Rabu, 08 November 2023

Pengertian Kekayaan Intelektual

 

Kekayaan Intelektual (KI) adalah perubahan dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dimana sudah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hal demikian berubah dikarenakan mengikuti institusi yang berperan dalam bidang kekayaan intelektual di negara-negara lain. Rata-rata institusi di negara-negara tersebut yang berperang dalam bidang kekayaan intelektual tidak ada kata “hak” dalam nama institusinya. [1]

Penamaan dalam bidang ini telah dilakukan perubahan sebanyak 4 kali di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, yaitu Ditjen HCPM, Ditjen HaKI, Ditjen HKI dan Ditjen KI. Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (Ditjen HCPM) terbentuk atas dasar Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1988 tentang pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta. Lalu pada tahun 1998, atas dasar Keputusan Presiden Nomor 144 Ditjen HCPM diganti menjadi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HaKI). Kemudian atas dasar Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 Ditjen HaKI berganti menjadi Ditjen HKI, dan akhirnya yang berlaku saat ini atas dasar Peraturan Presiden 18 Nomor 44 Tahun 2005, Ditjen HKI berubah menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Sehingga kini istilah atau nama Kekayaan Intelektual telah sama penyebutanya dengan istilah di banyak negara.[2]

Kekayaan Intelektual merupakan hak kebendaan yang dapat dikategorikan ke dalam benda tidak berwujud (benda immateriil). Dalam konteks hukum perdata, rumusan tentang hak kekayaan immateriil dijelaskan dalam pengertian benda yang diatur dalam Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Secara implisit menurut paham undang-undang yang dimaksud dengan benda ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Jika dihubungkan dengan Pasal 503 dan 504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), maka dapat dikategorikan ke dalam benda berwujud dan benda bergerak. Barang bergerak yang tidak berwujud memiliki sifat abstrak, karena barangnya memang tidak terlihat wujudnya, akan tetapi pemiliknya dapat merasakan manfaatnya .

Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa poros utama yang dilindungi pada Kekayaan Intelektual yaitu metode atau cara berpikir dari pencipta itu sendiri sehingga hak kebendaan yang menempel pada proses intelektual tersebut termasuk diantaranya adalah benda yang tidak berwujud. Hak yang turut dilindungi itu dapat dikatakan sebagai hak untuk mempertahankan kepemilikanya dan hak untuk memanfaatkan atau menggunakan kepemilikanya tersebut, misalkan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain atau kepemilikanya dapat dihargai. Kekayaan Intelektual dapat digolongkan menjadi dua bagian menurut World Intellectual Property Organization (WIPO): Hak Cipta (Copyrights) dan Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights). Hak Cipta (Copyrights) merupakan hak khusus bagi pencipta untuk menyebarluaskan, mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya sendiri pada bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dengan atau bisa berbentuk buku, program komputer, ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang serupa itu. Sedangkan Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights) adalah hak yang memuat apapun tentang milik pengindustrian terkhusus yang memuat mengenai perlindungan hukum. Hak Kekayaan Industri itu sendiri terbagi atas Merek, Paten, Hak Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST), Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman.[3]



[1] Sudaryat, dkk. 2010. Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: Oase Media

[2] Susanto, Himawan Wijanarko. 2004. Membangun Merek Unggul dan Organisasi Pendukungnya. Jakarta : PT Mizan Publika

[3] Atsar, Abdul. 2018. Mengenal Lebih Dekat Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Yogyakarta: CV Budi Utama

Tidak ada komentar: