Minggu, 29 Mei 2022

Teori Keagenan (skripsi, tesis, dan disertasi)

Menurut Moe (1984), bahwa terdapat berbagai hubungan keganenan dalam penganggaran di pemerintahan, yakni antara pemilih-legislatur, legislatur-pemerintah, menteri keuangan-pengguna anggaran, perdana menteri-birokrat, dan pejabat-pemberi pelayanan. Hal yang sama dikemukakan juga oleh Gilardi (2001) dan Strom (2000), yang melihat hubungan keagenan sebagai hubungan pendelegasian (chains of delegation), yakni pendelegasian dari masyarakat kepada wakilnya di parlemen, dari parlemen kepada pemerintah, dari pemerintah kepada seorang menteri, dan dari pemerintah kepada birokrasi.Secara umum dapat dikatakan bahwa delegation is certainly problematic and entails danger (Lupia & McCubbins, 2000). Dalam demokrasi modern, setidaknya terdapat empat ciri pendelegasian (Lupia & McCubbins, 2000), yakni: (1) adanya prinsipal dan agen,(2) kemungkinan terjadinya konflik kepentingan,
(3) adanya asimetri informasi, dan (4) prinsipal kemungkinan dapat mengurangi masalah keagenan.Oleh karena itu, Kasper & Streit (2001:324) mengingatkan bahwa the agent of government, apakah aturan turun-temurun yang ada, anggota legislatif, menteri atau pejabat yang ditunjuk, senantiasa menghadapi godaan untuk bertindak sesuai dengan kepentingan pribadinya. Adanya asimetri informasi di antara eksekutif-legislatif dan legislatif-pemilih menyebabkan terbukanya ruang bagi terjadinya perilaku oportunistik dalam proses penyusunan anggaran, yang justru lebih besar daripada di dunia bisnis yang memiliki automatic checks berupa persaingan. Hubungan keagenan di pemerintahan melibatkan eksekutif, legislatif, dan publik (voters) (Fozzard, 2001; Moe, 1986). Legislatif mendelegasikan otoritas atau kewenangan kepada eksekutif sebagai expert agent untuk melaksanakan suatu tindakan (action) (Lupia & McCubbins, 1994). Legislatif juga berposisi sebagai agen dari pemilih atau publik (Andvig et al., 2001; Lupia & McCubbins, 2000) karena mereka adalah representasi dari publik yang diberi kewenangan untuk membuat keputusan tentang penggunaan dana-dana publik (Von Hagen, 2002). Oleh karena publik adalah prinsipal bagi eksekutif dan legislatif, maka publik disebut juga the ultimate principals (Mitchell, 2000). Dalam konteks pembuatan kebijakan publik di pemerintahan termasuk penganggaran, oportunitas agen dapat berupa rent-seeking ataupun korupsi (Andvig et al., 2001). Apabila aktivitas tersebut dilaksanakan selama proses pengalokasian sumberdaya maka keputusan yang mendominasi adalah keputusan politik, bukan ekonomi atau administratif, sehingga disebut korupsi politis (political corruption) dan ketika dilakukan
setelah anggaran ditetapkan atau saat anggaran dilaksanakan, maka keputusan ekonomi atau administratif lebih dominan daripada keputusan politik sehingga oportunitas ini disebut korupsi administratif (administrative corruption) (Garamfalvi, 1997; Martinez-Vasquez et al., 2004). Dalam hubungan keagenan diantara politisi dan public servants, masalah keagenan terkait pengalokasian sumberdaya muncul ketika pendekatan partisipatif diimplementasikan. Pejabat publik yang dipilih (elected) memiliki bawahan (subordinates) sebagai pelaksana yang ditunjuk atau ditempatkan dengan didasarkan pada prinsip-prinsip birokrasi. Penganggaran partisipatif merupakan pendekatan yang menghasilkan penetapan target output dan outcome berdasarkan pelibatan bawahan dan masyarakat

Tidak ada komentar: