Socrates
seorang filosof yang hidup antara tahun 469-399 SM menyatakan bahwa negara
bukanlah organisasi yang dibentuk oleh manusia untuk kepentingan diri sendiri,
tetapi engar itu merupakan susunan yang obyektif yang berdasarkan sifat hakikat
manusiayang obyektif termuat keadilan bagi umum. Ia selalu menolak dan
menentang keras apa yang bertentangan dengan ajarannya yaitu mentaati
Undang-Undang. Ajaran tentang tugas negara yang harus menciptakan dan
melaksanakan hukum yang dilakukan oleh para pemimpin atau penguasa yang dipilih
secara seksama oleh rakyat, disinilah merupakan inti dari pemikiran demokrasi
dari Socrates (dalam Nuktoh Arfawie, 2005; 63-64). Sedangkan menurut Samuel P
Hungtinton dalam Eggi Sudjana (1998; 45) perkembangan dari demokrasi menjadi
satu-satunya kekuasaan politik yang sah dan semua warga negara bangsa-bangsa di
dunia ini diharapkan untuk tidak ketinggalan dalam gelombang demokrasi ini.
Dalam
upaya untuk memahami makna demokrasi yang sesungguhnya sekaligus menjawab
pertanyaan mengapa demokrasi itu harus ada, terdapat lima jalur pendekatan yang
bisa digunakan (Nuktoh Arfawie, 2005; 65-67):
a.
Natural Approach
Demokrasi adalah bagian dari
persoalan manusia, karena itu pendekatan alamiah menjadikan manusia sebagai faktor
rujukannya yakni manusia secara alamiah. Manusia satu dengan yang lainnya
memiliki kesamaan baik proses kejadiannya, maupun bentuknya dan sifat
fitrahnya. Karena itu pada dasarnya manusia mempunyai status, derajat, dan
keudukan yang sama, oleh sebab itu semua manusia haruslah mendapatkan perlakuan
yang sama. Hal ini mendorong tumbuhnya kesadaran demokrasi yang menghendaki
adanya asa persamaan diantara sesama manusia.
b.
Psychological Approach
Manusia pada hakikatnya adalah
makluk yang mepunyai berbagai potensi antara lain emosi atau perasaan. Perasaan
adalah aspek fundamental bagia manusia, karena kehendak dan pemikirannya
bersumber daripadanya. Dari situ muncul gagasan mengenai demokrasi, dimana
setiap manusia harus saling menghormati dan menghargai dan tentunya tak ada
yang mau diperlekukan secara tidak manusiawi.
c.
Sociological Approach
Manusi tidak dapat hifdup
sendiri, ia membutuhkan manusia yang lain kemudian melahirkan komunita manusia
yang disebut masyarakat. Disitulah mereka bergaul, mengatur perlindungan
hak-hak dasarnya, mempertahankan eksistensinya dan mengembangkan peradaban. Di
dalam hubungan sosial itu setiap individu mengharapkan penghargaan dan
perlakuan yang sama dan seimbang agar tercipta masyarakat yang adil dan
sejahtera. Jadi manusia ditengah-tengah masyarakat menghendaki posisi dirinya
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makluk yang sempurna yang berarti
memberikan penghargaan yang sama terhadap setiap individu manusia. Hal-hal
tersebut dijadikan dasar dan landasan tumbuhnya pemikiran mengenai demokrasi
menurut pendekatan ini.
d.
Religious Approach
Menurut pendekatan ini setiap
manusia ada umumnya beragama dan pada setiap agama terdapat ajaran yang
bersifat universal seperti ajaran tentang kewajiban manusia satu menghargai dan
menghormati manusia yang lain termasuk keyakinan terhadap Tuhan. Di dalam
pemikiran tersebut terdapat nilai-nilai demokrasi yang merupakan keharusan
menghargai manusia beserta potensi-potensinya.
e.
Historical Approach
Menurut sejarah demokrasi
telah dikenal sejak jaman Yunani Kuno dan istilah demokrasi sendiri dikenal
pada zaman Plato dan Aristoteles. Meski demikian dengan universalitas nilai-nilai kemnausiaan (sama derajat,
rasa adil, rasa aman dan lain-lain) maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
dmokrasi ada dan hadir di setiap individu manusia di mana-mana karena nilai
demokrasi melekat dalam diri manusia itu sendiri.
Dari pendekatan-pendekatan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa demokrasi itu mengandung nilai-nilai persamaan, Hak Asasi
Manusia serta harkat dan martabat kemanusiaan yang diwujudkan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar