Sebagai
instrumen soft power, perkembangan diplomasi publik tergolong pesat. Pesatnya perkembangan
ini dipicu oleh kenyataan bahwa upaya -upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam
diplomasi jalur pertama dianggap telah gagal mengatasi konflik -konflik
antarnegara. Kegagalan diplomasi jalur pertama telah mengembangkan pemikiran
untuk meningkatkan diplomasi publik sebagai cara alternatif untuk menyelesaikan
konflik -konflik antarnegara.[1]
Hal
ini terjadi karena diplomasi publik memiliki ciri sebagai kelompok bukan
pemerintah, bentuk nya yang informal efektif dalam menurunkan tensi ketegangan,
menghilangkan ketakutan, dan meningkatkan saling ketergantungan di antara para pihak.[2]
Meski
diplomasi tradisional telah gagal, diplomasi publik tidak lantas menggantikan diplomasi
jalur pertama itu, tetapi melengkapi upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah
dalam diplomasi tradisional. Idealnya, diplomasi publik harus membuka jalan
bagi negosiasi yang dilakukan antar pemerintah, memberi masukan melalui info
rmasi-informasi penting, dan memberikan cara pandang yang berbeda terhadap
suatu masalah. Untuk itu, diperlukan kerjasama aktor negara dan non-negara yang
ditujukan untuk meningkatkan nilai tawar pemerintah. Aktor non-negara ini
misalnya dapat berinteraksi dengan rekanan mereka dalam mempengaruhi, memberikan
masukan, dan menerapkan kebijakan luar negeri.
Penerapan
diplomasi publik tidak terlepas dari pengkomunikasian kebijakan luar negeri terhadap
publik manca. Ciri utama dalam diplomasi publik adalah melibatkan semua
stakeholder dalam prosesnya. Stakeholder di sini tidak hanya Departemen Luar
Negeri, tetapi juga lintas departemen dalam pemerintah, swasta, NGO, media, dan
individu. Dengan porsi keterlibatan yang beragam dan besar tersebut, maka
rancangan strategi komunikasi harus dikedepan kan. Strategi Komunikasi dalam
Diplomasi Publik Diplomasi publik mensyaratkan kemampuan komunikasi karena
terkait dengan perubahan sikap masyarakat, saling pengertian dalam melihat
persoalan-persoalan politik luar negeri.
Di
era informasi, pendapat masyarakat dapat secara efektif mempengaruhi tindakan pemerintah. Karakteristik dunia seperti ini membutuhkan
manajemen informasi untuk menyatukan masalah-masalah domestik dan luar negeri.
Dengan begitu, diplomasi public termasuk mengoptimalkan aktivitas komunikasi,
yaitu mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan informasi demi kepentingan
negara. Seperti yang dikatakan oleh Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat,
George Shultz, bahwa bahan baku diplomasi adalah informasi; bagaimana memperolehnya,
menganalisis, dan mene mpatkannya dalam sistem.[3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar