yang dilakukan Cole, et. al. (2012) dalam menganalisis sejauh mana hubungan antara burnout dan engagement menggunakan metaanalisis. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hikmatullah (2016) memilih penggunaan istilah employee engagement dalam menyajikan hubungan antara burnout dan engagement. Namun begitu semua istilah ini tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam menjelaskan engagement karyawan (Srimulyani, et. al., 2016). Aspek perilaku dari keterlibatan kerja karyawan merupakan komponen nilai tambah bagi perusahaan untuk melihat bagaimana pengaturan waktu karyawan dalam penyelesaian pekerjaan, kemampuan berpikir yang terlihat dari penyelesaian pekerjaan maupun energi yang dikhususkan dalam penyelesaian pekerjaan
Menurut Hiriyappa (2009) dalam (Sembiring, et. al., 2017) ada tiga aspek keterlibatan kerja yang memiliki keterkaitan satu sama lain yaitu aspek kognitif, emosional, dan afektif. Aspek kognitif merupakan keterlibatan kerja karyawan yang berfokus pada keyakinan seorang karyawan terhadap perusahaan, atasan dan kondisi pekerjaan yang dialami. Aspek emosional adalah keterlibatan kerja karyawan yang lebih mengacu pada perasaan karyawan serta perilaku positif maupun negatif karyawan terhadap perusahaan, atasan dan kondisi pekerjaan yang dialami. Robbins (2003) dalam Mujiasih dan Ratnaningsih (2012). mendefinisikan work engagement yaitu karyawan yang engagement dalam pekerjaannya adalah karyawan yang dapat mengidentifikasikan diri secara psikologis terhadap pekerjaannya, dan menganggap kinerjanya memiliki manfaat untuk dirinya, selain untuk perusahaan. Adapun teori dari (Perrin, 2003 dalam Mujiasih & Ratnaningsih, 2012) memberikan definisi mengenai work engagement sebagai pusat kerja afektif diri yang menggambarkan kepuasan pribadi karyawan dan afirmasi yang mereka peroleh dari bekerja dan menjadi bagian dari suatu organisasi. Sebagian peneliti menggunakan istilah employee engagement dan sebagian lainnya menggunakan istilah work engagement atau job engagement. Seperti Bakker dan Demerouti, (2008) yang dalam penelitiannya menyajikan overview dari konsep work engagement (Haifani, 2017).
Penelitian Hakanen, et. al., (2016) dan Langelaan, et. al., (2006) juga menggunakan istilah work engagement dalam menggambarkan adanya hubungan antara dimensi burnout dan dimensi engagement. Isitilah Job Engagement digunakan dalam penelitian yang dilakukan Cole, et. al. (2012) dalam menganalisis sejauh mana hubungan antara burnout dan engagement menggunakan metaanalisis. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hikmatullah (2016) memilih penggunaan istilah employee engagement dalam menyajikan hubungan antara burnout dan engagement. Namun begitu semua istilah ini tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam menjelaskan engagement karyawan (Srimulyani, et. al., 2016). Aspek perilaku dari keterlibatan kerja karyawan merupakan komponen nilai tambah bagi perusahaan untuk melihat bagaimana pengaturan waktu karyawan dalam penyelesaian pekerjaan, kemampuan berpikir yang terlihat dari penyelesaian pekerjaan maupun energi yang dikhususkan dalam penyelesaian pekerjaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar