Pemikiran penghindaran pajak bertumpu pada teori keagenan, yaitu Pada penelitian pajak ini, konflik tersebut terjadi terhadap kepentingan laba perusahaan antara pemungut pajak (fiskus) dengan pembayar pajak (manajemen perusahaan). Fiskus berharap adanya pemasukan sebesar-besarnya dari pemungutan pajak, sementara dari pihak manajemen berpandangan bahwa perusahaan harus menghasilkan laba yang cukup signifikan dengan beban pajak yang rendah. Dua sudut pandang berbeda inilah menyebabkan konflik antara fiskus sebagai pemungut pajak dengan pihak manajemen perusahaan sebagai pembayar pajak.Teori keagenanpadacorporate governance yaitu pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku (Wolfensohn, 1999). Adanya pemisahan antara pemilik dengan manajemen perusahaan dapat menimbulkan masalah, antara lain yaitu adanya kemungkinan manajer melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan keinginan atau kepentingan prinsip.
Siregar dan Utama (2005) mengemukakan bahwa perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga lebih efisien karena masalah agensinya lebih kecil akibat berkurangnya konflik antara principaldan agent, maka pada perusahaan dengan kepemilikan keluarga tinggi tindakan manajemen yang oportunis dapat dibatasi. Di sisi lain, pada saat tertentu kepemilikan keluarga ini akan menjadi pemegang saham mayoritas dan akan muncul pemegang saham minoritas yang kemudian akan timbul masalah keagenan baru yaitu konflik kepentingan antara pemilik mayoritas dan pemilik minoritas.Lebih lanjut, struktur kepemilikan dapat dikelompokkan menjadi kepemilikan terkonsentrasi dan kepemilikan menyebar. Kepemilikan terkonsentrasi merupakan kepemilikan yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok sehingga pemegang saham tersebut menjadi pemegang saham dominan dibandingkan dengan yang lainnya.Sedangkan kepemilikan yang menyebar adalah kepemilikan saham yang menyebar relatif merata ke publik dan tidak ada yang memiliki saham dalam jumlah yang sangat besar (Alfrilia, 2010).Penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2003) mengklasifikasikan perusahaan berdasarkan struktur kepemilikan menjadi perusahaan keluarga dan non-keluarga. Kepemilikan keluarga didefinisikan sebagai semua individu dan perusahaan yang kepemilikannya tercatat (kepemilikan 5% ke atas wajib dicatat), kecuali perusahaan publik, negara, institusi keuangan (seperti: lembaga investasi, reksadana, asuransi, dana pensiun, bank, koperasi) dan publik (individu yang
kepemilikannya tidak wajib dicatat). Kepemilikan keluarga yang proporsinya lebih dari 5% akan dikategorikan sebagai perusahaan keluarga dan sebaliknya akan dikategorikan sebagai perusahaan non-keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar