Untuk
itu, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam penerapan strategi
komunikasinya, yaitu[1]:
Pertama, Dalam pembentukan dan penerapannya, diplomasi
publik selalu disesuaikan dengan keadaan setempat dan kasus –kasus tertentu.
Terkadang apa yang dianggap wajar di suatu negara belum tentu wajar di negara
lain. Misalnya: narkoba dan euthanasia dapat dijadikan bahan dalam diplomasi
publik di Belanda, tetapi tidak dapat diterapkan di Turki atau Amerika Serikat.
Kedua, diplomasi publik dapat dijadikan jembatan untuk mengisi gap
antara budaya-budaya radikal, tapi harus diperhatikan bahwa penerapannya hanya
bisa berlaku ketika hubungan saling ketergantungan secara ekonomi ada atau
antar masyarakat yang dalam beberapa tingkatan saling terkait, misalnya
masyarakat Uni Eropa.
Ketiga, Diplomasi publik dapat berjalan pada sistem komunikasi dua
arah. Pada sistem satu arah, diplomasi publik sulit dilakukan. Sebagai analogi,
diplomasi publik mirip dengan teknik–teknik marketing. Diplomasi publik diawali
dengan persepsi dan kepercayaan yang ada sebelumnya didiri `konsumen`. Untuk
menjembatani informasi tersebut, langkah -langkah seperti penginformasian
negara lewat brosur, majalah, film, DVD, dan CD bisa dilakukan. Teknik–teknik dasar
diplomasi publik seperti ini terkadang sering diabaikan oleh Deplu. Bagi
pelopor diplomasi publik seperti Amerika Serikat, UK, dan Kanada, disadari
bahwa pengarusutamaan diplomasi publik ke dalam politik luar negeri memerlukan
kesabaran dan dukungan dari level yang lebih tinggi.
Keempat, berusaha menyewa jasa konsultan untuk melakukan diplomasi
publik. Tapi, hal tersebut tidak lantas dapat menggantikan kemampuan staf-staf
diplomatik yang ada selama ini. Hasilnya akan berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar