Rabu, 08 November 2023

 Sistem Peradilan

 

Sistem peradilan di Indonesia adalah keseluruhan perkara pengadilan dalam suatu negara yang satu sama lain berbeda tetapi saling berkaitan atau berhubungan sehingga terbentuk suatu mekanisme dan dapat diterapkan secara konsisten. Dalam sistem peradilan di indonesia. Beberapa unsur pihak yang terlibat di dalam di antaranya[1]:

                    i.          Penyidik adalah pejabat polisi negara RI atau pejabat PNS tertentu yg diberikan wewenang khusus oleh Undang Undang untuk melaksanakan penyidikan (Pasal 1 angka 1 KUHAP). Selain penyidik sebagai pihak yang yang terkait dalam sistem peradilan di Indonesia, dalam hukum ada yang disebut penyidikan, penyelidik, penyelidikan. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yg diatur dalam Undang Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yg dgn bukti itu membuat terang tetang tindak pidana yg terjadi dan guna menemukan tersangkanya (pasal 1 angka 2 KUHAP). Penyelidik adalah pejabat polisi negara RI yg diberi wewenang oleh UU untuk melakukan penyelidikan (pasal 1 angka 4 KUHAP). Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untu mencari dan menemukan suatu peristiwa yg diduga sebagai tindak pidana guna menetukan dpt atau tdknya dilakukan penyidikan menurut cara yg diatur dlm UU ( pasal 1 angka 5 KUHAP)

                 ii.          Penuntut umum, (jaksa)

               iii.          hakim

                iv.           penasihat hukum, dan

                  v.          Pencari keadilan.(Pengacara)

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 1 menyatakan bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Lahirnya sistem peradilan di Indonesia berpedoman pada ketentuan diatas dan dalam melaksanakan tugasnya instansi ini harus terlepas dari intervensi berbagai pihak yang hanya menginginkan kepentinganya masing-masing. Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diberikan kepada elemen-elemen lain yang ada didalamnya seperti badan-badan peradilan yang telah disebutkan didalam undang-undang. Peradilan di Indonesia mempunyai beberapa pengadilan. Berdasarkan lingkunganya masing-masing seperti [2]:

1. Peradilan Umum

2. Peradilan Agama

 3. Peradilan Militer

4. Peradilan Tata Usaha Negara

Adapun asas yang harus digunakan dalam sistem peradilan di negara Indonesia adalah sebagai berikut[3]:

a.              Asas “ Ius Curia Novit” “setiap hakim dianggap tahu akan hukumnya”, sehingga tidak ada alasan bagi hakim untuk menolak suatu perkara yang diajutkan kepadanya dengan daalil bahwa hakimnya tidak tahu hukumnya atau hukumnya belum ada.

b.             Asas peradilan cepat,(efisien) singkat (efektif) dan biaya ringan (tidak memberatkan) Asas ini mulai diatur dalam ketentuan pokok kekuasaaan hakim.

c.              Asas Audi Et Alterram Partem “mendengar kedua belah pihak yang berpekara”. Dalam asas ini menitik beratkan pada pengertian bahwa hakim diwajibkan untuk tidak memutus perkara sebelum mendengar kedua belah pihak terlebih dahulu.

d.             Asas Unus Testis Nullus Testis “satu saksi bukanlah saksi”

e.              Asas tidak ada keharusan untuk mewakilkan kepada pengacara. Tidak mengatur secara tegas bahwa untuk perkara di pengadilan harus diwakilkan kepada seorang pengacara.

f.               Asas Nemo Judex Indeneus in Propria Causa. Asas ini mengajarkan bahwa tidak seorang pun yang dapat menjadi hakim dalam perkara sendiri. Dalam hukum acara perdata, asas ini menekankan pada obyektifitas pada pemeriksaan perkar. Tentunya asas ini ditunjukkan kepada hakim bahwa seorang hakim karena jabatannya harus mengundurkaan diri dari kedudukannya dalam memeriksa suatu perkara yang diajukan kepadanya bilamana ia mempunyai kepentingan langsung terhadap tersebut atau mempunyai hubungan keluarga yang dekat dengan salah satu pihak yang berperkara.

g.              Asas Lex Rae Sitae Bahwa suatu gugatan diajukan di tempat nama obyek gugatan itu berada dan bukan di tempat tinggal penggugat.



[1] Patawari, SHI.,MH. 2017 “Sistem Peradilan Di Indonesia” Pendidikan Khusus Provesi Advokat (PKPA)

DPN PERADI kerjasama Universitas Sawerigading Makassar, Sabtu 11 Pebruari 2017 Fakultas Hukum

Universitas Sawerigading Makassa

[2] Erman Rajagukguk, (2000) Budaya Hukum dan Penyelesaian Sengketa Perdata di Luar Pengadilan, Jurnal Magister Hukum, Magister Hukum Unversitas Islam Indonesia, Vol. 2. No. 4, Oktober   hlm. 1

[3] Yahya Harahap, (2000), Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Citra Aditya, Bandung, hlm. 153 Indonesia, Vol. 2. No. 4, Oktober 2000, hlm. 1

Tidak ada komentar: