Kashmir adalah sebuah
wilayah di utara sub-benua India. Istilah Kashmir secara sejarah digambarkan
sebagai sebuah lembah di selatan dari ujung paling barat barisan Himalaya.
Secara politik, istilah Kashmir dijelaskan sebagai wilayah yang lebih besar
yang termasuk wilayah Jammu, Kashmir, dan Ladakh. "Valey of Kashmir" utama relatif rendah dan sangat subur,
dikelilingi oleh gunung yang luar biasa dan dialiri oleh banyak aliran dari
lembah-lembah. Dia dikenal sebagai suatu tempat paling indah spektakuler di
dunia.
Srinagar,
ibu kota kuno, terletak di dekat Danau Dal, dan terkenal karena kanal dan rumah
perahunya. Srinagar (ketinggian 1.600 m atau 5.200 kaki) berlaku sebagai ibu
kota musim panas bagi banyak penakluk asing yang mendapatkan panas di utara
India. Tepat di luar kota terdapat taman Shalimar yang indah dibuat oleh
Jehangir, kaisar Mughal, pada 1619.
Wilayah ini
terbagi oleh tiga negara: Pakistan mengontrol barat laut, India mengontrol tengah
dan bagian selatan Jammu dan Kashmir, dan Republik Rakyat China menguasai timur
laut (Aksai Chin). Meskipun wilayah ini dalam prakteknya diatur oleh ketiga
negara tersebut, India tidak pernah mengakui secara resmi wilayah yang diakui
oleh Pakistan dan China. Pakistan memandang seluruh wilayah Kashmir sebagai
wilayah yang dipertentangkan, dan tidak menganggap klaim India atas wilayah
ini. Sebuah pilihan yang disukai banyak orang Kashmir adalah kemerdekaan, namun
baik Pakistan dan India menentang hal ini.
Kashmir
mulai didiami oleh kasta Brahma pada saat agama Buddha diperkenalkan oleh para
missionaris Asoka pada tahun 274 sebelum masehi. Pada abad ke-7 daerah ini
dipimpin oleh dinasti Karkota. Kemudian diteruskan oleh dinasti Utpalas,
Tantrins, Yaskaras dan Parva Gupta. Pada tahun 1001 tentera Muslim menyerang
Kashmir tapi tidak pernah dapat menguasainya. Ratu Didda dari dinasti Gupta
memerintah Kashmir pada tahun 1003 ketika dinasti Lohara mengambil alih
pemerintahan. Raja Hindu yang terakhir, Udiana Deva, diganti oleh Shamsuddin di
tahun 1346, yang mana dinastinya memerintah hingga tahun 1586 ketika bangsa
Mughul (turunan Persia-Mongol) Kaisar Akbar menaklukan Kashmir dan memperkuat
pengaruh Muslim disana. Akbar adalah cucu dari Babur, yang telah mengembangkan
dinasti Muslim paling berpengaruh di India (di tahun 1526). Akbar bersikap
bertolak dengan kehidupan antara agama dan menikahi seorang puteri Hindu (cucu
Akbar, Shah Jahn adalah yang membangunkan Taj Mahal).
Di tahun
1752 pemimpin Afghanistan yang bernama Ahmed Shah Durrani mengalahkan pasukan
Mughal dan menguasai Kashmir. Perselisihan antara Muslim dan Hindu berlaku dan
menciptakan situasi yang tidak kunjung reda serta bibit konflik di Kashmir
hingga saat ini
Di tahun
1947, Mahatma Ghandi memimpin bangsa India untuk merdeka dari penjajahan
Inggeris dengan perjuangan yang gigih. Tapi perjuangan itu memang mahal sekali.
Pada saat Gandhi memimpin pergerakan umat Hindu, Mohammed Ali Jinnah sedang
berjuang bersama umat Muslim. Jinnah menuntut pemisahan India menjadi dua
bagian: Muslim dan Hindu. Ketika Inggeris angkat kaki dari India, Liga Muslim
mendirikan negara Pakistan dan Bangladesh. Rusuhan merebak ketika minoriti
Muslim dan Hindu merasa terjebak di beberapa daerah, dan dalam waktu satu minggu,
1/2 juta manusia terkorban. Gandhi telah bersumpah untuk berpuasa hingga
rusuhan berhenti, dan hal itu dilakukannya hingga membahayakan kesehatannya
sendiri. Pada saat yang sama, Inggris kembali untuk membantu mengembalikan
keadaan. Keadaan kembali aman, kecuali daerah Kashmir.
Selama
tahun 1947, Jammu & Kashmir adalah salah satu dari 560 Princely States, yang bukan merupakan daerah teritori dibawah
perundangan Inggeris tetapi berada dibawah wewenang langsung pemerintahan
Inggris. Keadaan yang berlaku saat itu telah memberikan kebebasan kepada Jammu
& Kashmir untuk bergabung dengan India atau Pakistan, atau tetap berdiri
sendiri. Pada tanggal 19 Julai 1947 Kongres Muslim memberikan keputusan rasmi
menolak India; yaitu tetap berdiri sendiri. Tetapi suara mereka tidak mewakili
suara seluruh rakyat, terutama tidak adanya dukungan dari pihak Hindu. Pada
tanggal 15 Ogos telah diletakkan sebagai tempoh untuk membuat keputusan dan
Maharaja Hari Singh merasa berkeberatan menyebabkan Jammu & Kashmir secara automatik
menjadi negara Jammu & Kashmir yang bebas merdeka.
Setelah itu
, Jammu dan Kashmir telah terbagi menjadi 2 bagian, akibat terjadinya krisis
antara Muslim dan Hindu. Maharaja yang merasa negeri atas perang antara suku
kemudian bersetuju untuk menggabungkan kembali Kashmir kedalam India
berdasarkan sebuah Perjanjian Asesi pada tanggal 26 Oktober 1947. Perjanjian
Asesi inilah yang hingga kini masih merupakan isu perselisihan antara India dan
Pakistan, yang mempersoalkan kesahihan dari perjanjian ini, dengan merujuk
bahawa India tidak pernah mengadakan referendum seperti yang direncanakan oleh
Gubernor Jenderal India, Lord Mountbatten akan diadakan tanggal 27 Oktober
1947.
Gerakan
yang dilakukan oleh Mohammed Ali Jinnah, yang menjadi pendiri negara Pakistan,
menambah kesengsaraan di daerah ini. Menurut autobiografi Sheikh Abdullah,
ketika seorang aktivis Kongres Nasional, Ali Mohammad Tariq, bertanya kepada
Jinnah sesaat setelah pembahagian daratan India, apakah masa depan Kashmir akan
diputuskan oleh rakyat Kashmir. Dia sangat terkejut atas jawaban Jinnah:
"Biarkan mereka mati!." Pakistan memutuskan eksport komiditi penting
seperti garam, bahan bakar ke Jammu & Kashmir; dan juga bantuan kewangan
kepada Imperial Bank di Kashmir. Kerana jalan yang menghubungkan antara Kashmir
dan India berada di wilayah Pakistan, permasalahan menjadi semakin rumit akibat
timbulnya protes dari Maharaja, yang sekarang menikmati dukungan Sheikh
Abdullah untuk memimpin India.
Untuk
mendukung gerakan Muslim mencapai kekuasaan di Pakistan, Jinnah membenarkan
sekelompok suku dari perbatasan daerah barat laut untuk menggertak Kashmir.
Selama tiga hari penduduk Kashmir menjadi korban pembunuhan beramai-ramai
rakyatnya, kerusuhan dan pemerkosaan, yang membuat India segera mengirimkan pasukannya
ke Kashmir. Ketika pasukan India mendarat di lapangan terbang Srinagar (ibukota
Kashmir) pada pukul 9.00 malam tanggal 27 Oktober 1947, Pakistan telah
menguasai sepertiga daerah Kashmir, dan pertempuran dahsyat terjadi hingga
tahun 1948. Gencatan senjata diadakan pada tanggal 1 Januari 1949 dengan
membuat garis pemisahan di Jammu & Kashmir, yang memisahkan daerah: sebelah
Timur (lembah Kashmir, Jammu dan Ladakh) dijaga oleh pasukan India, sebelah
Barat (dikenal sebagai 'Azad Kashmir'), diawasi oleh Pakistan. Pasukan PBB
hingga saat ini masih menjaga daerah persengkataan tersebut sejak tahun 1949.
Selama
lebih kurang 5 dekade konflik, sebagian rakyat Kashmir memang tetap memilih
bertahan di wilayah pendudukan Jammu Kashmir. Namun sebagaian lain ada yang
memilih lari, meninggalkan rumah dan keluarganya. Bentrokan besar kedua pihak
memperebutkan wilayah ini terjadi dua kali, tahun 1947 dan 1965. Pada perang India Pakistan pertama tahun
1947, terdapat 1.500.000 jiwa mengungsi ke wiliayah Pakistan. Jumlah ini
ditambah pengungsi baru akibat perang India-Pakistan kedua tahun 1965 sejumlah
9.880 keluarga atau 50.000 jiwa. Selanjutnya, sejak 1990 sampai Januari 2001 tecatat 16.982 jiwa rakyat Kashmir yang
terpaksa lari dari kampung halamannya.[1]
Tabel 2.1. Jumlah
Pengungsi Kahmir dan Lokasinya di Pakistan
(1990-2001)
Distrik
|
Kamp Pengungsian
|
Jml Keluarga
|
Jml. Jiwa
|
Muzaffarabad
|
1. Ambore
2. Kamser
3. Heer Kutli
4. Rara (Domishi)
5. Nikot (Karka)
6. Manik-pian 1
7. Manik-pian 2
8. Kel
9. Hattian
10. Gabung pemukiman lokal
Total
|
223
277
36
84
145
101
317
34
51
488
1.756
|
1.271
1.517
310
542
916
705
2.167
232
284
1.760
9.704
|
Bagh
|
1. Chatter 2
2. Mungbajri
3. rawli (hudabari)
4. Khuta Palangi
5. Gabung pemukiman lokal
Total
|
151
219
181
5
119
675
|
921
1.162
1.019
18
667
3.787
|
Kotli
|
1. Gulpur
2. Kotli Sohinan
3. Gabung pemukiman lokal di Kotli
4. Gabung pemukiman lokal di Fatehpur
Total
|
146
283
57
37
523
|
1.016
1.692
194
159
3.061
|
Mirpur
|
Gabung pemukiman
lokal
|
54
|
3.061
|
Rawlakote
|
Gabung pemukiman lokal di Madpur
|
13
|
111
|
Total Semua
|
|
3.031 KK
|
16.982 Jiwa
|
Catatan :
1. Jumlah Pengungsi tahun 1947 : 1.500.000
Jiwa
2. Jumlah Pengungsi tahun 1965 dan 1971 :
9880 KK atau 50.000 jiwa
3. Jumlah Pengungsi yang tak terdaftar sejak
1990 : 35.000 jiwa
4. Masuk wilayah LOC sampai Januari 2001 :
371.792 jiwa
(Sumber: Dhurorudin Mashad, Kashmir: Derita yang Tak Kunjung Usai,
Khalifa, Jakarta, 2004: hal 5-6)
Kemelut
kashmir akhirnya memancing PBB untuk campur tangan. Isu Kashmir inilah yang
akhirnya menjadi problema tertua dalam agenda PBB. Dalam kerangka itu, PBB
membentuk sebuah komisi yang terkenal dengan nama the United Nations Commission for India and Pakistan (UNCIP) guna
menyelesaikan konflik Kashmir. Melalui lembaga ini dikeluarkan dua resolusi
yang fundamental tentang Kashmir yakni tanggal 13 Agustus 1948 dan 5 Januari
1949. Intinya, kedua resolusi tersebut memberi garansi bahwa “Pernyataan apakah
wilayah Jammu dan kashmir akan bergabung ke wilayah Pakistan atau India akan
diputuskan oleh rakyat Jammu-Kashmir sendiri melalui metode demokratis yakni
plebisit yang bebas dan menyeluruh di bawah pengawasan PBB”.
“....Nothing with satisfaction that both India and Pakistan desire
that the question of accession of Jammu and Kashmir to India or Pakistan should
be decided though the democratic method of free and impartial plebiscite,
Considering that the continuation of the dispute is likely to endanger
international peace and security. Recommends to government of India and
Pakistan the following measure as those which in the opinion of council are appropriate
to bring about a cessation of the fighting and to create proper condition for e
free and impartial plebiscite to decide whether the State of Jammu and Kashmir
is to accede to Indian or Pakistan. The government of India should undertake
that there will be established in Jammu and Kashmir a plebiscite Administration
to hold a Plebiscite as soon as possible on the question of the accession of
the State to India or Pakistan.”[2]
Berbagai
resolusi itu diterima dengan baik oleh India maupun Pakistan. Bahkan usul
campur tangan PBB serta pemberian hak kepada rakyat Kshmir untuk menentukan
nasib sendiri (right of self
determination) adalah bagian dari usul PM India kala itu, Pandith
Jawaharlal Nehru sendiri. Namun kenyataannya sampai dengan awal abad 21 rakyat
Kashmir tidak pernah memperoleh haknya untuk menentukan nasibnya sendiri melalui
referendum.
Setelah
bentrokan kedua, India seperti sudah menduga, Pakistan bakal mencari dukungan
negara-negara lain, terutama negara-negara Islam atas nama solidaritas Islam.
Untuk menghindari hal itu, India menyodorkan Perjanjian Simla, Juli 1972. Dalam perjanjian ditetapkan, Jammu-Kashmir
adalah urusan India dan Pakistan, dan oleh karenanya akan diselesaikan secara
bilateral. Pihak lain tak boleh ikut campur tanpa persetujuan India-Pakistan.
Barangkali karena merasa tertipu, Pakistan pinjam tangan kelompok-kelompok
separatis Jammu-Kashmir yang anti-India, menerima bantuan di bawah tangan
negara-negara lain, dan melakukan penyusupan ke Jammu-Kashmir wilayah India.[3]
Di bawah
perjanjian ini, Garis Kendali (Line of Control/LOC)
di sempurnakan (sebelumnya, setelah berakhirnya bentrokan pertama tahun 1947,
kedua pihak membuat garis demarkasi yang berlaku mulai Januari 1949). LOC
membagi Jammu-Kashmir menjadi dua, wilayah Jammu-Kashmir India yang dua pertiga
bagian di timur dan selatan, serta wilayah Jammu-Kashmir Pakistan di utara dan
barat. Jammu-Kashmir India berpenduduk sembilan juta, sedang Jammu-Kashmir
Pakistan berpenduduk tiga juta.
Perlu
dicatat bahwa pada tahun 1950an dan 1060an pemerintah India melakukan manipulasi
politik dengan menjadikan kashmir wilayah otonomi di bawah New Delhi. Tahun
1986 Rajiv Gandi bersama Kepala Menteri Jammu Kashmir membuat persetujuan semu,
yang akhirnya mendapat kritikan dari masyarakat secara luas karena dianggap
berlawanan dengan aspirasi rakyat Kashmir. Rejim boneka New Delhi akhirnya
dibubarkan seiring dengan tuduhan tentang korupsi yang dilakukan partai National Conference pimpinan Farooq
Abdullah. Sebuah partai oposisi baru, Muslim
United Front (MUF) yang terutama mendukung aktifis pro kemerdekaan, muslim
fundamentalis, dan kaum muda Kashmir yang frustasi akibat kemiskinan, memang
bersedia terlibat dalam pemilihan 87 anggota parlemen Kashmir. Namun kecurangan
dalam pemilu begitu meluas, para kandidat MUF banyak yang ditahan, sehingga
pemilu justru menimbulkan kemelut politik yang baru, serta mendorong masyarakat
kian tertarik untuk menjadi pendukung kelompok-kelompok militan termasuk
kelompok yang sangat kuat. Bahkan, setelah pemilu kelompok JKLF dan
kelompok-kelompok lain justru mulai melancarkan serngan bersenjata pada
pemerintah, melakukan pengeboman terhadap gedung-gedung pemerintahan, mobil dan
rumah0rumah para pejabat dan mantan pejabat pemerintah, serta memboikot
pemilihan anggota parlemen pada tahun 1989. Karena tidak populer maka
pemerintahan hasil pemilu 1989 menjadi tidak efektif, maka Februari 1990
parlemen Kashmir dibubarkan dan sejak Juli 1990 kashmir yang semula
dikendalikan oleh Gubernur (Governor’s
Rule) diambil alih untuk dikendalikan langsung oleh pemerintah pusat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar