Tampilkan postingan dengan label Judul Planologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Judul Planologi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 28 Agustus 2019

Pemanfaatan Ruang (skripsi dan tesis)


 Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Ketentuan umum tentang pemanfaatan ruang ditegaskan dalam Pasal 32 Undang-Undang Penataan Ruang sebagai berikut:
 (1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya.
(2) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi.
 (3) Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk jabaran dari indikasi program utama yang termuat di dalam rencana tata ruang wilayah.
(4) Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.
 (5) Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif sekitarnya.
 (6) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana. Mengenai ketentuan apa saja yang harus dilakukan dalam Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dinyatakan sebagai berikut:
 (1) Dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan:
a. Perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis.
 b. Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis.
 c. Pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis.
 (2) Dalam rangka pelaksanaan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan kawasan budi daya yang dikendalikan dan kawasan budi daya yang didorong pengembangannya.
(3) Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui pengembangan kawasan secara terpadu.
(4) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan:
a. Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
 b. Standar kualitas lingkungan.
c. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Perencanaan Tata Ruang (skripsi dan tesis)


Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pada Undang-Undang Penataan Ruang, perencanaan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruaang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi.39 Perencanaan Pembangunan Nasional terbagi atas tiga jenis perencanaan yaitu:40 Rencana Jangka Panjang, Rencana Lima Tahunan, dan Rencana Tahunan. Pada Pasal 19 Undang-Undang Penataan Ruang menyatakan bahwa Penyusuanan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional harus memeperhatikan:
1. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
 2. Perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional.
3. Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi.
4. Keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah.
 5. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
6. Rencana pembangunan jangka panjang nasional.
7. Rencana tata ruang kawasan strategis nasional.
 8. Rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
Rencana Tata Ruang Nasional nantinya akan menjadi acuan terhadap rencana tata ruang provinsi, kabupaten/kota. Adapun Rencana Tata Ruang Provinsi adalah sebagai berikut:
 (1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada:
 a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
b. Pedoman bidang penataan ruang.
 c. Rencana pembangunan jangka panjang daerah.
(2) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan:
 a. Perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi.
b. Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi.
 c. Keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota.
 d. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
e. Rencana pembangunan jangka panjang daerah.
f. Rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan.
 g. Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi.
 h. Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
 Pasal 22. 21 Mengenai apa saja yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, ditegaskan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, ditegaskan dalam Pasal 23 Undang-Undang Penataan Ruang, sebagai berikut
 (1) Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:
a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi.
 b. Rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi.
c. Rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi
 d. Penetapan kawasan strategis provinsi.
e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan
. f. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
 (2) Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk:
a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah
. b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah.
 c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi.
 d. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor.
 e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.
f. Penataan ruang kawasan strategis provinsi.
 g. Penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
(3) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun.
 (4) Rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(5) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara dan/atau wilayah provinsi yang ditetapkan dengan undang-undang, rencana tata ruang wilayah provinsi ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(6) Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Sedangkan dalam penyususnan Rencana Tata Ruang Kabupaten dan Kota mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. Rencana Tata Ruang Kabupaten sebagai berikut:44 (1) Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:
a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten.
 b. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten.
 c. Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten. d. Penetapan kawasan strategis kabupaten.
e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan.
f. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
(2) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:
a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah.
b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah.
 c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten.
d. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor.
 e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi
 f. Penataan ruang kawasan strategis kabupaten.
(3) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan.
 (4) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun.
(5) Rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(6) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan undang-undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
 (7) Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten. Terdapat perbedaan antara Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dengan Kabupaten, yang mana di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota pada Pasal 28 UndangUndang Penataan Ruang ada penambahan sebagai berikut:
 1. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau.
 2. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau.
3. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah. 

Pelaksanaan Penataan Ruang (skripsi dan tesis)

Kegiatan pembangunan merupakan bagian terpenting dan tidak dapat terpisahkan dari proses penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Indonesia sebagai salah satu negara yang menganut paham Welfare state berkewajiban untuk dapat menyelenggarakan pembangunan dengan memanfaatkan secara optimal berbagai sumber daya yang ada guna memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya. Kewajiban negara ini diperkuat dengan dicantumkannya dalam konstitusi negara yakni pada Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa negara memiliki kekuasaan atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk digunakan sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, ketentuan ini bermakna bahwa negara dengan berbagai cara dan tanpa alasan apapun dituntut untuk dapat mensejahterakan rakyatnya.
 Dalam proses penyelenggaraan pembangunan yang mensejahterakan tersebut tentunya tidak semudah membalikan telapak tangan atau dapat secara ideal berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh rakyat atau yang termasuk dalam kontitusi negara. Hal ini perlu disadari dan dipahami bahwa kegiatan pembangunan selama ini atau di negara manapun bukan tanpa masalah atau hambatan. Demikian juga yang terjadi di Negara Indonesia yang merupakan negara berkembang dengan pola pemerintahan yang masih inkonsisten. Hadirnya konsep otonomi daerah yang digulirkan sejak tahun 1999 hanya merupakan intuisi sesaat yang terpengaruh oleh euphoria sementara mengenai pola pemerintahan yang dianggap ideal yakni perubahan system pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik yang pada kenyataannya dapat dibilang masih ragu-ragu dan belum terbukti keefektifannya

Tugas dan Wewenang Pemerintah/Pemerintah Daerah dalam Penataan Ruang (skripsi dan tesis)

Tugas negara dalam penyelenggaraan penatan ruang meliputi dua hal, yaitu;
 (a) police making, ialah penentuan haluan negara;
(b) task executing, yaitu pelaksanaan tugas menurut haluan yang telah ditetapkan oleh negara.

Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud di atas, negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada pemerintah dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan penataan ruang itu dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
 1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional.
 3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional.
 4. Kerja sama penataan ruang antarnegara dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antarprovinsi.
Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
1.. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota.
2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi.
 3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi.
4. Kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.
Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
 1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota.
2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

 3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. 4. Kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.
Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
 1. Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota.
 2. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. 3. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

Klasifikasi Penataan Ruang (skripsi dan tesis)


Klasifikasi penataan ruang ditegaskan dalam Undang-Undang Penataan Ruang bahwa penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.Selanjutnya ditegaskan sebagai berikut:
 1. Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan.
 2. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budi daya.
3. Penataan ruang berdasarkan wilayah administrasi terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataaan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
4. Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan, dan penataan ruang kawasan perdesaan.
 Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penatan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Penyelenggaraan penataan ruang harus memperhatikan hal sebagai berikut:
 1. Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana.
 2. Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan, kondisi ekeonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan.
 3. Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota harus dilakukakn secara berjenjang dan komplementer. Komplementer yang dimaksud disini adalah bahwa penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota saling melengkapi satu sama lain, bersinergi, dan dalam penyelenggaraannya tidak terjadi tumpah tindih kewenangan.

Asas dan Tujuan Penataan Ruang (skripsi dan tesis)


Menurut Herman Hermit  “sebagaimana asas hukum yang paling utama yaitu keadilan, maka arah dan kerangka pemikiran serta pendekatan-pendekatan dalam pengaturan (substansi peraturan perundang-undangan) apa pun, termasuk UndangUndang Penataan Ruang, wajib dijiwai oleh asas keadilan”. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 ditegaskan bahwa penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
 1. Keterpaduan. Keterpaduan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan antara lain, adalah pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
2. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya,  keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
3. Keberlanjutan. Keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.
4. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.
5. Keterbukaan. Keterbukaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang. 6. Kebersamaan dan kemitraan. Kebersamaan dan kemitraan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
 7. Perlindungan kepentingan umum. Perlindungan kepentingan umum adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.
 8. Kepastian hukum dan keadilan. Kepastian hukum dan keadilan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan  perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum.
 9. Akuntabilitas. Akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.

Pengertian Ruang, Tata Ruang, dan Penataan Ruang (skripsi dan tesis)


Menurut D.A. Tisnaadmidjaja, yang dimaksud dengan ruang adalah “wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas kehidupan yang layak”
 Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.  Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.25 Hal tersebut merupakan ruang lingkup penataan ruang sebagai objek Hukum Administrasi Negara. Jadi, hukum penataan ruang menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yaitu hukum yang berwujud struktur ruang (ialah sususnan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan  ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional) dan pola ruang (ialah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya)

Risiko Bencana (skripsi dan tesis)


Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (BNPB No 2
tahun 2012)
Menurut Suranto (2008) bencana merupakan fenomena sosial akibat
kolektif atas komponen ancaman yang berupa fenomena alam dan atau buatan
disatu pihak, dengan kerentanan komunitas dipihak lain serta risiko yang
ditimbulkan.
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang diakibatkan olehbencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu. Risiko bencana dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan
atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (PNPB No 1 tahun
2012)

Longsor lahan (skripsi dan tesis)

Longsor lahan menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Geologi (2007) adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa rombakan, tanah bergerak ke bawah atau ke luar lereng. Vernes ( 1978 dalam Choli Munawar dkk 2011) Gerak massa (mass movement) dalam istilah awam sering disebut longsor lahan adalah proses bergeraknya puing-puing batuan (termasuk di dalamnya tanah) secara besar-besaran menuruni lereng secara lambat hingga cepat, oleh adanya pengaruh langsung dari gravitasi.Pengertian tersebut menjelaskan bahwa gerak massa tanah pada hakekatnya adalah gerakan massa batuan yang ukuran besarannya masih harus ditentukan, serta posisi arah gerakannya masih perlu diklasifikasikan.
Menurut Peraturan Menteri Pekerja Umum No 22 tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor, longsor lahan  merupakan gejala alami yakni suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan pembentuk lereng dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap karena pengaruh gravitasi dengan jenis gerakan berbentuk translasi dan rotas

Penggunaan Lahan (skripsi dan tesis)


Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, tanah,
relief, air, vegetasi, serta benda yang ada di atasnya yang berpengaruh terhadap
penggunaannya. Konsep dan definisi lahan yang lainnya yaitu menurut FAO
(1976)dalam Saribun S Daud, 2007) adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi
tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut
mempengaruhi potensi penggunaannya, termasuk di dalamnya akibat
kegiatankegiatan manusia baik masa lalu maupun sekarang.
Pengunaan lahan (land use) merupakan setiap bentuk campur tangan
manusia terhadap sumber daya lahan, baik yang sifatnya tetap (permanen) atau
merupakan daur (cyclic) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya, baik
kebendaan maupun kejiwaan (spiritual) , (Vink1975 dalam Saribun S Daud 2007).

Efektivitas Implementasi (skripsi dan tesis)


 Efekfivitas didefinisikan yang beragam oleh para ahli tergantung konteks mana efektivitas itu digunakan. Secara etimologi efekivitas berasal dari kata effectiveness 72 yang berarti taraf sampai sejauh mana suatu kelompok mencapai tujuan (Soekanto, 1983 dalam Amir Usman: 2004). Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya suatu tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Emerson, 1996 (dalam Fanani: 2014).
Dari beberapa pandangan ini maka dapat dikatakan bahwa efektivitas berkaitan dengan evaluasi terhadap suatu kebijakan, yaitu kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijaksanaan. Untuk keperluan jangka panjang dan untuk kepentingan berkelanjutan suatu kebijaksanaan atau program, evaluasi sangat diperlukan sebab dengan evaluasi kebijaksanaan-kebijaksanaan kedepan diharapkan akan lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Subarsono, 2003 (dalam Agustina: 2011), memberikan beberapa argumen perlunya evaluasi, yaitu:
(1) untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijaksanaan, yaitu seberapa jauh suatu kebijaksanaan mencapai tujuan;
 (2) mengetahui apakah suatu kebijaksanaan berhasil atau gagal;
 (3) memenuhi aspek  akuntabilitas publik;
(4) menunjukan kepada stakeholders manfaat suatu kebijaksanaan Penilaian terhadap suatu kebijaksanaan perlu dikembangkan kedalam indikator.
 Dunn, 1994 (dalam Amir Usman: 2004), mengembangkan enam indikator kriteria evaluasi, yaitu : (1) efektivitas, untuk menilai apakah hasil yang diinginkan telah tercapai;
 (2) efesiensi, untuk menilai sebarapa banyak usaha yang dilakukan untuk mencapai hasil yang diinginkan;
(3) kecukupan, untuk menilai seberapa jauh hasil yang telah dicapai dapat memecahkan masalah;
 (4) pemerataan, untuk mengetahui apakah biaya dan manfaatan didistribusikan merata kepada kelompok masyarakat yang berbeda;
(5) responsivitas, untuk mengetahui apakah hasil kebijaksanaan memuat prefernsi atau nilai kelompok dan dapat memuaskan mereka; dan
(6) ketepatan, untuk menilai apakah hasil yang dicapai bermanfaat

Instansi Teknis Pemprosesan Perizinan Pemanfaatan Ruang (skripsi dan tesis)


Instansi ini merupakan pengelolaan proses perizinan pemanfaatan ruang setelah mendapatkan penyerahan dari UPT-PSA. Instansi ini bertugas penyelenggarakan rapat koordinasi tim dan peninjauan lokasi dalam rangka mendapatkan bahan untuk rekomendasi kepada Bupati/Kepala Dinas dalam hal menerima dan menolak permohonan perizinan pemanfaatan ruang. Instansi tersebut adalah (Wicaksono: 2015):
a. Bidang Perizinan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Sleaman untuk izin peruntukan penggunaan tanah yang meliputi izin lokasi, izin pemanfaatan tanah, dan izin perubahan penggunaan tanah
b. Seksi Tata Ruang dan Pembangunan Bidang Permukiman Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan untuk pengesahan site plan
 c. Seksi Tata Bangunan Bidang Permukiman di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan untuk mengurus IMB
Pelaksanaan otonomi daerah yang telah merubah sistem pemerintah daerah secara signifikan dengan penyerahan kewenangan, lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kabupaten/kota pada masyarakat termasuk didalamnya bidang pertanahan. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah pasal 14, menyatakan bahwa pemerintah kabupaten dan kota memperoleh penyerahan wewenang di bidang pertanahan yakni pelayanan pertanahan. Hal tersebut merupakan implementasi pasal 4 UUPA (UU No. 5 Tahun 1960). 64 Pemerintah daearah memiliki wewenang untuk mengatur wilayahnya, hal ini berdasarkan prinsip desentralisasi dan dekonsentrasi. Pada prinsipnya desentralisasi adalah penaatan mekanisme pengelolaan kebijakan dengan wewenang yang lebih besar diberikan kepada daerah agar penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan berjalan lebih efektif dan efisien. Kartasasmita, 1996 (dalam Fanani: 2014).
Dengan demikian dalam pelaksanaan otonomi daerah, walaupun sebagian kewenangan pertanahan telah diserahkan kepada daerah kabupaten/kota, namun keberadaan instansi Badan Pertanahan Nasional (BPN) tetap harus ada. Keberadaan BPN fungsinya untuk memformulasikan administrasi publik pertanahan lokal dengan strandarisasi dan koridor hukum nasional. Institusi daerah berfungsi untuk melaksanakan kebijakan politik pertanahan lokal, yang salah satunya melakukan pengendalian peruntukan pemanfaatan tanah. Pemerintah daerah merupakan organisasi yang sangat besar, bahkan mungkin yang paling besar antara organisasi-organisasi yang ada di daerah. Organisasi yang besar mempuyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan masyarakat luas, memperkerjakan jumlah staff yang 66 banayak dan menguasai aset, infrastruktur, dan daya publik dalam jumlah yang besar. Pemerintah daerah juga memiliki kewajiban kepada masyarakat untuk bertanggung jawab dan transparan atas semua kegiatan oprasionalnya. Kegagalan dalam mengelola organisasi yang besar akan memiliki dampak terhadap masyarakat luas. Mempengaruhi banyak karyawan, dan dapat menimbulkan kerugian besar terhadap aset dan dana publik. Kegagalan pengelolaan organisasi pemerintah daerah juga akan dengan segera mengundang perhatian dan penilaian oleh masyarakat dan lembaga publik lainnya (Fanani: 2014).
Tata kelola pada pemerintah daerah adalah prinsip, pendekatan dan cara bagaimana pemerintah daerah menjalankan kegiatannya agar dapat mencapai tujuan dan memenuhi tanggung jawabnya. Dengan governance yang baik pemerintah daerah dapat menghindari kegagalan pengelolaan yang berdampak besar seperti tersebut diatas (Fanani: 2014). 67 Governance mencakup keterkaitan bagaimana pemerintah daerah, perwakilan rakyat (DPRD), organisasi publuk lainnya, dan mitra-mitra yang terkait menjalankan peran dan tanggung jawabnya, dan mencapai tujuan untuk melayani masyarakat dan pemakai layanan secara ekonomis, efisein, efekif dan sesuai kaidah etika yang baik. Good governance mendorong tercapainya manajemen publik yang baik, kinerja pemerintah yang baik, pengelolaan dana publik yang lebih baik, pelibatan partisipasi masyarakat yang lebih baik, dan pada gilirannya mendorong tersediannya hasil dan outcome yang baik bagi warga daerah maupun pemakai layanan pemerintah daerah. CIPFA, 2006 (dalam Fanani: 2014)
 Dalam penyelenggaraan penataan ruang seperti yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 8, pemerintah memiliki wewenang meliputi (Fanani: 2014):
1. Pengaruh, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang
2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah
3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
 4. Kerja sama penataan ruang dan pemfasilitasi kerja sama penataan ruang antar wilayah Pelaksanaan pemanfaaan ruang dengan pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan strategi dapat dilaksanakan pemerintah daerah melalui dekonsentrasi dan atau tugas pembantuan.
Dalam rangka penataan ruang pemerintah berwenang menyusun dan menetapkan pedoman dibidang penataan ruang. Pelaksanaan wewenang pemerintah meliputi (Fanani: 2014):
 1. Memperluas informasi yang berkaitan dengan:
a. Rencana umum dan rencana tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional
b. Arahan peraturan pembagian kawasan untuk sistem nasional yang disusun dengan rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional
c. Pedoman dibidang penataan ruang
 2. Penerapan strandar pelayanan minimum bidang penataan ruang

Pembatalan Izin Penataan Ruang (skripsi dan tesis)


Berdasarkan Pasal 26 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang penataan runag, izin pemanfaatan ruang (tempat usaha, mendirikan bangunan, dll) yang tidak sesuai dengan rencana ruang yang ditetapkan dapat dinyatakan batal (atau dicabut) oleh kepala daerah yang bersangkutan. Pembatalan izin ini dapat dimintakan penggantinya yang layak bila dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh dengan itikat baik. Pencabutan izin yang tidak sesuai ini merupakan penerapan dari prinsip penyembuhan (curative). Tindakan yang lebih moderat adalah dengan menghentikan pembangunan untuk di evaluasi. Hasil evaluasi PERMO HONAN UPTPSA KPPD BUPATI 60 hari kerja dapat berupa pemcabutan izin atau bentuk penertiban lainnya yang lebih ringan. Lebih lanjut Budhy Tjanjati menambahkan bahwa perangkat disinsentif adalah pengaturan bertujuan membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, misalnya penegakan pajak tinggi atau pembatasan sarana dan prasarana (Wicaksono: 2015)

Mekanisme Perizinan (skripsi dan tesis)


Mekanisme perizinan merupakan dari prinsip pencegahan (preventive) berbagai izin dan persyaratan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang telah diatur, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, misalkan izin prinsip atau izin pemanfaatan tanah (IPT), izin lokasi, izin usaha (SIUP), izin badan usaha (SITU), izin mendirikan bangunan (IMB), izin gangguan (HO), AMDAL, site plan, sertipkasi, RTRW, IPPT, konsolidasi anah, izin kepentingan umum, dll. Meskipun secara prinsip bagus, syarat yang diberikan tidak tegas dimanfaatkan untuk mengendalikan, dan seringkali memang sulit dipenuhi karena berada di luar kendali pengembang atau investor (Wicaksono: 2015)

Perizinan pemanfaatan ruang (skripsi dan tesis)

Perizinan pemanfaatan ruang terdiri atas tiga jenis perizinan yang memiliki struktur, sebagai berikut: 1. Perizinan peruntukan dan perolehan lahan berkaitan dengan penetapan lokasi investasi dan perolehan tanah dalam bentuk izin lokasi.
 2. Perizinan pengembangan pemanfaatan lahan berkaitan dengan rencana pengembangan kualitas ruang dalam bentuk Persetujuan Site Plan.
3. Perizinan mendirikan bangunan berkaitan dengan pembangunan tata ruang dan tata bangunan dalam bentuk Izin Mendirikan Bangunan.

Perizinan Pemanfaatan Ruang (skripsi dan tesis)


 Dalam pasal 37 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, menjelaskan bahwa ketentuan perizinan dalam hal ini adalah izin permanfaatan ruang diatur oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Di Kabupaten Sleman, izin pemanfaatan ruang diatur dalam Perda Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 tentang izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) dalam pasal 4 dijelaskan bahwa IPPT terdiri atas: izin lokasi, izin pemanfaaan tanah, izin perubahan penggunaan tanah, izin konsolidasi tanah, dan izin penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Adapun ketentuan-ketentuan mengenai masing- masing jenis izin telah diatur dalam Perda tersebut (Wicaksono: 2015)
.Dalam pasal 2 Perda Nomor 19 Tahun 2001 tentang izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) tersebut dijelaskan bahwa setiap orang pribadi dan atau badan yang menggunakan tanah untuk kegiatan pembangunan fisik dan atau untuk keperluan lain yang berdampak pada struktur ekonomi, sosial budaya dan lingkungan wajib memperoleh izin peruntukan penggunaan tanah dari bupati. Jadi tidak semua jenis banguan atau kegiatan diwajibkan mendapatkan IPPT namun hanya diwajibkan bagi kegiatan yang berdampak pada struktur ekonomi, sosial dan lingkungan. Bagi jenis bagunan atau kegiatan diluar ketentuan IPPT maka ada ketentuan lain yaitu wajib mendapatkan izin gangguan (HO), kecuali rumah tinggal pribadi /perseorangan hanya wajib izin mendirikan bangunan (IMB). Namum demikian izin gangguan (HO) ini juga diwajibkan bagi jenis 51 usaha/kegiatan yang wajib IPPT sebelum operasional kegiatan (Hidayah: 2008).

Tata Cara Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang (skripsi dan tesis)


Tata cara pelaksanaan pengendalian atau peraturan pemanfaatan ruang bisa dilihat dalam beberapa prosedur, yaitu sebagai berikut (Fanani: 2014)
1. Prosedur pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pembangunan Peraturan pelaksanaan ruang diterapkan pada:
 (1) pembangunan baru
; (2) peremajaan lingkungan; dan
 (3) perbaikan lingkungan.
Pada kawasan yang sudah terbangun terdapat beberapa alternatif pelaksanaan 38 peraturan penataan ruang:
(1) dikenakan secara langsung;
(2) dikenakan pada saat akan melakukan rahabilitasi atau pembangunan kembali; dan
(3) diberi jangka waktu untuk menyesuaikan dengan rencana.
2. Prosedur perubahan pemanfaatan ruang Prakarsa perubahan pemanfaatan ruang dapat diajukan oleh masyarakat yang terdiri dari kelompok masyarakat termasuk perorangan, badan hukum, maupun badan usaha, pemerintah kabupaten/kota, dan dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota.
 a. Prosedur perubahan sementara
1. Permohonan mengajukan usulan kepada Walikota/Bupati 2. Dinas tata kota atau dinas yang berwenang dalam penataan ruang melakukan kajian terhadap usulan pemohon 3. Hasil kajian dibahas ditingkat pimpinan 4. Hasil tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan dengar pendapat publik 39 5. Apabila disepakati hasil dengar pendapat diberikan kepada Walikota/Bupati akan ditindaklanjuti b. Prosedur perubahan tetap, mengikuti proses teknis perubahan kecil dan besar c. Prosedur perubahan kecil: 1. Pemohon mengajikan permohonan perubahan disertai dengan persyaratan administrasi 2. Pemeriksaan kelengkapan administrasi dan pemeriksaan kesesuaian dengan rencana (RTRW,RDTR, RTRK,dan RTBL) 3. Rumusan rekomendasi keputusan dan besarnya biaya yang harus dikenakan 4. Pengambilan keputusan
 5. Penentuan besarnya tarif retribusi yang harus dibayar oleh pemohon 6. Pembayaran retribusi bila pemohon sesuai dengan besar yang ditentukan bila tidak mengajukan keberatan pada tim penilai 7. Pengesahan perubahan
 8. Penertiban izin perubahan pemanfaatan ruang
9. Penertiban izin mendirikan bangunan (perubahan)
d. Prosedur perubahan besar
 1. Pomohon mengajukan permohonan perubahan disertai dengan persyaratan administrasi
 2. Pemeriksaan kelengkapan administrasi dan pemeriksaan kesesuaian dengan rencana (RTRW, RDTR, RTRK dan RTBL)
 3. Pemeriksaan terhadap visi dan misi pembangunan kota untuk perubahan yang diajukan dengan penilaian teknis planologis serta dampak sosial ekonomi yang juga berlaku untuk perubahan besar lainnya, yaitu spot zoning dan penambahan intensitas ≥10% dan ketentuan teknis yang ada dalam rencana
4. Pelaksanaan dengar pendapat
 5. Perumusan rekomendasi keputusan yang didasarkan pada penilaian seluruh aspek dari permohonan yang diajukan baik dalam dampak positif, dampak negatif maupun pertimbangan dari masyarakat sekitar. Rekomendasi ini hendaknya mengikat pengambilan keputusan. Apabila rekomendasi tunggal, maka pengembalian keputusan harus memutuskan sesuai rekomendasi dan bila terdiri atas beberapa alternatif pengambilan keputusan sesuai rekomendasi dan bila terdiri dari beberapa alternatif pengambilan keputusan harus mengambil keputusan salah satu dari yang direkomendasikan
 6. Pengambilan keputusan
 7. Penentuan besarnya retribusi
 8. Penarikan retribusi
 9. Pembayaran retribusi
 10. Pengesahan perubahan
 11. Penertiban izin perubahan pemanfaatan lahan
12. Penertiban izin mendirikan bangunan
e. Prosedur administrasi perubahan pemanfaatan ruang
1. Prosedur administrasi perubahan kecil Setiap permohonan pemohon perlu melakukan prmohonan perubahan kepada lembaga berwenang untuk mengeluarkan izin perencanaan dan mengetahui ketentuan teknis pendirian suatu bangunan. Karena tidak melibatkan perubahan pemanfaatan lahan, maka dalam pengeluaran izinnya tidak harus mendapatkan persetujuan dari pihak perwakilan rakyat. Lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan izin perencanaan dapat segera langsung memberikan keputusan apakah suatu permohonan dapat dikabulkan atau tidak .Permohonan ini harus dikenakan sejumlah biaya atau retribusi karena meskipun dinilai kecil tetap telah melakukan penyimpangan terhadap rencana yang telah ditetapkan.
2. Prosedur administrasi perubahan besar
 a. Seluruh dampak baik yang positif maupun negatif yang mungkin muncul akibat pembangunan
b. Visi dan misi pengembangan kota serta seluruh kebijksanaan dan program rencana yang akan dijalankan
 c. Melibatkan pihak perwakilan rakyat dalam pengambilan keputusan atas suatu permohonan perubahan pemanfaatan lahan mengingat dampak yang mungkin terjadi akan melibatkan banyak pihak yang berkepentingan. Selain itu mengingat bahwa rencana yang telah ditetapkan merupakan produk hukum yang ditetapkan dengan Perda yang harus mendapatkan persetujuan dari DPRD
 d. Mempertimbangkan seluruh pendapat dan keberatan dari berbagai pihak dengan melakukan public hearing (dengar pendapat) untuk mendapatkan opini dari berbagai pihak. Dengar pendapat ini dilaksanakan oleh pihak yang berwenang yang juga menetukan hari, waktu dan tempat pelaksanaan serta melakukan pemberitahuan kepada khalayak dan diikuti oleh masyarakat yang diperkirakan akan terkena dampaknya secara langsung, msayarakat yang keberatan dengan permohonan pembangunan ataupun orang-orang yang peduli dengan masalah permohonan izin pembangunan ini. Dengar pendapat ini dilakukan dalam rangka membantu dalam memutuskan suatu permohonan pembangunan
 3. Prosedur pengenaan atau penerapan insentif dan disinsentif
a. Hanya pemerintah daerah yang berhak memberikan insentif dan disinsentif
b. Pemerintah daerah menerapkan kegiatan atau pemanfaatan ruang yang akan diberikan insentif dan disinsentif pada suatu kawasan atau wilayah tertentu, sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan akan berdasarkan kriteria pengenaan insentif dan disinsentif
 c. Pemerintah menerapkan jenis insentif dan disinsentif pada jenis kegiatan atau pemanfaatan ruang pada kawasan atau wilayah tersebut
d. Pemerintah memberlakukan atau menerapkan jenis insentif dan disinsentif tersebut pada saat permohonan pembangunan diajukan baik oleh perorangan, kelompok masyarakat maupun badan hukum
4. Prosedur peran masyarakat Bentuk peran serta masyarakat dalam peraturan pemanfaatan ruang dijelaskan sebagai berikut:
 a. Dalam pelaksanaan peraturan zonasi
1. Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan peraturan zonasi
2. Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang dan program pembangunan termasuk pelaksana peraturan zonasi
 3. Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang yang sesuai dengan peraturan zonasi
 4. Bantuan teknik dan pengolahan dalam pemanfaatan ruang
 5. Kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup
b. Dalam pengendalian pelaksana peraturan zonasi
 1. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang skala kota, kecamatan dan kawasan, termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksana pemanfaatan ruang kawasan yang dimaksud dan/atau sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya lainnya
2. Memberikan masukan atau laporan tentang masalah yang berkaitan dengan perubahan atau penyimpangan pemanfaatan ruang dari peraturan zonasi yang telah disepakati
3. Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban pemanfaatan ruang
 c. Tata cara peran serta masyarakat dalam pelaksanaan peraturan zonasi disesuaikan dengan jangka waktu pelaksana prosesnya sendiri, antara lain:
 1. Bersifat periodik, jangkah menengah, dapat dibuat panetia khusus yang sifatnya ad-hoc atau tidak permanen. Panetia khusus ini dibentuk untuk lingkup perencanaan RTRW kota/kabupaten RDTR maupun RTRK/RTBL
 2. Bersifat sepanjang waktu atau sewaktu-waktu karena berbasis pada kasus-kasus yang terjadi dapat dibentuk komite perencanaan yang mempunyai tugas pokok dan fungsi khusus dibidang perencanaan kota dan bersifat independen serta mempunyai kewenangan legal formal untuk menindaklanjuti persoalan-persoalan penataan ruang

Aktor Dalam Perubahan Pemanfaatan Wilayah (skripsi dan tesis)

Konfik atau ketidaksesuaian kepentingan antara dua pihak atau lebih terhadap satu atau lebih masalah, sering terjadi dalam perubahan pemanfaatan lahan. Pihak-pihak yang sering konflik ini berkaitan langsung dengan aktor-aktor yang terlibat didalam perubahan pemanfaatan tanah (Taufik: 2005), yaitu :
 1. Developer (Investor), merupakan pihak yang menuntut perubahan pemanfaatan lahan yang biasanya lebih memperhitungkan keuntungan yang akan dipengaruhi dari pada memperhitungkan dampak eksternalitas negatif terhadap pihak lain, dan  bila disadari pun developer atau investor tidak mau menanggungnya.
 2. Pemerintah, adalah pihak yang berhadapan dan langsung dengan dampak negatif perubahan pemanfaatan lahan serta terhadap penataan dan pelayanan kota secara keseluruhan.
 3. Masyarakat, adalah pihak yang sering terkena dampak negatif suatu perubahan pemanfaatan lahan, seperti kemacatan lalu lintas, berkurangnya kenyamanan dan privasi.

Perubahan Pemanfaatan lahan (skripsi dan tesis)


Ketidaksesuaian pemanfaatan lahan dengan rencana merupakan gejala umum yang terjadi di kota-kota besar yang pesat pertumbuhannya. Perubahan pemanfaatan lahan dari peruntukan yang direncanakan umumnya disebabkan oleh ketidaksesuaian antara pertimbangan yang mendasari arahan rencana dengan pertimbangan pelaku pasar. Disatu sisi, peruntukan lahan harus mempertimbangkan kepentingan umum serta ketentuan teknis dan lingkungan yang berlaku, sedangkan disisi lainnya kepentingan pasar dan dunia usaha mempunyai kekuatan yang tidak selalu dapat ditahan. Kedua faktor yang saling berlawanan ini diserasikan untuk rencana pemanfaata an ruang Sanksi administratif Sanksi perdata Sanksi pidan  memperoleh arahan pemanfaatan lahan yang optimal, yaitu yang dapat mengakomodasi kebutuhan pasar dengan meminimumkan dampak sampingnya dapat merugikan kepentingan umum. Optimasi yang memuaskan semua pelaku yang terlibat tidak selalu dapat tercapai, dan ini juga tidak selalu sama untuk kasus-kasus dan lokasi pemanfaatan lahan yang dihadapi (Fanani: 2014).
Perubahan pemanfaatan lahan dapat mengacu pada dua hal yang berbeda, yaitu pemanfaatan lahan sebelumnya atau rencana tata ruang perubahan yang mengacu pada pemanfaatan sebelumnya adalah suatu pemanfaatan baru atas lahan yang berbeda dengan pemanfaatan lahan yang sebelumnya, sedangkan perubahan yang mengacu pada rencana tata ruang adalah pemanfaatan baru atas tanah atau lahan yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam rencana tata ruang wilayah yang telah disahkan Permendagri No. 4 Tahun 1996 tentang pedoman perubahan pemanfaatan lahan kota. (Fanani: 2014).