Sebuah studi internasional, menemukan
bahwa siswa diidentifikasi berdasarkan metode kecurangan yang cukup sama dalam
tiga kategori besar, yaitu menulis, komunikasi visual/lisan, dan lain-lain.
Kategori menulis melibatkan penggunaan buku catatan, menulis catatan pada tubuh,
dan menulis pada pakaian atau hal-hal lainnya. Aspek visual melibatkan menyalin
ujian orang lain, meminta jawaban, atau memiliki siswa lain ikut ujian.
Kelompok lain-lain yang terlibat pemprograman kalkulator, menggunakan telepon
seluler, dan menyembunyikan catatan atau buku di kamar mandi (Bernad, et al.,
2008).
Perilaku tidak jujur dalam aktivitas
akademik seringkali mengisi pemberitaan media massa di Indonesia, baik media
cetak maupun media elektronik (Widhi, 2014). Wood dan Warnken (2004) mengklasifikasikan
delapan aktifitas yang tergolong kecurangan akademik (academic cheating)
yaitu:
a.
Plagiarism, yakni
aktivitas individu yang
meniru (initate) dan/atau mengutip (secara identik tanpa melakukan modifikasi) terhadap pekerjaan orang lain dengan tidak
mencantumkan nama penulis aslinya
b.
Collusion, yakni kerjasama yang tidak diperbolehkan dalam mengerjakan tugas individual maupun ujian.
c.
Falsification, yakni melakukan pemalsuan hasil pekerjaan orang
lain yang diakui sebagai hasil
pekerjaannya dengan cara megganti nama orang lain tersebut dengan namanya
sendiri.
d.
Replication, yakni upaya memasukkan atau mengumpulkan tugas
yang sama atau hasil dari pekerjaan, baik secara keseluruhan maupun sebagian menggunakan
catatan atau perangkat yang tidak diperbolehkan
selama ujian dan/atau membawa
dan/atau mencari copy soal sebelumnya;
e.
Memperoleh dan/atau mencari copy jawaban
ujian dan/atau soal;
f.
Berkomunikasi atau mencoba berkomunikasi dengan
sesama peserta ujian untuk
memperoleh jawaban selama ujian berlangsung;
g.
Menjadi
orang yang pura-pura tidak tahu jika ada yang sedang melakukan kecurangan atau bahkan menjadi pihak
penghubung antar peserta ujian yang bekerja sama/melakukan kecurangan
(Wood & Warnken, 2004).
Ketidakjujuran
akademik meluas di sekolah-sekolah medis dan keperawatan kesehatan di seluruh
dunia. Ini memiliki efek merugikan pada praktek medis karena siswa yang curang
selama sekolah kedokteran mengikuti pola perilaku yang sama di kemudian hari
dalam mereka bekerja dengan pasien (Douglas et al., 2014). Menurut
Purnamasari (2013) perilaku kecurangan akademik memiliki berpotensi merusak citra dan harapan masyarakat terhadap
lulusan sarjana. Banyaknya kecurangan akademik yang dilakukan mahasiswa dapat
berdampak negatif bagi berbagai pihak. Akibat dari kecurangan akademik akan memunculkan
dalam diri mahasiswa perilaku atau watak yang tidak percaya diri, tidak
disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak kreatif, tidak berprestasi, tidak mau
membaca buku pelajaran tapi siswa lebih rajin membuat catatan-catatan kecil
untuk bahan menyontek. Budaya curang yang terbentuk dalam diri mahasiswa akan
mengikis budaya baik yang ada seperti budaya disiplin dalam lembaga pendidikan
sehingga dampaknya tidak hanya akan merusak integritas dari pendidikan itu
sendiri, tetapi bisa menyebabkan perilaku yang lebih serius seperti tindakan
kriminal (Mulyawati, 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar