Menurut
LAN (2000), pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan metode Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Metode ini menggunakan indikator kinerja
sebagai dasar penetapan capaian kinerja. Untuk pengukuran kinerja digunakan
formulir Pengukuran Kinerja (PK) . Penetapan indikator didasarkan pada masukan
(inputs), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak
(impact).
Sependapat
dengan hal tersebut, Mardiasmo (2001) menyatakan bahwa dalam mengukur kinerja
suatu program, tujuan dari masing-masing program harus disertai dengan
indikator-indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur kemajuan dalam
pencapaian tujuan tersebut. Indikator kinerja didefinisikan sebagai ukuran
kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu
sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja
harus merupakan sesuatu yang akan diukur dan dihitung serta digunakan sebagai
dasar untuk menilai maupun melihat tingkat kinerja suatu program yang
dijalankan unit kerja. Dengan demikian, tanpa indikator kinerja, sulit bagi
kita untuk menilai kinerja (keberhasilan atau kegagalan)
kebijaksanaan/program/kegiatan dan pada akhirnya kinerja instansi/unit kerja
yang melaksanakan.
Lebih
lanjut Mardiasmo (2001) menjelaskan bahwa pada umumnya sistem ukuran kinerja
dipecah dalam lima kategori sebagai berikut:
a.
Indikator input, mengukur sumber daya
yang diinvestasikan dalam suatu proses, program, maupun aktivitas untuk
menghasilkan keluaran (output maupun outcome).
b. Indikator
output adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari sesuatu kegiatan
yang dapat berupa fisik dan / atau non fisik.
c. Indikator
outcome, adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output (efek
langsung) pada jangka menengah.
d. Indikator
benefit, menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator outcome
e. Indikator
impact memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan dari benefit yang diperoleh.
Lenvine (dalam Dwiyanto, 2006) mengusulkan
tiga konsep yang bisa dipergunakan untuk mengukur kinerja organisasi adalah
konsep yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Sekretariat Komisi Pemilihan
Umum (KPU) Daerah dan
berdasakan data empiris di lapangan (actionable causes), yaitu:
a.
Akuntabilitas, yaitu suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian pelaksanaan tugas dan fungsi
dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang
dimiliki oleh para stakeholder.
b. Responsibilitas,
yaitu pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan
prinsip-prinsip administrasi yang benar dan sesuai dengan kebijakan organisasi.
c. Responsivitas,
yaitu kemampuan aparatur untuk mengenali kebutuhan masyarakat, dalam menyusun
agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan
sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Sesuai
dengan berbagai macam pengertian tersebut, maka kinerja seorang aparatur perlu
diadakan penilaian. Hasanusi (2005) merumuskan suatu penilaian kinerja adalah “a way of measuring the contributions of
individual to their organization” (suatu cara mengukur
kontribusi-kontribusi dari individu-individu anggota organisasi kepada
organisasinya). Ada tiga kreteria yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja
seseorang yaitu :
a.
Quality, merupakan tingkat mutu hasil
pelaksanaan kegiatan yang mendekati kesempurnaan dengan penggunaan daya
organisasi (manusia, keuangan, teknologi dan material) secara optimal
b.
Quantity, merupakan jumlah yang
dihasilkan seorang pekerja dapat melaksanakan fungsi pekerjaan tanpa memerlukan
pengawasan
c.
Timeliness, merupakan waktu penyelesaian
pekerjaan sesuai dengan harapan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar