Salah satu permasalahan
dalam dunia pendidikan yang bisa terjadi dimana saja adalah kecurangan akademik (Purnamasari,
2013). Menurut Robert dan Hai-Jew (2009) faktor penyebab ketidakjujuran akademik
dapat dipisahkan menjadi eksternal dan internal. Nilai dapat dibuat secara
sosial antara masyarakat dan tertanam dalam budaya. Nilai- nilai lain mungkin
internal untuk individu dan mungkin menjadi faktor tahap perkembangan mereka
(Robert & Hai-Jewe, 2009).
a.
Faktor eksternal
Dalam beberapa tahun terakhir, telah ada
beberapa penelitian yang telah difokuskan pada ketidakjujuran akademik dalam
skala internasional (McCabe et al., 2008). Beberapa peneliti menemukan
bahwa kecurangan lebih sering ditemukan dalam budaya kolektif, sementara yang
lain menemukan kecurangan akademik secara individualistis (Robert &
Hai-Jewe, 2009).
Faktor eksternal yang berhubungan dengan
kompetisi mempengaruhi ketidakjujuran akademik. Ini mungkin termasuk tekanan
untuk mencapai nilai bagus, kecemasan, lingkungan kelas, kebijakan akademik dan
masalah prestasi (Higbee dan Thomas, 2002). Selain itu, ada faktor situasional,
seperti tekanan untuk berhasil di kampus, pekerjaan di luar kampus dan beban
persyaratan beasiswa yang memiliki sedikit efek pada ketidak jujuran akademik
(Carpenter et al., 2006). Tantangan ketidakjujuran akademik tidak hanya
berlaku untuk mahasiswa tingkat sarjana, tetapi tingkat magister dan doktorpun
juga. (Mitchell dan Carroll, 2008). Disamping
itu,
terdapat faktor eksternal yang meliputi pengawasan pengajar,
penerapan peraturan, tanggapan pihak
fakultas
terhadap kecurangan, perilaku siswa lainnya dan asal
negara pelaku kecurangan (Primaldhi, 2010).
Menurut
Bali (2013), komitmen Dosen selaku faktor eksternal dari mahasiswa bertanggung
jawab juga terhadap pembentukan karakter mahasiswa yang baik seperti Integritas
Akademik.
Berdasarkan uraian di atas, maka faktor eksternal yang
dianalisis dalam penelitian ini adalah kompetisi, situasional, pengawasan dan penerapan
peraturan, serta komitmen
dosen.
b. Faktor
internal
Dalam
hal faktor internal, (Angel, 2004)
menemukan beberapa hubungan dengan kemampuan dalam kepribadian seseorang.
Faktor demografi tidak begitu mempengaruhi apakah mahasiswa akan terlibat dalam
kecurangan akademik atau tidak, dalam penelitian ditemukan sedikit atau tidak
ada korelasi antara ketidakjujuran akademik dan etnis, atau ketidakjujuran
akademik dengan keyakinan agama. Mahasiswa lama cenderung sering melakukan
kecurangan akademik daripada mahasiswa baru (Carpenter et al., 2006).
Faktor yang bersifat internal antara lain adalah academic self-efficacy, indeks
prestasi akademik (IPK),
etos kerja, self-esteem, kemampuan/kompetensi motivasi akademik, need for approval
belief, sikap, tingkat pendidikan, teknik belajar (study
technique)¸
serta moralitas
(Primaldhi, 2010).
Faktor internal yang mempengaruhi kecurangan
akademik menurut Purnamasari (2013)
antara lain :
1)
Efikasi diri akademik
Proses kognitifmerupakan salah satu aspek yang mempengaruhi
proses
utama efikasi diri. Proses
kognitif memiliki fungsi
utama yang memungkinkan individu untuk dapat memprediksi kejadian, dan mengembangkan cara untuk dapat mengendalikan kehidupannya.
Keterampilan problem solving yang efektif memerlukan proses kognitif untuk dapat memproses berbagai informasi yang
diterima. Oleh karenanya
dapat diasumsikan semakin efektif kemampuan individu dalam
analisis serta dalam
mengungkapkan ide-ide atau gagasan pribadi, maka akan semakin baik individu tersebut dalam bertindak dengan tepat
untuk mencapai tujuan yang diharapkan
2)
Perkembangan Moral
Perkembangan moral dapat didefinisikan sebagai perubahan
penalaran, perasaan, serta perilaku
tentang standar mengenai benar dan salah (Santrock, 2007: 117). Perkembangan moral
terdiri dari tiga aspek, yaitu pemikiran, perilaku serta perasaan. Ide dalam hal pemikiran meliputi bagaimana seseorang berpikir akan aturan-aturan yang menyangkut etika
berperilaku. Ide dasar
dalam hal perilaku meliputi bagaimana
mahasiswa sebaiknya berperilaku dalam situasi moral. Ide dasar dalam hal perasaan meliputi bagaimana perasaan mahasiswa
mengenai masalah-masalah moral. Pikiran, perilaku serta perasaan dapat terlibat dalam
kepribadian moral individu. Kepribadian moral kemudian dijadikan dimensi yang keempat sebagai ide dasar perkembangan moral.
3)
Religi
Menurut Glock & Stark (dalam Ancok
dan Suroso, 2011)
religi diartikan sebagai sistem simbol,
sistem keyakinan, sistem nilai, serta
sistem
perilaku yang terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan
yang dihayati sebagai yang paling maknawi. Aspek dalam religi ada beberapa, namun yang berhubungan dengan penelitian ini adalah aspek akhlak,
karena menunjuk pada bagaimana seseorang
berperilaku yang dimotivasi
oleh ajaran-ajaran agamanya, yakni
bagaimana
seorang individu berelasi dengan dunianya,
terutama berelasi dengan
manusia lain. Akhlak merupakan perbuatan yang mencakup perilaku suka bekerjasama, menolong,
tidak menipu,
tidak
korupsi, tidak mencuri
Tiga elemen kunci kecurangan (The Fraud Triangle)
dapat memberikan gambaran apa yang mendasari
seseorang melakukan perbuatan fraud/kecurangan, yakni tekanan (pressure),
kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization). Risiko kecurangan juga dapat
diminimalisir, jika
salah satu dari ketiga elemen tersebut atau bahkan seluruhnya dapat diminimalisir (Albrecht et
al., 2012).
Peningkatkan
pencegahan dan pendeteksian kecurangan perlu mempertimbangkan elemen keempat.
Di samping menangani pressure, opportunity, dan rationalization juga
harus mempertimbangkan indivual’s capability (kemampuan individu).
Keempat elemen ini dikenal sebagai “Fraud Diamond” (Wolfe dan Hermanson,
2004)
1)
Tekanan (pressure), mencakup: tekanan karena faktor keuangan, tekanan
yang datang dari pihak eksternal, kebiasaan buruk yang dimiliki seseorang, serta tekanan lain-lain (Albrecht et
al., 2012).
2)
Kesempatan (opportunity), mencakup: ketidakmampuan untuk menilai
kualitas dari suatu kinerja, kurangnya pengendalian untuk mencegah atau
mendeteksi pelanggaran, ketidaktahuan, apatis, kegagalan dalam mendisiplinkan
pelaku fraud, ataupun kemampuan yang tidak memadai dari korban fraud dan kurangnya akses informasi
(Albrecht et al., 2012).
3)
Rasionalisasi (rationalization), yakni konflik internal dalam diri
pelaku sebagai upaya untuk membenarkan tindakan fraud yang dilakukannya
(Albrecht et al., 2012).
4)
Indivual’s capability (kemampuan
individu) yaitu sifat-sifat pribadi dan kemampuan dalam kecurangan yang mungkin
benar-benar terjadi bahkan dengan kehadiran tiga unsur lainnya (Wolfe dan Hermanson,
2004).
Berdasarkan uraian
di atas, maka faktor internal yang dianalisis dalam penelitian ini didasarkan
pada pendapat Purnamasari (2013) antara lain Efikasi diri akademik, Perkembangan Moral dan Religi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar