Selasa, 15 Februari 2022

Kebijakan Desentralisasi Fiskal (skripsi tesis)

 

Pada saat membicarakan pembagian urusan atau kewewenangan, peranan UU No.32 Tahun 2004 sebagai pengganti  UU No. 22 Tahun 1999 sangat dominan untuk menjadi pedoman pelaksanaannya. Sedangkan untuk pembagian pendanaan atau perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, kedudukan UU No. 33 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No.25 Tahun 1999 sangat menentukan untuk dijadikan pegangan dalam implementasinya (Mulyanto, 2007:17).

                   Desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan bernegara. Secara politik, desentralisasi merupakan langkah menuju demokratisasi, dimana kehadiran pemerintah lebih dirasakan oleh rakyat dan keterlibatan rakyat dalam proses pembangunan. Secara sosial, desentralisasi akan mendorong masyarakat dengan memfungsikan pranata sosial yang merupakan social capital dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Sedangkan secara ekonomi, desentralisasi diyakini dapat mencegah eksploitasi Pusat terhadap daerah, menumbuhkan inovasi masyarakat dan mendorong motivasi masyarakat untuk lebih produktif. Secara administratif akan mampu meningkatkan kemampuan daerah dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian, meningkatkan akuntabilitas atau pertanggung jawaban publik (Chalid, 2005:05)

                   Salah satu aspek desentralisai adalah desentralisasi fiskal, dimana aspek ini merupakan komponen utama dari desentralisasi (Sidik, 2005). Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan Otonomi Daerah dan desentralisasi fiskal (Mardiasmo, 2002:59) yaitu :

  • Meningkatkan kualitas dan kauntitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat
  • Menciptakan efesiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah,
  • Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan

Menurut Sidik (2005:03), pelaksanaan desentralisasi fiskal akan berjalan dengan baik kalau didukung faktor-faktor berikut:

  • Pemerintah Pusat yang mampu melakukan pengawasan dan enforcement;
  • SDM yang kuat pada Pemda guna menggantikan peran Pemerintah Pusat;
  • Keseimbangan dan kejelasan dalam pembagian tanggung jawab dan kewenangan dalam melakukan pungutan pajak dan retribusi daerah.

                        Implikasi langsung dari kewenangan/fungsi yang diserahkan kepada daerah adalah kebutuhan dana yang cukup besar. Untuk itu, perlu diatur perimbangan keuangan (hubungan keuangan) antara Pusat dan Daerah yang dimaksudkan untuk membiayai tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Menurut Zainie (2007:268), adapun pertimbangan dari pelaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah yaitu  (i) meningkatkan efesiensi pelayanan sektor publik, (ii) mengoreksi ketimpangan fiskal, dan (iii) pencapaian standar pelayanan yang minimum.

                        Pembentukan Uundang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pada dasarnya dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendanaan tersebut mengandung prinsip money follow function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab masing-masing tingkat pemerintahan (Penjelasan UU No.33 Tahun 2004)

Tidak ada komentar: