Korban
adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat dari
tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang
lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan. [1]
Dalam
pernyataan lain juag disebutkan mengenai pengertian korban yaitu menurut Gosita
bahwa korban adalah mereka yang
menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang
mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri dan orang lain yang bertentangan
dengan kepentingan hak asasi yang menderita.
Berbeda
dengan Gosita yang memberi pengertian korban sebatas pada mereka yang menderita
jasmaniah dan rohaniah akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan
kepentingan, Muladi memberi prespektif berbeda mengenai korban. Menurut Muladi
yang dimaksud dengan korban adalah : Orang yang baik secara individual maupun
kolektif telah menderita kerugian termasuk kerugian fisik maupun mental,
emosional, ekonomi, gangguan substansial terhadap hak-haknya yang fundamental,
melalui perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing
Negara termasuk penyalahgunaan kekuasaan. Cohen mengungkapkan bahwa korban adalah “whose pain and suffering have been
neglectedby the state while it spands immense
resources to hunt down and punish the offender who responsible for that
pain and suffering.” [2]
Iswanto
dan Angkasa menyatakan bahwa korban adalah orang-orang, baik secara individual
maupun kolektif, yang menderita kerugian akibat perbuatan (tidak berbuat) yang
melanggar hukum pidana yang berlaku di suatu negara, termasuk
peraturan-peraturan yang melarang penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu korban termasuk
juga orang-orang yang menjadi korban dari perbuatan-perbuatan (tidak berbuat)
yang walaupun belum merupakan pelanggaran terhadap hukum pidana nasional yang
berlaku, tetapi sudah merupakan pelanggaran menurut norma-norma hak asasi
manusia yang diakui secara internasional.[3]
Mendelsohn
membuat suatu tipologi korban yang di klasifikasikan menjadi 6 tipe, tipologi
yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a.
The “completely innocent
victim”. Korban yang samasekali tidak bersalah oleh Mendeson dianggap sebagai
korban “ideal” yang cenderung terjadi pada anak-anak dan mereka juga tidak
menyadari ketika ia menjadi korban.
b.
The “victim whit minor
guilty” and victim due to his ignorance”. Korban dengan kesalahan kecil dan
korban yang disebabkan kelalaian dapat dicontohkan seorang wanita yang menggoda
tetapi salah alamat, sebagai akibat malah dia menjadi korban.
c.
The “victim as guilty as
offender” and “ voluntary victim”. Korban sama salahnya dengan pelaku dan
korban sukarela ini oleh mendelsohn dibagi menjadi beberapa sub tipe sebagai
berikut.
1)
bunuh diri “dengan melemparkan uang logam”;
2)
bunuh diri dengan adhesi;
3)
euthanasia;
4) bunuh diri yang dilakukan suami isteri
(misalnya pasangan suami isteri yang putus asa karena salah satu pasangan
sakit).
d.
The “victim more guilty
than the offender”. Dalam hal korban kesalahnaya lebih besar daripada pelaku
ini ada dua tipe yakni :
i. korban
yang memancing dan atau menggoda seeorang untuk berbuat jahat;
ii. korban
lalai yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan kejahatan.
e.
The “most guilty victim”
and the “ victim as is gultu alone”. Korban yang sangat salah dan korban yang
salah sendirian misalnya terjadi pada korban yang sangat agresif terlebih
dahulu melakukan kejahatan namun akirnya justeru ia sendiri yang menjadi korban
(misalnya penyerang yang mati akibat pembelaan diri dari orang lain yang
diserang).
f.
The “simulating victim”
and the “imagine as victim”. Korban pura-pura dan korban imajinasi oleh
Mandesohn dicontohkan pada mereka yang mengaku menjadi korban demi kepentingan
tertentu atau orang yang menjadi paranoid, hysteria atau pikun.
Sedikit
berbeda dengan Mendelson yang membuat tipologi korban berdasarkan tingkat
kesalahan, Schafer membagi tipe korban dalam kategori yang tergantung pada
pertanggung jawaban korban dalam tindak pidana tersebut. Tipologi tersebut
adalah :
a.
“unrelated victim” yakni
kejahatan dilakukan oleh pembuat kejahatan tanpa ada hubungan apapun dengan
korban.
b.
“profokatif victim”
disini korban memancing pembuat kejahatan untuk melakukan untuk melakukan
kejahatan dengan perilaku tertentu mialnya korban mengingkari janji.
c.
“precipicatif victims”
adalah “pelaku melakukan kejahatan karena tingkah laku yang tidak hati-hati
dari korban mendorong pelaku melakukan kejahatan.
d.
“biological weak victims”
yakni saiapa saja yang secara fisik atau mental lemah misalnya orang yang
sangat muda atau sangat tua dan orang yang tidak sadar yang menjadi target
kejahatan.
e.
“ social weak victims”
misalnya kaum imigran atau minoritas etnik yang memiliki posisi sosial yang lemah
dalam masarakat dan sering dieksploitasi oleh elemen kejahatan.
f.
“ self-victimizing
victims” dan “political victim”. Self-victimizing victim adalah korban dari
tindakanya sendiri sebab mereka berkorban sendiri.
[1] Soeharto, 2007, Perlindungan
Hak Tersangka, Terdakwa, Dan Korban Tindak Pidana Terorisme,
Refika Aditama Bandung, hal. 77
[2] Dalam Maya Indah S, C, 2014, Perlindungan Korban Suatu Perspektif
Viktimologi dan kriminologi, Edisi kedua, Kencana, Jakarta
[3] Iswanto dan Angkasa, Diktat Viktimologi Program Pascasarjana
Magister Ilmu Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, 200
Tidak ada komentar:
Posting Komentar