Dalam perkembangan teknik dan metode
pengawasan kualitas produk, ada 3 tahapan untuk menjalankan quality control,
yaitu (Paranthaman,1967):
1. Kegiatan
Inspeksi (Inspections)
Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan atau
pemeriksaaan secara berkala (routin schedule check) bangunan dan peralatan
pabrik sesuai dengan rencana serta kegiatan penegcekan atau pemeriksaaan
tersebut. Maksud kegiatan inspeksi ini adalah untuk mengetahui apakh kegaiatan
pabrik selalu mempunyai peralatan atau fasilitas produksi yang baik untuk
menjamin kelancaran proses produksi. Jika seandainya terdapat kerusakan, maka
dapat segera diadakan perbaikan-perbaiakan yang diperlukan sesuai dengan
laporan hasil inspeksi dan berusaha untuk mencegah sebab-sebab timbulnya
kerusakan dengan melihat hasil dari inspeksi tersebut. Oleh karena itu hasil
laporan inspeksi haruslah memauat peralatan yang inspeksi, sebab-sebab
trjadinya kerusakan bila ada, usaha-usaha penyesuaian ataua perbaikan kecil
yang telah dilakukan dan saran-saran atau ususl perbaikan atau penggantian yang
diperlukan.
Laporan hasil inspeksi dibuat dan dilaporkan oleh bagian
pemeliharaan untuk pimpinan perusahaan dan laporan ini sangat berguna bagi
pimpinanan. Misalnya laporan tentang mesin atau peralatan yang sering rusak,
merupakan bahan pertimbangan bagi pimpinan perusahaan untuk dapat mengambil keputusan,
apakah mesin atau peralatan tersebut perlu diganti atau tidak.
2. Statistical
Quality Control (SQC)
Tahapan ini didasarkan pada hasil produk jadi. SQC
dapat menggambarkan secara tepat pola
produk sebuah rangkaian proses produksi sehingga dapat ditentukan produk-produk
yang dapat diterima (acceptable quality level) dan yang tidak dapat diterima
secara kualitas.
Meskipun pengawasan statistic (SQC) merupakan teknik
yang penting dalam sistem pengawasan kualitas, sistem ini memiliki beberapa
kelemahan sebagai berikut :
-
Tingkat kualitas yang dapat
diterima (acceptabele quality level) ditetapkan 0,5% hingga 1,0 %. Tingkat
tersebut tidak memuaskan bagi produsen yang ingin mencapai produksi tanpa cacat
(khususnya untuk industri dengan produk yang kompleks seperti mesin, peralatan
elektronik dan lainnya).
-
Penempatan tingkat kecacatan
0,5% - 1,0% dapat terjadi pada setiap tahapan produksi, akibatnya aliran proses
akan terganggu atau bahkan berhenti sama sekali.
3. Reliabilitas
(Reliability)
Reliabilitas didefinisikan sebagai kemungkinan untuk
melakukan proses produksi tanpa kesalahan (zero deffect) pada rentang waktu
tertentu.
Dua kelemahan SQC di atas menyebabkan banyak
perusahaan merancang pengawasan dengan berpedoman pada konsep cacat nol (zero
defect) atau reliabilitas yang tinggi untuk mempertahankan kualitas output
disertai dengan pengawasan proses full inspection (pengawasan penuh keseluruhan
operasi), namun tidak semua perusahaan dapat melaksanakannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar