Salah satu topik yang diperkenalkan relatif awal kepada
mahasiswa fakultas hukum adalah subyek hukum. Menjadi penting untuk dikenali
lebih awal karena subyek hukum sendiri memiliki wewenang hukum, dimana subyek
hukum merupakan terjemahan rechtsubject yang
diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban, yaitu manusia dan badan hukum.[1] Subjek
hukum terdiri dari manusia (naturlijke persoon) dan badan hukum (rechtpersoon).[2]
Berbeda dengan manusia yang memiliki jiwa dan mengalami
proses alamiah seperti tumbuh besar dan mati, namun badan hukum adalah persoon yang diciptakan oleh hukum.[3] Secara
umum badan hukum berisi orang-orang yang berhimpun di dalamnya. Pengaturan
badan hukum dalam Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
yang menyatakan bahwa:
“Selain perseroan perdata sejati, perhimpunan
orang-orang sebagai badan hukum juga diakui undang-undang, entah badan hukum
itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya sebagai demikian, entah pula
badan hukum itu diterima sebagai yang diperkenankan atau telah didirikan untuk
suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau
kesusilaan.”
Dengan demikian KUHPerdata mengelompokkan badan hukum
menjadi perseroan perdata sejati dan perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum.
Namun demikian Mohammad Fajrul Falaakh menyatakan bahwa Pasal 1653 KUHPerdata
mengenalkan empat jenis badan hukum:[4]
1)
Badan hukum yang didirikan oleh negara;
2)
Badan hukum yang diakui oleh negara;
3)
Badan hukum diperkenankan oleh negara; dan
4)
Badan hukum yang didirikan untuk maksud atau tujuan tertentu.
Sebagai perbandingan, kepustakaan berbahasa Inggris seperti Black’s Law Dictionary mengenal badan
hukum dengan istilah-istilah sebagai berikut: (1) Legal Entity; (2) Juristic
Person; dan (3) Artificial Person. Black’s Law Dictionary memberikan
definisi artificial person sebagai : “persons created and
devised by human laws for the purposes of society and government, as
distinguished from natural person”, sedangkan legal entity didefinisikan
sebagai : “an entity, other than natural person, who has sufficient existence
in legal contemplation that it can function legally, be sued or sue and make decisions
through agents as in the case of corporation”. Lebih lanjut Black’s Law Dictionary, memberikan
pengertian legal entity sebagai: “(a) body, other than a natural
person, that can function legally, sue or be sued, and make decisions thorugh
agents”. Ketiga terminologi
di atas pada intinya menjelaskan bahwa badan hukum merupakan subyek yang
berbeda dari manusia atau natural person
namun dari aspek yuridis dapat diberlakukan selayaknya manusia.
Eksistensi badan hukum sebagai subyek hukum dalam pergaulan
manusia dapat dijelaskan dengan empat teori, yakni :[5]
1)
Teori Fiksi: Badan hukum adalah fiksi atau buatan negara
semata, namun sesungguhnya tidak ada, sehingga manusia bersikap seolah ada
subyek hukum selain manusia yang dapat melakukan perbuatan hukum selayaknya
manusia;
2)
Teori Kekayaan: Badan hukum sejatinya adalah kumpulan harta
kekayaan, bukan kumpulan orang-orang, disini terdapat pemisahan kekayaan badan
hukum dengan anggotanya secara tegas untuk mencapai tujuan tertentu;
3)
Teori Kenyataan Yuridis: Badan hukum adalah subyek hukum
yang kongkrit dan riil meskipun tidak dapat diraba, tindakan badan hukum memang
dilakukan dengan perantara orang yang ada di dalamnya namun oleh hukum tindakan
badan hukum sama saja dengan tindakan manusia;
4)
Teori Kenyataan Teknis atau Formal: Badan hukum merupakan
subyek hukum karena bertindak dengan rasio, mampu mencapai tujuan maupun
bertanggung jawab secara hukum, dan diperlakukan selayaknya manusia dengan hak
dan kewajiban.
Menurut Riduan Syahrani suatu badan, perkumpulan, atau perikatan
hukum untuk dapat disebut sebagai badan hukum secara doktrinal harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:[6]
1)
Adanya kekayaan terpisah;
2)
Mempunyai tujuan tertentu;
3)
Mempunyai kepentingan sendiri;
4)
Ada organisasi yang teratur.
Sebagaimana disinggung di atas, badan hukum tidak dilahirkan
namun diciptakan berdasarkan kepentingan-kepentingan tertentu.
Berdasarkan
kepentingan suatu badan hukum terbagi menjadi dua, yakni badan hukum privat dan
badan hukum publik.[7]
Dalam KUHPerdata sendiri terbagi dua badan hukum berdasarkan
sifat/kepentingannya, badan hukum corporatie
yang bertujuan ekonomi sedangkan yayasan (stichting)
dan lembaga (insttellingn) cenderung
bertujuan sosial. Secara tegas Chidir Ali menyatakan terdapat tiga kriteria
untuk menentukan sebuah badan hukum digolongkan sebagai badan hukum publik atau
badan hukum privat, yakni:[8]
1)
Dilihat dari cara pendiriannya yang didirikan berdasarkan
konstruksi hukum publik, yaitu didirikan oleh penguasa (negara) dengan undang-undang
atau peraturan-peraturan lainnya;
2)
Lingkungan kerjanya, apakah dalam melaksanakan tugasnya
umumnya dengan publik/umum dengan tidak melakukan perbuatan-perbuatan hukum
perdata pada umumnya seperti halnya badan-badan hukum privat;
3)
Kewenangan yang dimiliki, bahwa badan hukum publik memiliki kewenangan
untuk membuat keputusan, ketetapan atau peraturan yang mengikat umum.
Dalam ilmu administrasi publik, Udo Psech merangkum lima
pendekatan untuk membedakan kepentingan badan hukum untuk tujuan publik ataupun
privat diantaranya:[9]
1)
Generic
approach: pendekatan ini
tidak membedakan badan hukum bertujuan publik maupun privat;
2)
Economist
core approach: pandangan ini
didasarkan pada perbedaan antara negara dan pasar, terutama dalam aktivitas ekonomi meskipun sama-sama
memproduksi barang dan jasa;
3)
Political
core approach: didasarkan dari klaim bahwa badan hukum publik berdampak
dan terdampak secara politis terutama dalam kebijakan publik;
4)
Normative
approach: berbeda dengan political core approach, pendekatan normatif
tidak secara netral mengamati peran politis badan
hukum
publik, tetapi menekankan perannya untuk memenuhi 'kepentingan publik';
5)
Dimensional
approach: kombinasi dari political core approach dan economist
core approach, pendekatan ini tidak memisahkan badan hukum publik dan
privat secara ketat.
Dari lima pendekatan di atas ternyata hanya economist core approach, political core approach, dan normative approach yang membedakan badan
hukum publik maupun badan hukum privat secara tegas. Dalam kajian administrasi
publik dewasa ini memang cenderung menggabungkan konsep badan hukum publik dan
badan hukum privat, namun Udo Psech tetap membagi karakteristiknya berdasarkan
dua versi: [10]
(1) Economic version, yang
menghubungkan badan hukum dengan penyediaan barang dan jasa publik; (2) Political version, yang menghubungkan
badan hukum dengan kepentingan publik.
Dalam penelitian ini teori badan hukum digunakan peneliti untuk
menelaah apakah fungsi-fungsi dari masing-masing kelembagaan pengelolaan tanah
di wilayah DIY Yogyakarta telah terpenuhi. Adapun lembaga yang dimaksud adalah BPN sebagai lembaga negara dan
Kraton melalui Panitikismo sebagai lembaga yang berwenang mengatur urusan
pertanahan di DIY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar