Pada era reformasi terjadi perubahan pada lembaga Notariat yang cukup signifikan. Pada tahun 2004 diundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atau disebut dengan UUJN pada tanggal 6 Oktober 2004. Disebutkan dalam penjelasan bagian umum bahwa Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris merupakan pembaharuan dan pengaturan kembali secara menyeluruh dalam suatu Undang-Undang yang mengatur tentang Jabatan Notaris sehingga tercipta suatu unifikasi hukum. Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) terdiri dari 13 Bab dan 92 Pasal, yang diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004 dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Dalam Undang-undang ini diatur secara rinci tentang jabatan umum yang dijabat oleh Notaris, sehingga diharapkan bahwa akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris mampu menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Mengingat Akta Notaris sebagai akta otentik merupakan alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, maka Notaris tidak boleh semena-mena dalam melakukan pembuatan akta otentik tersebut, semua harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yg berlaku. Oleh karena itu maka Undang-Undang Jabatan Notaris juga mengatur tentang kewenangan, kewajiban serta larangan-larangan bagi Notaris dalam hal melakukan tindakan dalam jabatannya. [2]
Pada akhirnya kemudian mengalami perubahan kembali dengan adanya Undang-undang No 2 Tahun 2014. Dalam hal lain juga terdapat Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) yang menjadi pedoman notaris dalam menjalankan tugas dan jabatan notaris tentang bagaimana harus bertindak dan bersikap kepada klien maupun terhadap rekan profesi atau notaris lainnya, serta pada masyarakat pada umumnya. [3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar