Kamis, 16 Desember 2021

Klasifikasi Laba (skripsi dan tesis)


Informasi laba atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk mnilai
presitasi perusahaan atau sebagai dasar ukuran penilaian, seperti laba per lembar
saham. Unsur – unsur yang menjadi bagian pada laporan laba rugi adalah 
pendapatan dan biaya. Unsur – unsur pendapatan dan biaya apabila
diakumulasikan dapat menghasilkan pengukuran yang berbeda antara lain: laba
(rugi) kotor, laba (rugi) operasional, laba (rugi) sebelum pajak, dan laba (rugi)
bersih), komponen – komponen tersebut yang nantinya akan membentuk laba
bersih dari perusahaan yang berupa laba setelah pajak (EAT) atau laba per lembar
saham (EPS).
Mamduh D. Hanafi dan Abdul Halim (2012) menyatakan bahwa:
“Tujuan pokok dari laporan laba rugi adalah melaporkan kemampuan
perusahaan yang sebenarnya untuk memperoleh untung. Untuk itu laporan
itu harus sedemikian rupa agar tidak menyesatkan (misleading).
Kemampuan perusahaan tertutama dilihat dari kemampuan perusahaan
memperoleh laba dari operasinya pada kondisi bisnis yang normal.
Kadang-kadang perusahaan memperoleh laba pada situasi yang tidak
normal. Berikut ini contoh-contoh laba tersebut:
1. Laba dari penjualan pabrik (bisnis perusahaan tersebut adalah
retailing).
2. Rugi karena pabrik perusahaan tersebut terbakar, jarang sekali terjadi
kebakaran semacam itu.
3. Laba dari perubahan metode akuntansi.
Item-item diatas merupakan laba atau rugi yang muncul bukan dari
operasi normal perusahaan. Agar tidak menyesatkan, pembaca laporan
keuangan harus diberi informasi kemampuan perusahaan yang sebenarnya.
Informasi kemudian akan dipakai untuk memprediksi kemampuan
perusahaan pada masa mendatang. Standar akuntansi mengharuskan
laporan keuangan mengelompokkan pendapatan atau rugi kedalam empat
klasifikasi:
1. Pendapatan Operasional (Laba usaha atau income from continuing
operations).
2. Laba (Rugi) dari pemberhentian operasi cabang bisnis.
3. Laba (Rugi) luar biasa (extraordinary gain/lossesi)
4. Laba (Rugi) karena perubahan prinsip atau metode akuntansi.” 
Dalam penelitian Hernalisa (2017) laba dapat diklasifikasian berdasarkan
dua dimensi utama yaitu sebagai berikut:
1. Komponen operasi dan nonoperasi
Klasifikasi operasi dan nonoperasi terutama bergantung pada sumber
pendapatan atau beban, yaitu apakah pos tersebut berasal dari operasi –
operasi perusahaan yang masih berlangsung atau dari aktivitas investasi
(pendanaan) laba operasi, (operating income), merupakan suatu
pengukuran laba perusahaan yang berasal dari aktivitas operasi yang asih
berlangsung laba non operasi (nonoperating income), mencangkup seluruh
komponen laba yang tercangkup dalam laba operasi
2. Komponen berulang dan tidak berulang
Klasifikasi berulang dan tidak berulang terutama bergantung pada apakah
pos tersebut akan terus terjadi atau hanya satu kali.
Mamduh D. Hanafi dan Abdul Halim (2012) menyatakan bahwa:
“Nampaknya komponen dari laba bersih lebih penting dibandingkan
dengan jumlah total laba bersih sebagai bahan informasi untuk tujuan
analisis seperti yang disebutkan dimuka. Konsekuensinya, komponen dari
laba bersih seharusnya dilaporkan secara terpisah, apalagi apabila
komponen tersebut cukup signifikan untuk menaksir pendapatan atau atau
laba perusahaan pada masa mendatang. Komponen laba dari laba
operasional, operasi yang dihentikan, item-item luar biasa, seharusnya
dilaporkan secara terpisah. Begitu juga akan lebih baik apabila ada
informasi yang terpisah untuk setiap segmen geografis, dan bidang industri
untuk perusahaan yang bergerak pada banyak bidang industri.”
Ketika perusahaan melaporkan kepada publik komponen labanya, maka
hal tersebut merupakan good news karena pasar menganggap perusahaan
memberikan informasi yang lengkap mengenai perusahaan. Dengan pengumuman
komponen laba yang dilakukan oleh perusahaan, maka investor dapat mengetahui
kinerja perusahaan sehingga prediksi yang dilakukan akan lebih akurat
(Febriyanti, 2004).

Tidak ada komentar: