Pemisahan kekuasaan merupakan ide
yang menghendaki baik organ, fungsi dan personal lembaga negara menjadi
terpisah antara satu dengan yang lainnya. Setiap lembaga Negara masing-masing
menjalankan secara sendiri dan mandiri tugas, dan kewenangannya seperti yang
ditentukan dalam ketentuan hukum. Di negara-negara Eropa Barat, pemisahan
kekuasaan negara ini menjadi kebiasaan untuk membagi tugas pemerintahan ke
dalam tiga bidang kekuasaan, yaitu:
a.
Kekuasaan yang berfungsi
untuk membuat undang-undang. Kekuasaan ini dinamakan kekuasaan legislatif.
b.
Kekuasaan yang berfungsi
untuk menjalankan undang-undang. Kekuasaan ini dinamakan kekuasaan eksekutif.
c.
Kekuasaan yang berfungsi
untuk mempertahankan undang-undang (kekuasaan untuk mengadili).
Kekuasaan ini dinamakan kekuasaan yudikatif.
Pemisahan dari tiga kekuasaan ini sering kita temui dalam sistem ketatanegaraan
di berbagai negara-negara yang ada di dunia ini, walaupun batas pembagian itu
tidak selalu sempurna, karena terkadang antara satu kekuasaan dengan kekuasaan
yang lainnya tidak benar-benar terpisah, bahkan saling pengaruh-mempengaruhi.
Dalam perkembangan sejarah, teori dan
pemikiran tentang pengorganisasian kekuasaan dan tentang organisasi negara
berkembang sangat pesat. Menurut Jimly Asshiddiqie, hal ini disebabkan tuntutan
keadaan dan kebutuhan nyata, baik faktor-faktor sosial, ekonomi, politik dan
budaya di tengah dinamika gelombang pengaruh globalisme versus lokalisme yang
semakin kompleks menyebabkan variasi struktur dan fungsi organisasi serta
institusi kenegaraan berkembang dalam banyak ragam dan bentuknya. Negara
melakukan eksperimentasi kelembagaan (institutional experimentation)
melalui berbagai bentuk organ pemerintahan yang dinilai lebih efektif dan
efisien sehingga pelayanan umum (public services) dapat benar-benar
terjamin. Kelembagaan tersebut disebut dengan istilah dewan (council),
komisi (commission), komite (committee), badan (board),
atau otorita (authority).[1]
Sebagai akibat tuntutan perkembangan
yang semakin kompleks dan rumit, organisasi-organisasi kekuasaan yang
birokratis, sentralistis dan terkonsentrasi tidak dapat lagi diandalkan. Salah
satu akibatnya, fungsi-fungsi kekuasaan yang biasanya melekat dalam
fungsi-fungsi lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan bahkan yudikatif
dialihkan menjadi fungsi organ tersendiri yang bersifat independen. Sehingga
dimungkinkan adanya suatu lembaga negara baru yang menjalankan fungsi yang
bersifat campuran dan masing-masing bersifat independen (independent bodies)
atau quasi independen. Terdapat beberapa
ahli yang mengelompokkan independent agencies (lembaga independen)
semacam ini dalam domain atau ranah kekuasaan eksekutif. Ada pula sarjana yang
mengelompokkannya secara tersendiri sebagai the fourth branch of the
government, seperti yang dikatakan oleh Yves Meny dan Adrew Knapp.[2]
[1] Yusa Djuyandi, 2017, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta, Rajawali
Pers, hlm. 129
[2] Suparto, “Pemisahan Kekuasaan, Konstitusi Dan Kekuasaan Kehakiman
Yang Independen Menurut Islam”, Jurnal Selat, I (Oktober 2016), hlm. 117.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar