Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini dapat dijelaskan oleh agency theory. Agency theory menjelaskan hubungan keagenan antara pihak prinsipal dan agen (Jensen dan Meckling, 1976). Hubungan keagenan yaitu relationship antara dua pihak, dan pihak yg pertama bertindak sebagai prinsipal/ pemberi amanat dan pihak yg kedua disebut agen yang bertindak sebagai perantara yg mewakili prinsipal dalam transaksi dg pihak ketiga. Untuk agency theory yg disebut prinsipal yaitu pemilik saham dan yang dimaksud agen adlh manajemen yg mengelola perusahaan. Untuk perusahaan yg telah melakukan go public, agency relationship dijelaskan oleh relationshipantara investor dan manajmen perusahaan, yaitu board ofdirectorsmaupun board of commissioners (Sari, 2010). Mainstreamnya ada pemisah antara pemilik perusahaan (stockholder) dengan manajemen yang akan mempengaruhi arah dari bisnis suatu perusahaan. Terdapatnya pemisah kepemilikan antara pemilik perusahaan dengan manajmen yg menjalankan perusahaan akan menimbulkan konflik didalam perusahaan. Konflik itu tersebut biasany muncul karena perbedaan kepentingan antar pihak
manajmen dg pemilik perusahaan. Agency theory menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pd biasanya mementingkan dirinya sendiri (self interest), (2) manusia itu mempunyai daya pikir terbatas tentang persepsi masa yg akan mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia hampir selalu akan menjauhi resiko (risk averse) (Eisenhardt, 1989). Berdasarkn asumsi sifat yg dasar manusia tersebut pemegang saham akan terfokus pd peningkatan nilai sahamnya sedangkan manajer terfokus pd pemenuhan kepentingan pribadinya. Hubungan keagenan dapat menimbulkan konflik ketika terjadi perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Manajer akan membuat kebijakan-kebijakan yang akan menguntungkan sepihak dan mengabaikan kepentingan pemegang saham. Konflik yang terjadi antar pemegang saham dan manajer disebut konflik keagenan tipe 1. Konflik keagenan tipe 1 terjadi akibat struktur kepemilikan yang tersebar (La Porta, Lopez-De-Silanes, dan Shleifer, 1999). Struktur kepemilikan tersebar biasanya ada terjadi di negara common law dgn perlindungan hak investor yg kuat seperti Amerika Serikat & Inggris (La Porta, Lopez-De-Silanes, dan Shleifer, 1999). Konflik keagenan tipe kedua terjadi pada perusahaan dg struktur kepemilikan yang terkonsentrasi. Konflik yang terjadi yaitu antara pemegang saham pengendali dan pemegang saham non pengendali. Konflik ini terjadi ketika pemegang saham pengendali yang memiliki hak untuk mengendalikan perusahaan membuat suatu aturan yg mengabaikan kepentingan pemegang saham non mayoritas. Struktur kepemilikan terkonsentrasi terjadi di dinegara Indonesia yangg merupakan civil law dengan perlindungan hak investor yang cenderung lemah. Penelitian yang dilakukan oleh Claessens, Djankov, dan Lang (2000) mengenai struktur kepemilikan perusahaan disembilan negara asia memberitahu bahwa perusahaan publik di asia mempunyai struktur kepemilikan terkonsentrasi dalam kepemilikan keluarga. Konflik keagenan tidak hanya terjadi dalam lingkup perusahaan, konflik keagenan juga bisa terjadi antara pihak perusahaan dengan pihak lain diluar perusahaan seperti kreditur dan pemerintah (Armour, Hansmann, dan Kraakman, 2009). Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh fiskus sebagai pihak ketiga dan pihak perusahaan sebagai pihak dalam, pemerintah melalui fiskus memiliki hak untuk memungut pajak dari laba yang diperoleh perusahaan. Namun perusahaan seringkali tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dengan melakukan usaha-usaha perencanaan pajak yang melanggar peraturan perpajakan. Konflik keagenan antara perusahaan dengan pihak lain disebut dengan konflik keagenan tipe III.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar