Rabu, 08 November 2023

Teori Pemisahan Kekuasaan

 

Pemisahan kekuasaan merupakan ide yang menghendaki baik organ, fungsi dan personal lembaga negara menjadi terpisah antara satu dengan yang lainnya. Setiap lembaga Negara masing-masing menjalankan secara sendiri dan mandiri tugas, dan kewenangannya seperti yang ditentukan dalam ketentuan hukum. Di negara-negara Eropa Barat, pemisahan kekuasaan negara ini menjadi kebiasaan untuk membagi tugas pemerintahan ke dalam tiga bidang kekuasaan, yaitu:

a.         Kekuasaan yang berfungsi untuk membuat undang-undang. Kekuasaan ini dinamakan kekuasaan legislatif.

b.         Kekuasaan yang berfungsi untuk menjalankan undang-undang. Kekuasaan ini dinamakan kekuasaan eksekutif.

c.         Kekuasaan yang berfungsi untuk mempertahankan undang-undang (kekuasaan untuk mengadili).

 Kekuasaan ini dinamakan kekuasaan yudikatif. Pemisahan dari tiga kekuasaan ini sering kita temui dalam sistem ketatanegaraan di berbagai negara-negara yang ada di dunia ini, walaupun batas pembagian itu tidak selalu sempurna, karena terkadang antara satu kekuasaan dengan kekuasaan yang lainnya tidak benar-benar terpisah, bahkan saling pengaruh-mempengaruhi.

Dalam perkembangan sejarah, teori dan pemikiran tentang pengorganisasian kekuasaan dan tentang organisasi negara berkembang sangat pesat. Menurut Jimly Asshiddiqie, hal ini disebabkan tuntutan keadaan dan kebutuhan nyata, baik faktor-faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya di tengah dinamika gelombang pengaruh globalisme versus lokalisme yang semakin kompleks menyebabkan variasi struktur dan fungsi organisasi serta institusi kenegaraan berkembang dalam banyak ragam dan bentuknya. Negara melakukan eksperimentasi kelembagaan (institutional experimentation) melalui berbagai bentuk organ pemerintahan yang dinilai lebih efektif dan efisien sehingga pelayanan umum (public services) dapat benar-benar terjamin. Kelembagaan tersebut disebut dengan istilah dewan (council), komisi (commission), komite (committee), badan (board), atau otorita (authority).[1]

Sebagai akibat tuntutan perkembangan yang semakin kompleks dan rumit, organisasi-organisasi kekuasaan yang birokratis, sentralistis dan terkonsentrasi tidak dapat lagi diandalkan. Salah satu akibatnya, fungsi-fungsi kekuasaan yang biasanya melekat dalam fungsi-fungsi lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan bahkan yudikatif dialihkan menjadi fungsi organ tersendiri yang bersifat independen. Sehingga dimungkinkan adanya suatu lembaga negara baru yang menjalankan fungsi yang bersifat campuran dan masing-masing bersifat independen (independent bodies)  atau quasi independen. Terdapat beberapa ahli yang mengelompokkan independent agencies (lembaga independen) semacam ini dalam domain atau ranah kekuasaan eksekutif. Ada pula sarjana yang mengelompokkannya secara tersendiri sebagai the fourth branch of the government, seperti yang dikatakan oleh Yves Meny dan Adrew Knapp.[2]

 

 



[1] Yusa Djuyandi, 2017, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 129

[2] Suparto, “Pemisahan Kekuasaan, Konstitusi Dan Kekuasaan Kehakiman Yang Independen Menurut Islam”, Jurnal Selat, I (Oktober 2016), hlm. 117.

Tidak ada komentar: