Selasa, 15 Februari 2022

Kebijakan Otonomi Daerah (skripsi tesis)

 

                  Salah satu aspek reformasi yang mendapat perhatian hingga kini adalah kebijakan Otonomi Daerah. Menurut Rasyid (2002:75), tuntutan seperti itu paling tidak untuk 2 (dua) alasan, yaitu:

  1. Membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan untuk mempelajari dan merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat darinya.
  2. Mendorong kekmampuan prakarsa dan kreatifitas pemerintah daerah sehingga secara kreatif menemukan solusi-solusi atas berbagai masalah yang dihadapi.

Terhadap tuntutan-tuntutan tersebut, maka berbagai Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR RI) telah dihasilkan dan dianggap sebagai representasi kehendak rakyat untuk mewujudkan pembaharuan disegala bidang pembangunan nasional, terutama bidang-bidang ekonomi, politik, hukum, serta agama dan sosial budaya (Mulyanto, 2007). Salah satu Ketetapan MPR tersebut adalah TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang “Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia”

TAP MPR tersebut merupakan landasan hukum keluarnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang membawa angin segar bagi pengembangan Otonomi Daerah. Kedua UU ini telah membawa perubahan mendasar pada pola hubungan antar pemerintahan dan keuangan antara pusat dan daerah (Mardiasmo, 2002). Adapun UU No. 22 Tahun 1999 kemudian diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 dan telah diperbaharui dengan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu pertimbangannya adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi daerah sebagai berikut:

“Otonomi  Daerah  adalah  hak,  wewenang,  dan  kewajiban daerah  otonom  untuk  mengatur  dan  mengurus  sendiri Urusan  Pemerintahan  dan  kepentingan  masyarakat setempat  dalam  sistem  Negara  Kesatuan  Republik Indonesia. “

 

                           Atas dasar pemikiran di atas, maka kebijakan Otonomi Daerah semenjak lahirnya UU No.22 Tahun 1999 berpedoman pada prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah sebagai berikut:

  • Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.
  • Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab.
  • Pelaksanaan otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah kabupaten dan Daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
  • Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar-Daerah.
  • Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonomi, dan karenanya dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi Wilayah Adminitrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku Ketentuan peraturan Daerah Otonom.
  • Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
  • Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertetu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pernerintah
  • Pelaksanaan asas tugas pcmbantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

Tidak ada komentar: